Part-16: Masa lalu

615 87 12
                                    

Suara pijakan dan gesekan sepatu yang menuruni anak tangga itu mengusik telinga Mira. Suara kursi meja makan yang ditarik sedikit gaduh dan sapaan selamat pagi itu sudah menggema di ruangan ini. Mira sudah hapal betul siapa itu. Siapa lagi kalau bukan Vito. Laki-laki itu kini sudah duduk di meja makan sambil meneguk susu coklat yang biasa Mira siapkan tiap pagi. Sudah terhitung lima bulan lebih Vito tinggal bersamanya di negri ini. Dan sudah lima bulan pula sarapan pagi Mira di temani Vito, yang tidak seperti biasanya yang terkesan hampa.

Mira berjalan dari arah pantry menuju meja makan dengan sebuah mangkok berisi cereal. Ia mengerutkan dahinya melihat tampilan Vito pagi hari ini. Laki-laki itu tampak rapi dengan setelan hoodie hitam dan juga jogger pants yang juga berwarna hitam. Di tambah dengan sepatu sneakers berwarna abu. Hei, apa Vito ingin lari pagi? Mungkin iya. Karena setahu Mira hari ini temannya itu memang menutup cafetaria nya. Ahh, mungkin Mira juga akan mengganti pakaiannya dengan kaos dan celana setelah ini.

"Mau kemana, Vit? jogging ya? Gue ikut yah. Udah lama gue gak lari pagi. Tunggu bentar, gue mau ganti baju dulu" dengan secepat kilat Mira berlari kecil menuju tangga. Namun, ketika ia baru sampai di anak tangga kedua, suara Vito menghentikan langkahnya.

"Eh, siapa bilang mau jogging? Hari ini gue mau dateng ke fetival olahraga di sekolah nya Kenzo" ujar Vito sebelum pada akhirnya ia memenuhi mulutnya dengan roti gandum.

"Apa?" Mira berjalan pelan ke arah Vito. Alisnya bertaut. Matanya memicing menatap Vito.

"Iya, gue mau ke sekolahnya Kenzo buat ngehadirin festival olahraga musim panas, Amirah. Kenapa sih?" Vito benar-benar bodoh kali ini. Tidak taukah dia bahwa kini Mira benar-benar tidak suka. Tidak suka akan apa yang di dengarnya barusan.

Mira menarik kursi di depan Vito, ia menatap laki-laki itu dengan jengah. "Vit, lo kenapa sepeduli itu sama mereka? Mereka bukan siapa-siapa lo Vit. Tapi, kenapa belakangan ini apa-apa Chika! apa-apa Kenzo! Sespesial apa sih mereka, Vit? Sampai lo lupa sama gue? Lo sadar gak sih, hah?"

Rahang Vito yang menguyah roti itu perlahan memelan, apa ia sudah bersalah karena merasa melupakan Mira? Jujur, Vito tidak bermaksud seperti itu. Bahkan menurutnya ia tidak merasa seperti lupa akan Mira. "Bukan gitu, Mir, "

"Terus apa?" Vito tersenyum melihat bagaimana ekspresi Mira sekarang yang terkesan jutek. Tatapannya yang dingin, alisnya dan bibirnya sama-sama mengerut. Menurut Vito, sedikit mirip dengan peran antagonis di sebuah sinetron. Benar-benar mengemaskan di matanya. Ahh sahabat kecilnya itu tidak pernah berubah.

"Vit, gue juga pengen jalan-jalan sama lo. Bukan cuma Chika dan anaknya doang! Gue gak suka lo deket-deket Chika. Lo sekarang udah berubah! Udah lupa sama gue" mata Mira sudah memerah, buliran bening itu pun sudah menetas. Aihh, kenapa Mira sedikit mendrama? Padahal setahu Vito, Mira sangat gengsi menjatuhkan air mata di depannya.

Vito segera bangkit dari kursinya, ia berjalan mendekati Mira, dan menggantungkan lengannya di pundak wanita itu. "Kenape sih lu, Mir? Cemburu ya, lu sama Chika? Uhhm?"

"Apaan sih?" Mira melepaskan lengan Vito yang menggantung di pundaknya lalu bangkit menuju wastafel. Ia sama sekali tidak menghiraukan Vito yang kini membututinya di belakang.

"Tenang aja lo tetep jadi yang spesial kok di hati gue. Tapi, gak tau nanti"

Mira membalikan badanya, alisnya bertaut. Ia menunjukan reaksi tidak terima. "Kok gitu?"

"Ya, kalau nanti gue udah punya istri dan berkeluarga gak mungkin dong gue menomor duakan istri gue. Gimana sih, lu!"

Mira mengerucutkan bibirnya. Benar. Suatu saat nanti mereka akan memiliki pasangan masing-masing yang akan selalu mengasihi dan menjaga mereka. Vito mungkin tidak akan membutuhkannya lagi nanti. Ia dan Vito hanya sebatas sahabat. Tidak lebih.

River Flows In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang