Sudah lama rasanya Shamy tak merasakan hatinya sesenang ini begitu mengawali paginya. Apalagi ketika ia memasuki ruang kerjanya dan melihat sebuah foto yang masih setia terpajang di atas meja kerja miliknya itu. Foto itu adalah foto yang kurang lebih selama 8 tahun ini sudah menggeser foto mendiang istrinya. Menggeser semua foto-foto keluarga kecilnya. Sungguh betapa jahatnya seorang Shamy Natio menghilangkan semua kenangan Shania Gracia hanya karena seorang wanita bernama Yessica Tamara. Wanita yang amat ia cintai namun kini malah membencinya.
Shamy baru saja melepaskan jas hitam miliknya lalu ia letakan di punggung kursi kebanggaannya sebelum akhirnya
menghempaskan tubuhnya di kursi itu. Matanya kemudian melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya, ia teringat akan janji Chika yang akan menemuinya pagi ini. Aneh memang, kenapa wanita itu tiba-tiba saja ingin menemuinya? Apa dia butuh biaya lagi untuk pengobatan ayahnya? Setahu Shamy dari informasi yang ia dapatkan dari orang suruhanya yang ia tugaskan untuk mengawasi ayah Chika, laki-laki paruh baya itu sudah lebih membaik dari sebelumnya. Lalu apa niat Chika ingin menemuinya? Tidak mungkin tanpa sebab 'kan? Atau mungkin-- ada hal lain yang ingin Chika sampaikan?Tak lama dari itu, kedatangan Chika yang Shamy tunggu kini membuat laki-laki itu tersenyum. Senyuman yang begitu rekah. Bahkan kini Shamy tak lagi menghiraukan pekerjaannya. Dia lebih tertarik pada Chika yang berjalan mendekatinya. Ah, Chika memang selalu cantik. Shamy tidak pernah merasa bosan dengan kecantikan wanita itu.
"Maaf, saya mengganggu sebentar, tuan Shamy. Ada hal yang ingin saya sampaikan."
"Oh iya, silakan, Chik"
Chika mengangguk pelan lalu menarik kursi di depan Shamy untuk dia duduki. Jujur saja, ada sedikit rasa takut yang kini Chika rasakan ketika ingin menyampaikan niatnya itu. Sesekali ia mencoba mengumpulkan sedikit oksigen di dalam dadanya lalu di hembuskan perlahan.
"Saya mau resign"
Tidak ada hujan tidak ada angin bagi Shamy, namun, tiba-tiba saja kini Chika melontarkan kata resign padanya. Dia bahkan terlihat langsung berdiri dari duduknya. Sorot matanya begitu tajam menatap Chika, wajahnya memerah, bahkan urat-urat di wajah putihnya pun juga kini tampak dengan jelas.
"Maksud kamu apa, Chik? Resign? Saya gak setuju! Kamu pikir kamu bisa seenaknya minta resign? Asal kamu tau, hotel ini punya aturan untuk seluruh staffnya. Mana bisa seorang staff meminta resign sementara kontrak kerjanya belum usai?"
"Iya, saya tau. Saya bahkan sangat paham akan aturan hotel ini. Dari dulu pun juga saya selalu mematuhi semua aturan gila yang anda buat untuk saya. Sudah cukup. Saya juga punya hak untuk bebas." Chika menyodorkan sebuah map yang berisi surat pemutusan kontrak kerja. "Anda tenang saja, saya akan membayar denda penalti resign. Katakan saja berapa jumlah yang harus saya bayar dan juga setujui di surat ini bahwa saya memutuskan kontrak."
Tidak perlu bagi Shamy membaca isi surat yang ada di dalam map itu, ia langsung melempar map-nya ke atas meja di depan Chika dengan gusar.
"Gila! Saya gak setuju" Shamy memalingkan wajahnya sebentar, mengusap rahangnya kasar. "Memangnya kamu punya uang berapa? Berani sekali mengambil keputusan seperti ini. Jumlahnya tidak sedikit kalau kamu mau tau" ujar Shamy terdengar remeh.
Sebuah gebrakan meja mengagetkan Shamy. Chika, wanita itu menatap Shamy tak kalah tajamnya. "Kenapa sih, Sham, kamu selalu menganggap saya remeh? Apa-apa yang saya lakukan selalu kamu pandang dengan sebelah mata. Kamu pikir saya gak sanggup membayarnya? Kamu salah. Saya masih sanggup, kok, hanya untuk membayar denda itu."
"Tetap saja saya tidak setuju" Shamy mulai mendekati Chika, mencengkeram kuat lengan Chika dan mulai berbisik. "Kamu pikir dengan cara seperti ini kamu bisa lepas dari saya? Tidak semudah itu, Chika!"

KAMU SEDANG MEMBACA
River Flows In You
RomansaAku akan mengubah makna sungai kecil yang mengalir itu, Chika. Alvito Fadrin