Part-9: Summer

563 81 23
                                    

Libur musim semi sudah berakhir, itu artinya sebentar lagi musim panas akan tiba. Seperti biasa sebelum berangkat bekerja, Chika harus mengantar putranya ke sekolah terlebih dahulu. Sekolah Kenzo berada di pusat kota Tokyo, cukup jauh memang. Pagi ini ketika sampai di hotel, Chika tergesa-gesa memasuki loker. Ia melepas blazernya kasar. Dey, wanita yang menjadi teman kerja Chika itu menggelengkan kepalanya ketika melihat kebiasaan pagi sahabatnya ketika datang.

"Santai Chik, ini masih pagi banget, lo belum telat kok" ujar Dey yang sedang merias wajahnya di cermin. Sementara Chika, ia sudah kalang kabut memakai uniform khusus room maid, belum lagi ia juga harus merias tipis wajahnya.

"Emang ini jam berapa?" tanya Chika.

"Masih jam 6:30" jawab Dey tanpa mengalihkan pandangannya dari cermin.

Chika menghela napasnya lemah, "Astaga, gue pikir ini udah jam 7" Chika akhirnya menjatuhkan punggungnya di kursi sebelah Dey. Napasnya masih terengah-engah.

"Chik, lo tau gak?" Dey baru saja menutup bedaknya lalu mulai menatap Chika.

"Enggak. Kan lu belum cerita Dhea!" Chika menegakan badanya dan memulai memoles wajahnya dengan alas bedak.

"Gue punya berita, lo pasti heboh dengernya, Chik" Dey mendekatkan wajahnya sambil memasang wajah seriusnya. Ah, wanita itu terlalu serius hingga menimbulkan rasa penasaran di kepala Chika.

"Cepetan! Apaan sih?" geram Chika karena Dey tak kunjung bercerita.

"Chik, ternyata Pak Shamy itu duda! Gila gak tuh, gue baru tau!" seru Dey dengan mata yang berbinar. Senyumnya merekah. Dey bahagia. Iya, Dey bahagia karena mengetahui fakta manager tampannya itu adalah seorang duda. Dey benar-benar tidak menyangka akan fakta dari seorang Shamy Natio yang baru ia ketahui. Namun, senyum sumringah Dey luntur saat ia menyadari ekspresi dari Chika. Temannya itu tidak menunjukan reaksi apa-apa. Bahkan Chika tidak terlihat kaget sama sekali. Cukup aneh di mata Dey memang.

"Ih, kok lu gak heboh sih, Chik?" Dey memukul pelan paha Chika.

"Ya, terus gue harus gimana? Jingkrak-jingkrak gitu?"

"Habisnya muka lu datar aja. lu kayak gak kaget. Apa jangan-jangan lu udah tau ya?" selidik Dey.

Chika terdiam, ia menatap pantulan wajahnya dan Dey di cermin. "Gak penting aja sih buat gue. Lagain gue gak peduli" nada Chika terdengar cuek. Bukan, ia bukan tidak kaget mengetahui fakta seorang Shamy Natio adalah duda, ia bahkan sudah lebih dulu mengetahui fakta itu. Fakta itu bukan sesuatu yang harus ia hebohkan.

"Kalau dari awal gue tau pak Shamy yang ganteng itu duda, udah dari dulu gue ganjen ke dia. Kalau dia mau, gue siap kok jadi ibu sambung buat anak-anaknya" ujar Dey sambil menumpu tangannya di dagu. Ia sedang berhalu ria sekarang.

"Gak usah banyakan ngehayal, bangun woy! Gak usah ngarep" Chika menepuk pelan bahu Dey lalu beranjak dari duduknya.

"Ih, napa sik? Emangnya lu gak tertarik apa sama pak Shamy? Dia itu ganteng, tinggi, putih, kaya, pinter, kurang apa lagi cobak?"

Mungkin bagi Dey, Shamy adalah sosok yang idaman. Tampan, berkharismatik, berwawasan tinggi, kaya, benar-benar sosok yang sempurna. Namun bagi Chika, itu hanya sisi luar dari seorang Shamy Natio. Chika mengenal Shamy tidaklah sebentar, ia jelas tahu seperti apa sifat laki-laki itu. Shamy terlalu pandai untuk menutupi kebusukannya di depan banyak orang.

Sudah seperti biasa bagi Chika membersihkan kamar-kamar hotel ini. Dengan trolly yang berisi peralatan kebersihan kamar itu ia dorong menelurusi koridor hotel yang panjang ini. Trolly Chika berhenti di sebuah kamar yang masih berpenghuni tamu. Entah apa alasan supervisornya menyuru untuk membersihkan kamar ini. Kamar 501, tangan Chika tergerak untuk memencet bell kamar itu.

River Flows In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang