「 *19. Janji Jingga 」

1.5K 142 5
                                    


• A Z A R G A S •
「 *19. Janji Jingga  」

Matahari mulai menggelinding sedikit demi sedikit. Menyebabkan pasir yang berwarna putih bersih itu menjadi cokelat jingga terkena siluet.

Seorang gadis berjalan dengan kesal sambil membelah pasir pantai. Sesekali kakinya dihampiri deburan ombak. Tangan kanannya menjinjing sepatu Balenciaga knit hitam miliknya. Memutuskan untuk berjalan di pesisir pantai dengan bertelanjang kaki.

Ia tengah kesal saat ini.

Bagaimana tidak. Rencana minggu indahnya kacau begitu saja karena orang yang ia kira bisa diandalkan malah berkelahi. Parahnya lagi, ia diminta jalan ke pantai yang jaraknya lumayan jauh seorang sendiri.

Adara ingin menonton film, makan di restoran enak, minum kopi di cafe aesthetic, mengelilingi kota, menonton pertunjukan musik di jalanan, makan es krim dan mampir sebentar ke photobox. Namun itu semua hanya khayalan.

"ARGHHH!!"

Adara berteriak kesal ke arah datangnya ombak. Menatap matahari yang mulai berwarna jingga. Berkali-kali ia menarik nafas panjang dan mencoba mengikhlaskan kejadian hari ini. Namun tetap saja ia kesal pada Jeffandra.

Padahal ia sangat-sangat berharap, hari ini adalah hari yang manis untuk mereka berdua. Tapi apa-apaan ini. Berjalan di pantai sendirian? Ia merasa dibodohi keadaan.

Bahkan sekarang ia tidak lagi berharap laki-laki itu datang ke sini. Ia akan marah. Ia tidak akan berbicara dengan Jeffandra dalam waktu yang lama. Ia janji pada dirinya sendiri.

Gadis itu berkali-kali mengumpat dan menyibak ombak dengan kakinya. Sambil berdiri menghadap pantai yang tenang, ia beradu pandang dengan matahari yang meski berwarna jingga terang itu terlihat teduh.

Tak lama kemudian suara motor yang sangat familiar di telinga Adara terdengar mendekati tempat ia sedang berdiri. Adara spontan menoleh.

Jeffandra turun dari motornya dengan segera dan menghampiri Adara yang kini sedang menatapnya kesal. Penampilannya berantakan, wajah dengan sedikit lebam dan ujung bibir yang sobek. Rambutnya sudah tak karuan dan buku-buku jarinya berdarah.

"Maaf. Filmnya udah lewat dari tadi." ucap Jeffandra sambil menyeka ujung bibirnya yang berdarah segar.

Gadis itu tidak menjawab. Tetap menatap marah dan berkali-kali menarik nafasnya kasar.

"Lain kali aja nontonnya gimana? Ayo naik, gua anter lo balik." Jeffandra menggandeng tangan Adara. Namun belum sampai satu detik, Adara menepisnya.

"Kenapa sih, Ra? Ini udah sore, kalo lo mau marah di rumah aja. Sekarang kita pulang."

Lagi-lagi hanya tatapan marah dan kesal yang Jeffandra dapatkan sebagai jawaban.

"Cuma nonton kan? Bisa besok, Ra! Jangan-"

Plak!

Tamparan keras mendarat mulus tepat di pipi Jeffandra. Apakah arti jalan mereka hari ini hanya menonton film? Setelah itu pulang, lalu lupakan apa yang terjadi? Begitu maksudnya?

"Segampang itu lo anggep jalan kita hari ini?! Lo punya hati ngga sih?! Padahal gue berharap lebih ke lo! Ternyata gua salah??!" Adara akhirnya bicara dengan nada tinggi.

"Gua juga nggak mau acara kita batal semua hari ini! Gaada yang mau semua berantakan, Ra!" Jeffandra pun mencari pembelaan.

"Maksud lo, musuh lo tadi lebih penting??!"

"Gua nggak pernah bilang gitu, hari ini emang khusus buat lo, cuma kejadian kayak tadi gaada yang duga, Ra!"

"Gue bisa gila kalo lo terus-terusan campurin gua sama geng berandal lo itu! Paham ngga sih?!"

AZARGAS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang