「 *25. Percaya 」

1.2K 118 0
                                    

• A Z A R G A S •
「 *25. Percaya  」

Diana menatap mata kedua remaja laki-laki satu ayah namun berbeda ibu itu. Detik berikutnya, Diana memijit keningnya frustrasi. Ruang Bimbingan Konseling itu terasa hening meski ada empat manusia di dalamnya.

"Saya kenapa disini, Bu? Saya bukan saksi." Adara angkat bicara setelah sekian lama berdiri di samping kursi Diana, berhadapan dengan Jeffandra dan Alvaro yang tengah duduk.

"Kamu diam dulu, Adara. Saya pusing."

Adara memutar bola matanya malas mendengar jawaban Diana. Jujur saja ia sudah pegal karena berdiri cukup lama.

Adara menatap manik mata Jeffandra dengan sedikit kesal. Mengapa kata-katanya sama sekali tidak didengar? Ia sudah berpesan agar tidak macam-macam selama ia pergi. Namun, beginilah hasilnya.

"Saya nggak bisa membayangkan kalo ada duplikatnya Jeffandra di Rawikara ini. Satu Jeffandra saja sudah cukup bikin saya darah tinggi. Ibu harap, kamu berbeda Alvaro."

"Maaf, Bu. Saya tidak akan mengulangi." jawab Alvaro.

"Jeffandra? Kamu bakal ngulangin?" tanya Diana.

"Tergantung si brengsek ini. Kalo dia ga cari masalah, saya juga ga sudi ikut campur."

"Padahal belakangan ini kamu tenang. Kenapa sama Alva___" Ucapan Diana terpotong.

"Ga mungkin Ibu ga tau dia siapa." Jawaban Jeffandra itu spontan membuat mulut Diana tak bergerak.

Diana memang sudah diberi tahu terlebih dahulu mengenai latar belakang Alvaro yang notabene nya sebagai anak sah dari Zafran, sedangkan Jeffandra adalah anak yang disembunyikan identitasnya. Harusnya ia tak perlu lagi menanyakan pemicu kedua remaja ini berkelahi.

"Alvaro, kamu itu calon ketua OSIS Rawikara, apa kata siswa lain kalau di hari pertama kamu sudah berantem sama Jeffandra?"

"Maksudnya, Bu? Alvaro calon ketua OSIS?" Adara menyela perkataan Diana yang terasa janggal.

Diana spontan menepuk keningnya. Ia baru sadar jika Adara juga berada di ruangan ini. Sejujurnya ini tidak boleh bocor ke pihak manapun. Sebelum masuk ke SMA Rawikara, Zafran sudah memesan posisi Ketua OSIS untuk Alvaro.

"Ekhm.... Adara, kamu boleh keluar." Diana mencoba terlihat netral.

"Tadi kata ibu__"

"Saya mau mulai konseling. Jadi kamu bisa keluar."

"Kalo Adara keluar, saya juga keluar." Belum sempat Adara melangkah keluar, Jeffandra sudah menghentikannya.

Entah dosa besar apa yang pernah dilakukan Diana di kehidupan sebelumnya hingga harus menghadapi kehidupan dramatis anak sekolah ini. Hidupnya selalu saja dipersulit dengan tingkah Jeffandra.

"Kalian berdua bisa keluar. Alvaro tetap disini, saya mau bicara." Setelah menghela nafas panjang akhirnya Diana memutuskan membiarkan Jeffandra pergi bersama Adara. Lagipula konseling panjang lebar tidak akan berpengaruh pada Jeffandra, anak itu keras kepala.

Jeffandra langsung bangkit dan menggandeng tangan Adara, keluar dari ruang BK.

"Bu, saya pinjem kotak P3K!" Sebelum Jeffandra membawanya keluar, Adara meraih kotak putih yang ada di nakas.

AZARGAS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang