"Roy, menurutmu, gimana sih cara membuat seseorang terus mengenang kita?" tanya seorang rekan kerja kepadaku saat aku sedang bersantai di kafe.
"Em ... maksudnya?" tanyaku bingung. "Kenapa tiba-tiba tanya seperti itu?"
Jujur, aku agak takut menjawab jika diberikan pertanyaan yang tiba-tiba seperti itu. Mungkin benar, aku terlalu takut salah bicara. Bisa saja kan, jika aku asal ceplos, itu justru berdampak pada mentalnya? Tapi ya, mau bagaimana lagi, orang-orang yang datang padaku kebanyakan untuk curhat tentang masalahnya.
Dia kemudian menceritakan kisahnya yang kuakui cukup menyedihkan. Dia punya banyak teman saat dulu di kampus. Karena memang, dia termasuk aktivis dan cukup terkenal di kampusnya. Namun, setelah lulus, semuanya berpencar dan selang beberapa bulan, entah kemana rimbanya. Teman-temannya seakan menghilang di telan bumi. Setahun kemudian, dia tidak sengaja bertemu dengan salah satu sahabat sekampusnya. Saat dia mencoba menyapanya, dia harus menyadari satu kenyataan yang pahit.
"Mereka sudah melupakanku, Roy. Padahal aku tidak pernah melupakan mereka," tuturnya dengan raut muka yang sendu, menutup pengalaman tak mengenakan itu. Terlihat jelas, ada sebongkah kekecewaan dari kata-katanya.
Mendengarkan kisahnya itu, diriku juga sedikit trenyuh. Meskipun terkadang aku bersikap tak acuh ke lingkungan sekitar, aku tidak sampai hati dengan sengaja melupakan teman yang mengisi hari-hariku selama ini.
"Yang sabar, ya. Mungkin dia memang pelupa kali," ucapku untuk membesarkan hatinya.
"Tapi belum nyampe setahun loh Roy ...."
Aku tersedak ucapanku sendiri. Akhirnya, aku hanya tersenyum canggung.
"Begini, kamu tadi tanya kan, bagaimana caranya agar kita tidak mudah dilupakan?" ucapku mencoba mencairkan kecanggungan itu.
"Iya, kamu tahu caranya?"
"Tentu. Kamu tahu, kenapa orang bisa melupakan kita? Itu karena di otak temanmu, kita dianggap sesuatu yang biasa-biasa saja, bukan sesuatu yang spesial. Maka, agar selalu diingat, jadilah seorang teman yang berbeda dari yang lain."
"Maksudnya jadi teman yang berbeda, Roy?"
"Kamu pernah reunian bersama guru sekolahmu tidak? Coba deh tanya, siapa diantara siswa-siswanya yang paling dia ingat? Aku berani jamin, jawabannya kalau bukan murid terpintarnya, pasti murid ternakal ataupun terbodohnya. Karena orang-orang itulah yang berbeda dari kebanyakan orang."
"Oh, I see. Ngomong-ngomong, apa yang kamu lakukan biar selalu diingat temanmu, Roy?"
"Eh, Itu ...," ucapku ragu.
Seseorang tiba-tiba menepuk pundakku dari belakang. Saat kupalingkan wajah ke arahnya, dahiku mengkerut. Rasanya, wajahnya cukup familiar deh. Tapi siapa, ya? batinku.
"Loe Roy, kan? Gue yakin sekali, loe pasti Roy?" ucapnya antusias.
"Eh, i-iya. Benar," ucapku ragu. "Siapa, ya?"
"Masa lupa sama temen sendiri. Ini gue, temen SD loe!"
Lama aku termenung memikirkannya. Tiba-tiba, terbesit sekilas ingatan masa lalu. "Ah, aku ingat. Bokir, kan?"
"Sialan loe. Itu nama bapak gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoskop - 3 Menit Untuk Selamanya
Short StoryTerkadang, hal yang singkat dalam hidup memberikan kesan yang lebih mendalam Kadang pula, sesuatu yang terlihat sederhana memberikan pelajaran yang berharga Dan mungkin saja, peristiwa yang tidak banyak orang tahu justru yang membuatnya bermutu Kale...