「 *14. Cake 」

2.2K 198 3
                                    

• A Z A R G A S •
「 *14. Cake 」

Adara mati-matian menahan roknya agar tidak tersibak angin sambil memegang erat pundak Jeffandra. Pasalnya, kendaraan besar beroda dua itu melaju dengan kecepatan tinggi.

Hanya ia sendiri yang merasa tegang, sedangkan Jeffandra tetap fokus mengendarai motornya.

"J-Jeff! Pelan aja. Nggak usah ngebut!" Adara menepuk pundak Jeffandra pelan.

"Apa? Ga kedengeran!"

Karena hiruk pikuknya jalanan Kota Jakarta, wajar jika suara pelan Adara itu tidak terdengar.

"Lo mau banget gua mati muda!?!" protes Adara. Jujur saja ia sudah lelah memegangi roknya yang berkali-kali tersibak angin. Belum lagi ia mati-matian menjaga jarak agar dadanya tidak bersentuhan dengan pundak Jeffandra. Ini semua tidak baik untuk kesehatan jantung dan harga dirinya.

Jeffandra agak terkejut. Akhirnya gadis itu mengeluarkan emosinya karena sejak kejadian yang membuat mereka menjadi jauh, Adara selalu berbicara tanpa ada emosi di setiap kalimatnya. Yang terdengar hanya nada pasrah.

"Ini udah kecepatan minimum! Lo belum pernah naik moge?!" ujar Jeffandra dengan sedikit teriakan agar terdengar oleh Adara.

"Sumpah! Ini pertama dan terakhir gua naik moge!" racau Adara.

"Bawa santai aja, nanti juga biasa!"

"Lo kalo naik motor jangan seakan-akan lo yang aspalin jalanan! Rok gue-"

"Tenang aja! Gua pembalap bersertifikat!"

"Bodoamat!"

Sampai akhirnya mereka berhenti sejenak di lampu merah, orang-orang memperhatikan perdebatan kedua remaja ini yang terlihat seperti pasangan sedang bertengkar.

Tanpa sadar, Jeffandra tersenyum.
Entahlah, ia rasa atmosfer yang sempat membeku diantara mereka berdua perlahan mulai mencair.

Namun tak beberapa lama, Jeffandra menepikan motornya di jajaran kios yang cukup ramai.

"Loh?! Rumah Janira masih lurus lagi, kenapa berhenti disini?" Adara memiringkan tubuhnya agar pandangannya bisa sejajar dengan Jeffandra.

"Turun."

"Gamau. Lo jangan aneh-aneh deh. Nanti kesorean!"

"Turun dulu." paksa Jeffandra.

Adara akhirnya turun dengan wajah bersungut-sungut. Apa maksudnya menurunkan ia di jejeran kios yang ramai ini?

Setelah keduanya melepaskan helm, tanpa izin lengan kekar Jeffandra sudah menarik tangan Adara. Tentu saja Adara terkejut dibuatnya.

"Mau- ngapain??"

Sejujurnya Adara ingin sekali menangkis tangan Jeffandra, tapi otaknya seakan tahu isi hatinya. Tanpa menjawab, Jeffandra membawa Adara ke sebuah toko roti yang cukup terkenal di Jakarta itu.

"Ngapain sih?"

"Lo inget, dulu gua sering buang makanan manis yang lo buat." ucap Jeffandra sambil memperhatikan papan nama toko roti dengan desain yang cantik itu.

AZARGAS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang