"Ayam geprek dua ya, Bang!," Pekik seorang wanita berperut buncit saat tiba di warung ayam geprek favoritnya.
"Siap, Neng, pasti ayamnya nggak digeprek dan nggak pake sambel kan?," Tebak si pedagang.
Wanita itu perlahan duduk di bangku yang tersedia dibantu oleh sang suami.
"Duh pake sambel dong, Bang. Masak ayam geprek nggak pake sambel, harus digeprek juga. Abangnya udah berapa tahun sih dagang ayam geprek? Masak gitu aja nggak tau," protes wanita hamil itu.
"Ya maap neng, biasanya pesennya gitu,"
"Maaf ya, Bang. Maklum lagi hamil, kerjaannya emang marah-marah mulu," sahut sang suami.
"Apaan sih, Mas Genta. Jadi Tacha marah-marah mulu nih?," Aratasha melayangkan tatapan nyalangnya.
Gentala berdecak. Rupanya ia salah bicara. Aratasha di usia kandungannya yang masuk lima bulan kerjaannya masih sama, marah dan mengomelinya setiap hari. Kata dokter itu karena hormon, jadi ia maklum.
"Ohh iya, Mas ndakpapa. Aduhh Mbaknya pasti seneng deh punya Kakak yang perhatian kayaknya Masnya," celetuk pedagang ayam geprek.
"Ini suami saya!," Sentak Aratasha.
Spontan si pedagang ayam geprek melongo. Setahunya terakhir kali mereka ke tempat itu adalah sebagai kakak beradik walau ia sempat mengira mereka adalah sepasang kekasih.
"Heran, orang sekarang ada-ada aja, masak dulu kakak adek, sekarang suami istri," gumam si pedagang dengan pelan.
"Apa abang bilang? Jadi menurut abang kita pasangan aneh gitu?," Aratasha berdiri sambil menatap tajam pedagang ayam geprek.
"Bukan gitu maksud saya, Mbak," jelas si abang dengan gugup.
"Ah udah ah, Tacha jadi nggak mood makan ayam geprek, Tacha mau pulang aja, Mas," celetuk Aratasha.
Gentala geleng-geleng. Jadi, mereka jauh-jauh dari Jogja pergi ke Jakarta hanya untuk makan ayam geprek itu gagal cuma karena Aratasha nggak mood?. Sabarkanlah Gentala, Tuhan.
"Bang, saya minta maaf ya, saya nggak jadi beli," Ujar Gentala dengan menahan malu oleh apa yang dilakukan Aratasha.
Aratasha tanpa basa-basi melenggang keluar dari warung ayam geprek itu. Gentala pun segera menyusulnya.
Tapi, bukannya masuk mobil, Aratasha malah duduk di bangku yang disediakan di trotoar. Gentala pun menghampirinya.
"Jangan marah-marah mulu dong, ntar baby-nya kalau udah keluar ketularan loh," celetuk Gentala diiringi kikikan.
"Abisnya si Abang bikin kesel," keluh Aratasha sambil melipat tangannya di depan dada.
Gentala meletakkan telapak tangannya di perut buncit Aratasha. Ia mengelus pelan. Perut Aratasha tiba-tiba bergerak, sepertinya bayi di dalam kandungan Aratasha merespon gerakan Ayahnya.
"Geli, Mas. Malu ah di pinggir jalan gini," Protes Aratasha.
Gentala tam peduli, ia malah menempelkan pipinya di perut Aratasha. Lalu ia juga menggoyangkan rambutnya membuat Aratasha merasa geli.
"Ihh udah, Mas. Geli," Protes sambil menahan tawanya.
Gentala menatap Aratasha yang sedang memrotes apa yang ia lakukan dengan senyum.
"I love you," bisik Gentala tepat di telinga Aratasha.
"Love you too," balas Aratasha dengan senyum manisnya.
Mereka memandang jalanan yang penuh dengan kendaraan berlalu lalang menembus keramaian yang terdengar gaduh.
Seperti kisah mereka, terlalu rumit, namun mereka berhasil berada di titik puncak kisah cinta mereka. Hingga mereka bisa bersama, bahkan sebentar lagi akan ada malaikat kecil yang akan mengisi kesunyian dalam rumah tangga mereka.
*****
Berakhir sudah 🙂
Gimana menurut kalian kisah Aratasha dan Gentala? Please, comment ya, jangan lupa vote juga 😊Menurut kalian perlu ekstra part nggak?
By the way, insyaallah aku bakalan cerita baru setelah Aratasha selesai aku revisi. Simak terus pokoknya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
ARATASHA (COMPLETED)
ChickLitBerawal saat Ndoro Nyai Riani yang tak lain adalah Mama-nya sendiri yang menitipkannya kepada orang kepercayaan selama ia menyelesaikan skripsi di ibukota. Siapa sangka sosok kepercayaan itu adalah adik sepupu perempuannya yang telah lama menghilang...