" Itulah akibatnya karena terlalu memanjakan anak bungsumu " Tsunade menyuapi Ayahnya sembari mendumal. Ini sudah diambang batas kesabarannya karena Kizashi terus saja membela Sakura. Anak bungsunya itu bahkan tidak bisa melakukan apapun, membuat dirinya kesal setengah mati karena mengacaukan apa yang sudah ia kerjakan dengan rapi.
" Jangan terlalu sering memarahi adikmu " Kizashi membuka mulutnya saat Tsunade menyuapinya. Ia sangat tahu kalau Tsunade menginginkan perusahaan sedangkan dirinya malah memberikannya kepada Sakura.
" Semua itu karena didikanmu, dapur hampir saja hancur karena anak kesayanganmu mulai mencoba memasak lagi. Dan sekolah private? Apa gunanya kalau otaknya tidak bisa menampung banyak pelajaran " Wanita cantik itu menaruh sendok didalam mangkuk yang berisi sup yang dibuatnya. Ia bahkan hampir menumpahkannya karena langsung menaruh mangkuk itu dengan kasar diatas nakas.
" Sakura masih muda dan masih harus belajar banyak " Wanita itu tidak bisa menerimanya. Ia tidak mau dikalahkan begitu saja oleh adiknya.
" Ya Tuhan, sudahlah makan saja sendiri. Aku muak mendengarmu terus saja membelanya "
" Tsunade, kamu harus lebih memahami adikmu " Bentaknya, Kizashi pun tak bisa untuk tidak kesal karena anak sulungnya itu terus-menerus memojokkan Sakura. Sakura berbeda dengan Tsunade, sangat jauh perbedaannya.
" Persetan! Anak itu bukan bocah lagi bahkan dia sudah punya anak, sudah saatnya ia mengetahui semuanya. Sebaiknya Papa cepat beritahu Sakura kenapa Mama bisa meninggal, atau.. " Tsunade sengaja menggantungkan kalimatnya, wanita cantik yang merupakan anak sulung dari Kizashi itu tersenyum sinis.
" Atau Papa lebih suka aku yang mengatakannya sendiri " Matanya yang tajam mampu membuat Kizashi antipati, anaknya itu selalu saja membuat jantungnya kembali kambuh karena kelakuannya.
" Jangan, pikirkan keponakanmu. Sakura juga adikmu satu-satunya. Kenapa kamu begitu membencinya? " Kizashi menatapnya lekat, ia tahu anaknya sangat marah kepadanya. Tapi ia tidak bisa berlaku apapun.
" Berikan perusahaan kepadaku, kamu tidak mau kan kalau si bodoh itu menghancurkannya dalam satu hari? " Pria itu sudah bisa memprediksinya, Sakura memang tidak bisa memimpin perusahaan. Setidaknya itu lebih baik ketimbang membiarkan Tsunade menghamburkan uang perusahaan untuk membeli barang-barang bermerk.
Tsunade membanting pintu kamar Ayahnya. Saat ia berbalik dirinya menemukan Sakura yang tengah berdiri disana dengan senyuman. Tangannya membawa segelas air putih, yang sudah bisa dipastikan untuk siapa.
Kakaknya menatapnya dengan tajam, selalu saja seperti ini. Sakura sudah berdiri disana kurang lebih lima menit. Ia tahu apa yang dibicarakan oleh mereka, namun ia tetap diam karena tidak ingin membuat suasana semakin tegang. Ia hanya menyimpan pertanyaan didalam hatinya karena tidak mau membuat Kakaknya semakin marah kepadanya.
Perusahaan, wanita itu pasti selalu saja menyinggung soal perusahaan. Andai saja ayahnya mau mengubah surat wasiatnya, mungkin hubungan mereka baik-baik saja. Andai saja ibunya masih hidup mungkin saja keadaannya tidak akan seperti ini. Andai saja Kei belum anda mungkin ia bisa membalas semua tuduhan Kakaknya kepadanya. Sakura diam karena melindungi dirinya begitupun anaknya.
" Kakak sudah menyuapi Papa? " Tsunade hanya memutar bola matanya dengan malas. Wanita itu menekuk tangannya didepan dada lalu menundukkan kepalanya sejajar dengan wajah adiknya.
" Apa itu penting? " Telunjuknya ditaruh didahi Sakura, mengetuknya dengan kekesalan yang sudah membuncah.
" Kak, kalau memang Kakak ingin.. "
" Minggir, jangan pernah menasehatiku ataupun memberi saran kepadaku. Belajar saja yang benar, hari pentingmu akan segera tiba " Tsunade berdecih lalu menyenggol Sakura hingga air yang dibawanya tumpah mengenai bajunya. Padahal sudah terbiasa seperti ini namun rasanya masih tetap sama.. nyeri di ulu hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
a Romantic Story About Sakura (SASU x SAKU) ✔
Fanfiction📍 Mature for Language Content 📍 Sakura sudah lelah bersembunyi bersama anaknya. Wanita itu mengambil keputusan sepihak demi menyelamatkan keluarga, rumah , dan juga perusahaannya. Tapi melakukan pilihan demikian tak membuat kedua Uchiha jera. Mere...