Happy Reading 💓💅
__________
Yok gaes tap bintang nya!
"Makanya enggak usah sok-sokan nolong orang, kalo akhirnya lo yang di tolong!" desak Mawar.Kini mereka ber-empat sudah berada di dalam mobil milik Nataline. Mereka akan mengantarkan Ana ke tempat kerjanya, sekalian bersantai di situ setelah melewati hari yang membuat mereka lelah plus gondok.
Adel yang sedang duduk di kursi belakang seraya menyenderkan kepala nya sebab pusing, kini hanya bisa termenung.
"Masih sakit enggak, Del? Apa mau ke Rumah Sakit aja?" tanya Ana.
"Yailah, Na. Enggak usah kali, masa gitu doang harus di bawa ke Rumah Sakit." saut Nataline yang masih fokus menyetir mobil. "Entar juga pas sampe Caffe langsung sembuh tuh bocah."
Dalam hal seperti ini memang Adel tidak perlu di ragukan. Karena, ia adalah gadis yang kuat. Ia bisa tahan sakit dalam luka yang sedikit dalam. Sama seperti Ana.
Tau lah alasannya, karena ia Adel adalah gadis yang tomboy.
"Ish, gondok banget gue sama mereka. Bukan nya bilang makasih kek sama gue! Malah dorong-dorong, dasar enggak tau diri!" desis Adel.
"Ya lagian lo, ngapain sih pake segala buka in pintu buat mereka. Udah tau desak-desakan kaya gitu, untung aja lo enggak mati pengap."
"Karena, berbuat baik itu perlu pengorbanan!" saut Ana seraya menatap Mawar dan Adel bergantian.
Mendengar ucapan Ana membuat Mawar tertunduk. Selama ini ia jarang sekali menolong orang, bukan tanpa alasan. Hanya saja ia tak ingin orang itu terus bergantung pada orang lain.
Ia menginginkan orang itu untuk berjuang terlebih dahulu sebelum mengeluh.
"Yuk turun, udah sampe nih. Pokoknya nanti kita harus makan yang banyak!"
*****
Tempat yang membuat hati Gibran sedikit lebih tenang adalah di taman belakang rumah nya sendiri.
Kini ia hanya terduduk melamun seraya memandangi pohon jambu biji yang berada di depan nya dengan tatapan kosong. Sesekali ia tersenyum kecut saat mengingat kenangan nya bersama Winata-almahrum istrinya.
Pohon itu ia tanam bersama-sama dengan Winata saat keluarga kecil nya masih lengkap dan harmonis. Tidak seperti sekarang, ia terus-terusan menyalahi Ana dengan
alasan yang sangat tidak masuk akal.Hari ini ia sedang beristirahat di rumah karena kondisi yang kurang sehat. Penyakit yang selama ini ia derita sedang kumat.
"Win.. Kenapa kamu ninggalin aku secepat ini? Aku enggak sanggup tanpa kamu, Win!" desis Gibran.
"Aku selalu inget kamu saat ngeliat wajah anak kita. Tapi.. Kenapa aku malah benci saat lihat muka dia? Aku selalu ingin berbuat kasar sama dia.. Win.. Aku harus gimana? Aku bingung sama diri aku sendiri."
Tubuh Gibran kini sudah bergetar dengan hebat yang menandakan ia sudah menangis dengan isak. Mata nya sembab, begitu pun dengan tubuhnya sangat lemas.
Tiba-tiba saja dada nya menjadi sesak, napas nya tidak karuan. Ia pun buru-buru bangkit dari duduk nya untuk pergi ke kamarnya mengambil obat. Namun, saat belum sepenuhnya ia berdiri. Tubuhnya sudah tumbang ke rumput-rumput hijau yang ia pijak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA🙇) Jangan jadi silent readers! "Apa aku seburuk itu sampai-sampai Ayah gak mau menganggap aku sebagai anak?" tanya Ana memberanikan diri. "Ya! kamu bahkan lebih buruk dari seekor monyet!" Ana semakin menangis mendengar bahwa...