Sakit Sendiri

195 8 0
                                    

"Akhirnya kamu dateng juga, Sayang," Aratasha tersenyum dan merentangkan tangan untuk menyambut pelukan ibundanya.

Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, saat ini Aratasha telah tiba di kediaman Nilam. Tubuhnya terasa mau remuk. Sebenarnya ia paling tidak bisa melakukan perjalanan jauh sendirian, tanpa teman. Karena itu artinya tidak ada teman untuk hanya sekedar ngobrol. Dan hal itu membuat kadar kelelahannya berlipat. Tapi mau gimana lagi? Masak minta antar Gentala, jelas Aratasha nggak enak. Ngomong-ngomong tentang Gentala, Aratasha jadi memikirkan kakak sepupunya itu.

"Mami apa kabar?," Tanya Aratasha dengan lembut sambil menyentuh jemari Nilam.

"Mami baik, Sayang. Semuanya sehat dan nggak sabar nunggu hari pernikahan kamu," jawab Nilam dengan antusias.

Aratasha hanya membalas dengan senyuman tipis. Ternyata Mami-nya se-antusias itu untuk hari pernikahannya

"Mi, sudah sejauh mana persiapan pernikahan Tacha?," Aratasha bertanya sambil bergerak menjauh dari Nilam.

"Udah enam puluh persen. Gedung udah di-booking, catering udah deal, baju buat keluarga tinggal nunggu kabar dari taylor aja, apalagi ya?," Nilam tampak memikirkan apalagi yang kurang. "Oh ya, undangan juga tinggal disebar aja. Dari keluarga kita ada seribu undangan, dari Naufal ada sekitar seribu lima ratus,"

Spontan Aratasha memelototkan matanya. "Sebanyak itu, Mi?,"

"Iya, Cha. Mami juga nggak nyangka bakal sebanyak itu. Tapi nggak heran sih, soalnya kan kakek juga pengusaha terkenal, keluarga Naufal apalagi. Ternyata konglomerat lo, Cha,"

"Ihh Mami kenapa jadi matre?," Aratasha mengerucutkan bibirnya.

"Bukan matre, Cha. Mami kan cuma kasih tau aja," Nilam terkikik melihat ekspresi Aratasha. " Ternyata Mami nggak salah pilih mantu. Udah ganteng, mapan, kaya,"

"Tuh kan!!,"

"Ehehe bercanda, Cha. Yang terpenting itu kamu bahagia. Mami nggak pernah mau tau dia kaya apa enggak, tampan apa biasa aja, yang penting kamu bisa bahagia hidup sama dia,"

"Makasih, Mi," Aratasha kembali tersenyum tipis mendengar petuah ibundanya.

"Katanya kemarin Naufal ke Jakarta ya kan?,"

"Iya, kita fitting baju pengantin,"

"Terus gimana? Kamu makin deket dong sama Naufal? Dia baik kan?," Tiba-tiba saja Aratasha kehilangan senyum yang sebenarnya sedari tadi hampir tak terlihat ketika pembahasan tentang Naufal dimulai. "Nggak perlu dijawab sih, Mami tau dia anaknya baik kok,"

Tiba-tiba muncul keraguan untuk menceritakan kejadian dua hari lalu. Ia tak ingin Maminya kecewa dengan Naufal. Bukan hanya Nilam, tapi semuanya. Farhan, Rusman, Riani, dan semua orang yang antusias dengan pernikahannya. Ia takut mengecewakan mereka.

"Iya, Mi,"

"Mami udah yakin banget deh,"

Aratasha kembali menampakkan senyum tipisnya. Hatinya miris. Ingin sekali ia bercerita kepada semua orang tentang sikap Naufal yang sama sekali tak ia sukai. Laki-laki itu bukan seperti yang terlihat. Dan Aratasha hanya bisa menyembunyikan itu agar tidak menimbulkan kekecewaan. Andai waktu bisa diputar, ia akan menolak mentah-mentah tawaran menjadi istri Naufal malam itu. Bahkan ia akan menghindar ketika pertama kali bertemu dengan Naufal di pantai waktu itu. Siapa sangka laki-laki itu bakalan jatuh hati padanya dan tiba-tiba melamarnya.

"Boleh Tacha ke kamar Tacha?," Tanya Aratasha.

"Boleh banget dong, Mami sampe lupa pasti kamu capek ya?,"

ARATASHA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang