Happy Reading 💓💅
__________
"Assalamualaikum, aku pulang." salam Ana seraya membuka pintu rumah nya.
Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Ayah nya yang sedang tertidur di sofa ruang tamu dengan tumpukan berkas-berkas kantor nya.
Sesibuk itu kah Ayah nya? sampai-sampai saat Ana melihat Ayah nya pasti sedang beradu dengan kertas putih atau dengan laptop.
Ia pun menghampiri Ayah nya dengan senyuman lelah. Ia capek habis berkerja, tapi ia senang melihat raut wajah Ayah nya yang tenang dan damai tidak saat seperti sedang berbicara dengan dirinya.
"Aku bangun in gak, ya?" ujar Ana bingung, ia tak tahu harus bagaimana. Jika ia membangunkan Ayah nya sudah pasti ia akan dimarahi nanti nya. Tapi.. jika tidak di bangunkan pasti Ayah nya akan kedinginan di sini. Lalu, ia harus bagaimana? "Aku ambil selimut aja deh."
Ana pun berjalan menaiki anak tangga satu persatu hingga berhasil berada di depan pintu kamar nya. Ia pun buru-buru mengamabil selimut bebahan tebal seraya menaruh tas nya di kamar.
Satu persatu ia buka lemari nya untuk mencari keberadaan selimut itu. Selimut yang dulu nya selalu di pakai saat Ana sedang di bacakan dongeng oleh Ayah nya.
Jadi.. ia selalu menyimpan nya di lemari agar tidak rusak atau pun kotor, ia tak mau kenangan yang ada di situ hilang begitu saja.
"Ketemu!!" tak mau buang-buang waktu lagi, ia pun langsung buru-buru turun ke lantai dasar untuk menyelimuti Ayah tercinta nya.
Walaupun sikap Ayah nya berbanding balik dengan sikap Ana terhadapnya. Tapi, tidak papa karena semua itu akan berubah pada saatnya. Percayalah.
Saat sudah sampai di lantai dasar, Ana langsung menghampiri Ayah nya yang sudah berbeda posisi, tidak seperti tadi saat Ana pertama lihat saat membuka pintu. Kini berkas-berkas itu sudah jatuh ke bawah dari tangan Gibran, berceceran kemana-mana.
"Aku harap raut wajah Ayah terus kaya gini, saat bangun nanti. Atau saat berbicara dengan Ana." ucap Ana seraya menyelimuti Gibran dengan selimut kesayangan Ana.
Kemudian.. Ana membereskan berkas-berkas yang jatuh ke lantai. Satu persatu sudah Ana ambil. Sesekali ia lihat isi nya yang tak begitu ia mengerti tentang saham-saham. Di karena kan ia belajar tentang kedokteran jadi kurang paham dengan ini.
Berkas-berkas itu pun sudah tersusun rapih di samping laptop yang masih menyala. Betapa terkejut nya Ana saat melihat wallpaper laptop itu adalah foto..
"Foto aku, mamah, sama ayah?" ucap Ana terharu. Ia tak bisa menahan senyuman yang terukir di bibir nya. Sudah berapa lama Ayah nya menggunakan wallpaper foto keluarga itu?
Tess
Air mata Ana lolos begitu saja dari kelopak matanya. Tangis haru ini membuat hati nya senang tak karuan. Ia sangat bahagia saat mengetahui bahwa Ayah nya masih menganggap dirinya sebagai anak.
"Aku sayang Ayah sama Mamah." ucap Ana seraya menutup muka nya agar isakan itu tak terdengar oleh Gibran.
*****Pagi hari yang cerah di hari libur ini seakan membuat Ana sedikit lebih tenang dengan udara sejuk sekaligus sinar Matahari yang cerah.
Matanya melirik ke arah jarum jam yang sudah menujukan pukul 7 pagi. Ia pun buru-buru menyisir rambut dengan asal-asal. Saat di pikir sudah cukup rapih dari sebelumnya, ia pun turun ke lantai dasar untuk membantu Bi Ani memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything
Roman pour Adolescents(FOLLOW DULU BARU BACA🙇) Jangan jadi silent readers! "Apa aku seburuk itu sampai-sampai Ayah gak mau menganggap aku sebagai anak?" tanya Ana memberanikan diri. "Ya! kamu bahkan lebih buruk dari seekor monyet!" Ana semakin menangis mendengar bahwa...