Aratasha sedang berusaha turun dari brangkarnya dengan pelan dibantu oleh Gentala.
"Tacha bisa sendiri, Genta," tolak Aratasha.
Ia geram pada Gentala yang sedari tadi memerlakukannya seolah dia sedang sakit keras.
"Jangan bandel deh," ucap Gentala sambil memegangi Aratasha agar tidak terjatuh.
"Nggak perlu dipegangi, Genta. Sekarang ini Tacha disuruh lari aja kuat kok, apalagi cuma jalan dari sini sampe parkiran," Aratasha menyingkirkan tangan Gentala yang memeganginya.
"Jangan ngeyel, ntar kalo jatoh baru tau rasa," Gentala memeringati Aratasha lagi.
Aratasha memutar bola matanya. Ia heran kenapa Gentala berubah seposesif itu. Padahal biasanya cuek bebek. Bebek aja cerewet dan nggak cuek loh.
Dokter sudah mengizinkan Aratasha untuk pulang. Rencananya mereka akan dijemput oleh Riani dan Rusman. Malam ini Aratasha akan kembali pulang ke rumah Gentala dan keesokan harinya ia akan menyusul ketiga sahabatnya yang sejak sore tadi sudah berada di hotel.
"Duduk dulu, Cha. Aku telepon Mama dulu ," Gentala menuntun Aratasha agar duduk di sofa selanjutnya ia segera menelpon Riani untuk menanyakan apakah sudah sampai di rumah sakit atau belum.
Aratasha tak menurut. Setelah Gentala berbalik membelakangi Aratasha untuk menelpon Riani, Aratasha berdiri dan melangkah ke luar ruangan karena sudah sangat ingin menghirup udara segar setelah seharian berbaring di ruangan itu.
Ia berhenti di pintu masuk dan menoleh ke kanan kiri. Namun ia terkejut ketika menemui seseorang sedang berdiri di depan ruangannya dengan tatapan kosong. Ia berusaha bersikap biasa saja dan tidak menyadarkan orang itu bahwa dirinya sedang memerhatikan orang itu.
Sepertinya orang itu tidak menyadari keberadaan Aratasha. Hingga Aratasha memberanikan diri untuk mendekat. Namun sayang, derap langkah Aratasha membuat orang itu tersadar. Laki-laki tua itu terkesiap dan langsung melarikan diri dari hadapan Aratasha.
"Kakek!," Teriak Aratasha. Namun tak digubris oleh seorang yang tak lain adalah Pramana, Kakeknya.
"Kenapa kamu di luar? Bukannya aku minta duduk?," Aratasha terkesiap ketika Gentala tiba-tiba ada di belakangnya.
"Itu, Genta," Aratasha menunjuk arah larinya Pramana.
"Apa? Jangan mengalihkan pembicaraan!," Sentak Gentala.
"Itu ada kakek," lanjut Aratasha dengan pelan. Hatinya tersentil karena Gentala menyentaknya.
Gentala kaget dan langsung melihat ke arah yang ditunjuk Aratasha. Namun ia tak melihat keberadaan Pramana.
"Nggak ada kok, kamu halu ya?,"
"Beneran ada kakek, tapi kakek lari waktu liat Tacha," keukeh Aratasha.
Gentala masih mencari keberadaan Pramana namun ia tetap tidak berhasil melihat sosoknya.
"Mama udah nunggu di depan," Gentala tak memedulikan Pramana lagi. Mungkin saja Aratasha memang sedang berhalusinasi.
Gentala menuntun Aratasha menuju tempat parkir. Aratasha kembali memutar bila matanya karena Gentala yang lagi-lagi memperlakukannya begitu posesif.
"Genta," panggil Aratasha pelan.
"Hmm,"
"Tolongin Tacha mau nggak?,"
"Apa?,"
"Tolong bilang ke Kakek kalau Tacha udah maafin Kakek," Gentala sontak menghentikan langkahnya dan menatap Aratasha dengan serius.
"Maksud kamu?," Tanya Gentala dengan heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARATASHA (COMPLETED)
Romanzi rosa / ChickLitBerawal saat Ndoro Nyai Riani yang tak lain adalah Mama-nya sendiri yang menitipkannya kepada orang kepercayaan selama ia menyelesaikan skripsi di ibukota. Siapa sangka sosok kepercayaan itu adalah adik sepupu perempuannya yang telah lama menghilang...