Part-24: Cemburu?

653 101 38
                                    

Aroma wangi masakan menyambangi indera penciuman Mira yang baru saja pulang pagi ini. Apa Vito sedang masak? Setaunya, pagi tadi saat Mira menelepone Vito, katanya laki-laki itu sedang tidak enak badan. Tapi, kenapa sekarang Vito tiba-tiba memasak sepagi ini? Ah, mungkin saja Vito memang sudah membaik. Syukurlah kalau begitu. Setidaknya Mira lega sekarang, laki-laki itu baik-baik saja.

"Vit.."

Dipanggilnya nama Vito oleh Mira seraya tungkainya berjalan menuju dapur dimana sumber aroma wangi masakan itu berasal.

"Vit, kat--"

Oke, Mira cukup kaget sekarang. Bukan Vito disana, melainkan.. Chika. Iya, Chika. Chika adalah wanita yang Mira ketahui belakangan ini dekat dengan Vito. Sedang apa wanita itu di dapurnya? Kenapa bisa ada Chika di rumahnya sepagi ini? Dimana Vito? Begitu banyak tanda tanya di kepala Mira saat ini.

"Vito masih tidur." ujar Chika yang seolah mengerti kebingungan Mira saat ini. Apalagi kekagetan wanita itu saat melihatnya. Hei, seharusnya Mira tidak sekaget itu melihatnya. Memangnya dia ini hantu? "Hum.. Maaf, saya cuma mau masakin sarapan untuk Vito. Kebetulan kemarin saya dan Kenzo menginap disini. Kamu tidak usah khawatir, nanti kami akan kembali ke apartemen"

Mira hanya mengangguk kecil lalu berlalu begitu saja. Tujuannya saat ini adalah kamar Vito. Dia harus melihat keadaan laki-laki itu. Ketika Mira sudah berdiri di depan pintu kamar Vito, niatnya untuk mengetuk pintu terurungkan saat pintu kamar itu sudah dibuka lebih dulu oleh sang empunya. Melihat wajah Vito yang terlihat  pucat pasi menimbulkan kembali rasa khawatirnya pada Vito.

"Mau kemana? Lo sakit apa, Vit? Kenapa gak ngehubungin gue, sih?" Mira menempelkan punggung tangannya di dahi Vito. "Hangat. Masih gak enak badan? Lo udah minum obat belum? Atau mau--"

"Aduh.. Lo ribet banget, Amirah. Lo hebohnya ngalahin nyokap gua tau gak!" Vito menepis tangan Mira dari dahinya. "Lo gak usah khawatir. Kemarin malam udah di kasih obat kok sama Chika. Gue udah mendingan sekarang. Lo tenang aja, oke!" jawab Vito santai lalu menutup kembali pintu kamarnya sebelum tungkainya berjalan menuruni tangga.

"Dari kapan lo gak enak badan, Hn?" langkah kaki Mira juga mengikuti Vito. Membutut di belakang lelaki itu yang menuruni anak tangga.

"Dari semalem"

"Apa dari semalem? Lo sakit dari semalem tapi gak ngasih tau gue?" kini Mira sudah berdiri di depan Vito sekaligus menghalagi langkah Vito.

"Gak usah berlebihan deh, Mir."

"Berlebihan gimana, Vit? Lo gak ngasih tau gue tapi lo ngasih tau Chika?" Mira benar-benar jengah sekarang. Kecewa adalah perasaan yang paling tepat untuk menggambarkan isi hatinya saat ini.

"Mir, kecilin suara, lo. Gak enak di denger sama Chika."

"Kenapa? Kenapa kalau dia denger? Gue ini sahabat, lo 'kan, Vit? Kenapa lo lebih milih ngasih tau orang lain daripada gue, ha? Lo seakan-akan gak nganggep gue, tau gak!"

Vito menangkup kedua bahu Mira. Menatap dalam mata Mira dengan tatapan teduhnya. "Oke, gue minta maaf. Udah ya. Lagian sekarang 'kan lo udah tau dan gue juga udah mendingan, Mir. Gue gak papa, kok"

Mira berdecak, memalingkan wajahnya dari Vito. Hatinya tidak akan pernah biasa saja setiap di tatap sedekat ini oleh seorang Alvito Fadrin-- sahabatnya sendiri.

"Hei, liat gue, Mir. Gue 'kan udah minta maaf. Gue kurang tulus minta maafnya, ya?" tanya Vito lagi. Namun, yang ditanya hanya diam, bahkan kali ini Mira menepis tangan Vito dari bahunya.

"Mir, udah dong. Kenapa sih lo ngerumitin hal kecil kaya gini?"

Sontak mata Mira menoleh ke arah Vito. "Apa? Hal kecil? Menurut gue ini hal yang besar, Vit. Kalau ada apa-apa sama lo, yang bisa ngehubungin orang tua lo itu cuma gue. Bukan Chika. Bahkan kalau tadi pagi gue gak telpone lo dan gak ketahuan kalau lo lagi sakit, lo gak akan bilang ke gue. Iya 'kan? Lo kenapa, sih, Vit?"

River Flows In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang