• A Z A R G A S •
「 *11. Maaf 」
"Jeffandra! Kamu ini nggak bisa apa sehari nggak bikin masalah?! Ibu capek lama-lama. Kamu tau udah berapa kasus tawuran, merokok, bolos, dan perusakan fasilitas sekolah yang kamu sebabkan? Banyak!"
omel Diana. Wanita paruh baya yang menjabat sebagai guru bimbingan konseling.Jeffandra masih dengan seragam berantakan dan buku-buku jari yang berdarah. Matanya menandakan kekhawatiran karena sesuatu. Padahal biasanya ia duduk santai dengan melipat kedua tangannya di dada saat Diana memberi konseling atau nasihat.
"Kalau bukan karena ayah kamu berjasa besar untuk Rawikara, dari dulu kamu sudah di D. O.!" Diana adalah salah satu guru yang mengetahui indentitas Jeffandra, sehingga setiap kali anak ini bermasalah, Diana lah yang akan mengurusnya.
"Bu, besok aja ceramahnya. Saya mau ketemu Adara!"
"Kamu pikir dia mau ketemu sama kamu setelah kejadian tadi? Dia itu perempuan, Jeffandra! Asal kamu tahu, kasus waktu malam Adara luka-luka itu beruntung ibu bisa ngomong baik-baik sama orangtuanya. Kalau tidak ayah kamu harus pasang badan di kantor polisi!"
"Bu, saya mohon. Saya janji nggak akan melibatkan Adara lagi." Tentu saja Diana tidak mempercayai si berandal ini.
"Nggak! Ibu belum selesai ngomong. Kalau orang tua ngomong itu didengarkan!"
"Maaf Bu, saya pergi."
Jeffandra bangkit dari kursinya dan membuka pintu ruang BK. Ternyata di luar sudah banyak siswa berkerumun.
"Jeffandra! Ibu belum selesai!"
Tanpa mendengarkan suara teriakan Diana, Jeffandra membelah kerumunan dan mencari tempat paling mungkin yang menaungi Adara sekarang. UKS.
Sesampainya disana, mata elang Jeffandra mencoba menembus kaca jendela UKS. Seorang gadis terbaring ditemani kedua sahabatnya. Jeffandra segera menghampiri pintu UKS dan hendak memutar kenop pintu. Namun nihil, pintu itu dikunci dari dalam. Hanya ada satu cara, mendobraknya.
Jeffandra mundur beberapa langkah dan bersiap mendorong pintu secara paksa. Namun, belum selesai kakinya menghantan pintu, tubuhnya sudah ditahan.
"Jep! Sadar!"
Fahri menahan tubuh Jeffandra agar tidak menghantam pintu UKS. Fahri, Bara, Monda, dan Dito datang di saat yang tepat.
"Sadar, Jep! Kalo lo maksa masuk sekarang, Adara makin gamau ketemu sama lo!" Bara ikut menahan tubuh Jeffandra yang sudah panas karena emosi bercampur khawatir.
"Tenang, Bro. Dia masih trauma." Monda menepuk pundak Jeffandra mencoba menenangkan.
"Gua, pengen ketemu Adara sekarang. Gua mau jelasin!" egois Jeffandra.
"Dia butuh waktu, Jep! Jangan mikirin perasaan lo doang!" Bara emosi melihat Jeffandra yang begitu keras kepala.
Jeffandra mengacak rambutnya frustrasi sambil menoleh ke arah jendela UKS. Wajahnya pucat, dan matanya memerah karena menangis. Mungkin teman-temannya benar, Adara butuh waktu. Ia tidak mau membuat situasi semakin dipersulit selanjutnya.
Jeffandra duduk di kursi kayu yang disiapkan di depan UKS. Mengusap wajahnya, dan mencoba tenang."Dia nggak apa-apa kan, Bar?" Tanya Jeffandra.
"Dia cuma trauma, Jep. Lo nggak seharusnya bikin dia nangis untuk kedua kalinya."
"Gua tau. Tapi emosi gua menang, Bar. Gua baru sadar pas dia nangis. Bego!" Jeffandra melayangkan tinjunya kosong.
"Jangan gitu lagi, Jep. Lo bakal semakin susah ketemu dia." Fahri mengalihkan pandangannya ke jendela UKS. Menatap gadis itu prihatin.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZARGAS ✔
Teen FictionSiapa yang tak kenal AZARGAS? Perkumpulan remaja SMA setara mafia ini dipimpin oleh Jeffandra Wardhana Alpierro. AZARGAS bukan perkumpulan anak-anak berandal atau geng motor dengan balap liarnya, AZARGAS lebih dari itu. Perkumpulan ini mengendalikan...