Sedari tadi mata Mira tidak lepas memperhatikan Vito bersama Chika. Pagi tadi Chika memang sudah berada di cafetaria demi membantu Vito. Untuk apa wanita itu selalu datang kemari? Padahal' kan ia sendiri juga bisa membantu Vito. Jadi Chika tidak perlu repot-repot datang kemari hanya untuk membantu Vito. Ahh! Sial.. Mira harus merasa asing di tengah-tengah mereka saat ini. Vito seakan-akan melupakannya. Hei! Apa wanita itu tidak ingin pulang? Atau ia tidak ingin menunggu putranya di sekolah hingga pulang saja?
Jika seperti ini terus mereka bisa dekat. Bahkan terlalu dekat bagi seorang teman. Mira kira, Vito tidak akan berhubungan dengan Chika lagi setelah bertemu dengannya. Tapi tidak. Nyatanya semakin hari pertemuan mereka membuat Vito dan Chika selalu bersama. Apalagi adanya Kenzo, anak itu seakan-akan selalu menjadi jembatan untuk Chika dan Vito bertemu.
Pagi ini keadaan Cafetaria milik Vito ada beberapa pelanggan yang mengantri. Perlu diketahui ini adalah kali pertamanya Chika ikut membantu Vito melayani pelanggan. Katanya mumpung hari ini ia masih dalam libur bekerja.
"Vit, ini kok cairan kopinya gak keluar-keluar, ya?" sudah lima menit Chika berdiri di depan mesin kopi, ia berharap mesin pembuat Espresso itu segera menghasilkan kopi hitam yang ia perlukan untuk membuat latte.
"Mana coba saya lihat?" Vito mencoba mengecek mesin kopinya takut jika mesin kopi itu rusak. Vito terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dengan gemasnya Vito menarik hidung mancung Chika. "Jelas lah kopinya gak keluar-keluar. Kamu belum atur airnya, Chika!"
Chika menautkan kedua alisnya, "Masak sih? Kayaknya udah" sangkal Chika.
"Itu buktinya belum, Chika"
Seorang wanita tua yang sedang menunggu roti isi buatan Vito nampak tersenyum melihat interaksi Vito dengan Chika. Wanita tua itu adalah seorang pelanggan setia yang selalu mengantri roti isi buatan Vito setiap paginya. "Vito san, kanojo wa anata no koibito desuka?" (Vito, apa dia kekasihmu?) tanya wanita tua itu sembari memperhatikan Chika.
Vito terkekeh, "Kanojo wa watashi no gārufurendode wanai, obasan" (Dia bukan pacar saya, Bibi) jawab vito ramah sembari memasukan semua pesanan wanita tua itu kedalam plastik.
"Kanojo wa kirei desu!" (Dia cantik!) bisik wanita tua itu yang langsung menghadirkan gelak tawa di antara keduanya.
"Arigatou gozaimasu,obasan" (Terimakasih, Bibi)
Tak lama setelah wanita tua itu pergi, Chika langsung mendekati Vito, Chika menautkan alisnya, wajah Vito terlihat berseri-seri. Hei! Apa laki-laki ini senang jika ada orang yang mengira mereka adalah sepasang kekasih? Chika bahkan tidak suka.
"Memangnya kita kayak orang pacaran, ya? Sampai di kira pacaran mulu sama orang-orang" gumam Chika.
"Memangnya kamu gak mau jadi pacar saya?" tanya Vito sambil menaruh tangannya di pundak Chika. Tingginya dengan Chika benar-benar nyaris sama. Vito tidak perlu sulit melihat wajah samping Chika yang kini sudah merah karenanya.
Chika bergidik geli, "Enggak!" ujarnya lalu melepaskan tangan Vito di pundaknya.
"Liat aja nanti. Pasti kamu suka sama saya." ujar Vito sambil menggerakkan kedua alisnya.
Chika tertawa pelan lalu ia menarik hidung Vito sebentar, "Ngarep. Nggak mungkin lah, Vito." Chika tidak menghiraukan Vito lagi, ia lebih memilih berjalan ke arah kulkas untuk menaruh kotak tupperware yang berisi strawberry.
"Kok gak mungkin?" Vito menyangga tubuhnya di depan pintu kulkas untuk menghalangi Chika. Ia mulai mendekatkan wajahnya hingga berada tepat di depan wajah Chika. Menatap lekat bola mata berwarna coklat itu.
Chika cukup membeku saat Vito menatapnya seperti ini. Chika bahkan lupa kapan terakhir kali jantungnya dibuat berdegup kencang seperti ini. Wajah mereka benar-benar dekat. Chika bahkan bisa merasakan hembusan napas halus Vito di wajahnya. Matanya yang tadi sempat terpejam langsung Chika buka.

KAMU SEDANG MEMBACA
River Flows In You
RomanceAku akan mengubah makna sungai kecil yang mengalir itu, Chika. Alvito Fadrin