The Truth

431 42 3
                                    

"Permisi," Gentala berkata pelan dan ragu.

Wanita yang berdiri memungkuri  Gentala sontak membalikkan tubuhnya. Ia tersenyum lalu mendekati Gentala dengan gaya anggunnya.

"Kamu sudah datang," percayalah tiap kata yang diucapkan wanita itu mampu membius siapapun yang mendengarnya. Tutur katanya halus dan lembut masih seperti dulu, yang Gentala kenal dulu.

"Apa kabar, Tante?" Gentala menyalami wanita paruh baya berparas awet muda itu.

"Masih seperti beberapa hari lalu waktu kita makan siang bersama, syukurlah tante baik," jawab wanita yang tak lain adalah ibu kandung Aratasha, Nilam.

"Ada apa tante mau ketemu saya?," Tanya Gentala to the point.

Nilam mendengus dan tatapannya tiba-tiba beralih ke bawah. Tampak lesu. "Silahkan duduk dulu, Gentala," Mereka pun duduk berhadapan.

Saat ini mereka berada di Resto yang dekat dengan hotel yang Nilam tempati selama beberapa hari di Jakarta.

Genta sangat shock saat menerima pesan pendek dari Nilam yang memintanya untuk bertemu tanpa sepengetahuan Aratasha.

"Genta, Tante ingin minta tolong," Nilam memulai pembahasannya.

"Minta tolong apa, Tante?" Gentala balik bertanya.

"Tante tau kamu dan Aratasha sangat dekat sejak kecil. Walaupun kalian sempat berpisah dalam jangka waktu lama," Gentala menyimak dengan seksama tiap ucapan Nilam.

"Kamu tau bagaimana hubungan kami, Aratasha dan tante dengan keluarga kakek kalian, Kakek Pramana,"

"Mohon maaf sebelumnya tante, sebenarnya saya tidak terlalu faham akan apa yang terjadi hingga akhirnya tante dan Aratasha tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Kakek," Gentala menyela penjelasan Nilam.

"Semua itu terjadi beberapa bulan setelah Papi Aratasha meninggal. Tepatnya ketika lebaran dan acara kumpul keluarga besar Kakek Pramana diadakan," Nilam menceritakan kejadian pedih itu pada Gentala. Mengingat kejadian itu membuat luka Nilam kembali menganga. Ia menangis dihadapan Gentala membuat Gentala iba.

Gentala menyodorkan tisu yang tersedia di atas meja. Nilam pun menerimanya dan menghapus air matanya. Ia kembali berbicara dan berusaha menghilangkan sesenggukannya.

"Kakek kalian tidak pernah menyetujui hubungan tante dan Papi Aratasha. Om Gustav. Tapi semasa hidup om kamu itu selalu melindungi tante. Kakek tidak pernah menolak permintaan Om Gustav karena Om Gustav selalu dimanja Kakek sejak kecil. Tapi ketika Om meninggal, Kakek seperti meluapkan apa yang ia pendam sejak lama. Sejak saat itu kami tidak pernah kembali menginjakkan kaki di rumah Kakek Pramana," pungkas cerita Nilam.

"Lalu apa yang bisa saya bantu untuk tante?" Gentala kembali bertanya.

"Tolong bawa Aratasha bertemu dengan Kakek, Genta," Nilam menunjukkan wajah melasnya.

Gentala melongo mendengar permintaan Nilam. Ia tidak yakin dia bisa. Dari cerita Nilam, tidak akan mudah membujuk Aratasha yang telanjur sakit hati dengan Kakek Pramana.

"Kakek Pramana selalu meminta Aratasha kembali ke rumahnya, tapi Aratasha tidak mau. Ia telanjur sakit hati dengan Kakek Pramana sejak pertemuan terakhir kita. Kakek Pramana sangat menyayangi Aratasha, Kakek Pramana hanya membenci tante, tidak dengan Aratasha," lanjut Nilam.

Gentala mengangguk. Ia tau betul alasan kenapa Kakek Pramana sangat menyayangi Aratasha. Aratasha adalah cucu satu-satunya.

"Bahkan, Kakek Pramana lah yang memenuhi kebutuhan Aratasha sejak kecil. Kakek mengirimi tante sejumlah uang untuk Aratasha tiap bulan. Tapi Kakek mengancam tante jika tante gunakan uang itu untuk kebutuhan tante sendiri. Dan Aratasha tidak pernah tau itu,". Ada nada kesedihan di akhir kata Nilam.

ARATASHA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang