Mereka datang

175 10 3
                                    

Aratasha sedang duduk selonjoran di atas ranjang di kamarnya. Dua minggu bukanlah waktu yang sebentar. Andai ia bukan sedang dipingit, pasti ia sudah plesiran sejak awal ke Jogja. Secara Jogja adalah salah satu kota yang indah di Indonesia.

Ia merasa bosan berada di rumah terus menerus. Rasanya sangat sepi karena yang lain sibuk dengan urusannya masing-masing. Hanya ada Maminya yang menemani Aratasha selama dipingit. Kedua adiknya sekolah dan Ayah sambungnya kerja. Budhe kesayangannya pun belum mengunjunginya lagi sejak hari itu.

Terus terang saja, Aratasha mengakui bahwa ia merindukan ketiga sahabatnya di Jakarta. Dan satu orang lagi yang paling ia rindukan, siapa lagi kalau bukan Kakak sepupunya sendiri, Gentala.

Aratasha menyalakan ponselnya walaupun ia tau tidak akan ada notifikasi yang begitu penting. Naufal benar-benar tak menghubunginya. Mungkin benar kata Maminya kalau alasannya bahwa ia sedang dipingit. Tapi setaunya, kalau hanya berkomunikasi lewat ponsel saja tidak masalah. Hal itu membuat Aratasha agak ragu.

Lalu Aratasha membuka galeri di ponselnya. Ia menyetel video yang ia ambil saat berkumpul di apartemen Gentala. Itu adalah masa yang sangat membahagiakan bagi Aratasha. Ia dan Gentala jadian, walaupun sekarang sudah tidak lagi. Bahkan Gentala belum mengabarinya sama sekali. Kadang ia merasa gila memikirkan dua laki-laki yang akhir-akhir ini selalu ada di kepalanya. Siapa lagi kalau bukan Naufal dan Gentala. Jelas Aratasha tau kalau dirinya dan Gentala itu tidak mungkin. Tapi, dirinya dan Naufal apakah mungkin? Hanya karena mereka bukan saudara, apakah menjamin mereka jodoh? Bahkan mengalihkan pikiran untuk selalu memikirkan Naufal dan menghilangkan Gentala saja Aratasha belum bisa. Sekarang ia mengakui ucapan Nugi waktu itu benar, ia tidak bisa begitu saja beralih dari satu laki-laki ke laki-laki lain.

Merasa sangat frustasi, Aratasha melempar ponselnya ke sembarang arah dengan raut jengah. Ia menggoyangkan kakinya karena kehabisan akal untuk mengatasi rasa frustasinya.

Braakkkk

"TACHA!!!,"

Aratasha mengelus dadanya sendiri ketika tiba-tiba pintu kamarnya di buka dengan kasar dari luar diiringi pekikan cempreng yang sangat ia kenali.

Dengan berebutan, mereka masuk ke dalam kamar Aratasha. Aratasha pun tak kalah kaget ketika melihat ketiga sahabatnya tiba-tiba datang.

"Gimana kabarnya, Cinta Gue?!!," Pekik Nugi terlebih dahulu.

Aratasha bangkit berdiri dan langsung memeluk ketiga sahabatnya bersamaan. Baru aja dirinduin, udah pada keliatan aja batang hidungnya. Panjang umur memang.

"Gue baik dong, tapi gue bosen," keluh Aratasha sambil memberengut.

"Bosen kenapa, Beb?," Kali ini Ayana yang bertanya.

"Gue kan harus semedi di sini, nggak boleh pergi kemana-mana," ungkap Aratasha dengan raut kesal.

"Oh iya, lo kan lagi dipingit ya?," Winda menyambung.

Aratasha mengangguk untuk mengiyakan pertanyaan Winda. Ia kembali memeluk ketiga sahabatnya dengan erat.

"Gue kangen berat sama lo semua!!," Ucap Aratasha sambil mengeratkan pelukannya. Membuat ketiga sahabatnya memekik karena pelukan Aratasha yang sangat erat.

"Semuanya, ayo kita ngobrol di ruang tamu aja," Nilam tiba-tiba muncul dan memberi arahan pada teman-teman Aratasha.

"Oke Tante," jawab ketiga teman Aratasha bersamaan.

Mereka berjalan bersamaan sambil melepaskan rindu mereka masing-masing.

"Kenapa nggak dari kemarin kalian kesini sih?," Protes Aratasha.

ARATASHA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang