Hancur Sudah

304 18 7
                                    

Matanya terpejam menikmati air yang mengalir dari ujung kepalanya. Aroma wangi dari air bercampur kembang tujuh rupa itu pun menghadirkan ketenangan baginya.

Ia membuka matanya lalu menatap sang Ibunda yang telah menyiramkan air itu ke tubuhnya sambil tersenyum.

"Wangi banget ya airnya, Tante," ucapan salah seorang sahabatnya menyadarkan lamunannya.

"Pasti dong, ini kan ada kembang tujuh rupa juga di dalemnya," jawab sang Ibunda.

Sekarang ini Aratasha sedang melaksanakan adat Siraman. Yaitu mandi kembang tujuh rupa. Gunanya untuk membersihkan diri dari segala hal yang kurang baik menurut orang Jawa.

Dalam acara ini hanya saudara perempuannya saja yang hadir. Jadi, hanya ada ketiga sahabat Aratasha, Fika, Fiona, dan beberapa kerabat saja.

"Udah belum siramannya?," Seseorang tiba-tiba datang dan bertanya. Ia adalah Riani, orang paling sibuk dalam acara pernikahan Aratasha.

"Udah, Mbak. Sebentar lagi Tacha bisa dirias," jawab Nilam.

"Yaudah cepetan ya, MUA nya udah nunggu," pinta Riani lalu pergi lagi tanpa pamit.

Setelah benar-benar menyelesaikan siraman, Aratasha segera menuju ke ruang keluarga. Di sana sudah ada make up artist yang sengaja disewa untuk meriasnya. Jangan tanya kenapa Aratasha dirias di ruang tamu, ya salah satunya karena kamarnya agak sempit, takutnya Mbak MUA-nya nggak leluasa bergerak.

Dua orang dari make up artist mulai mengotak-atik wajahnya. Entah hendak seperti apa rupanya pun ia tak tau. Ia hanya mengikuti instruksi yang sesekali diberikan oleh MUA.

Sampai hampir dua jam, semuanya selesai. Aratasha menatap wajahnya di cermin. Sungguh ia tak mengenali dirinya sendiri. Ia bagai putri keraton.

Aratasha menggunakan sanggul besar yang menurutnya sangat berat karena ditambah beberapa tusuk konde. Dahinya diberi sentuhan yang entah apa namanya, ia tak tau. Yang jelas itu menggunakan pidih. Kebaya putih tradisional namun terlihat mewah melekat di tubuhnya menambah kewibawaannya. Ada juga bunga melati yang menggantung di dua sisi kepalanya. Ia seperti bukan dirinya.

"Yaampun, cantik banget!!," Pekik Winda ketika memasuki ruangan.

"Ini beneran lo, Cha?!," Nugi menambahkan sambil memutar-mutar tubuh Aratasha takjub.

"Jadi pengen cepet-cepet married," komentar Ayana.

Aratasha tersenyum manis. Ia menatap satu persatu sahabatnya yang juga tak kalah cantik. Mereka mengenakan kebaya couple warna peach serta bawahan kain batik. Rambut mereka juga disanggul walaupun tak sebesar miliknya.

"Makasih ya udah mau nemenin gue sampai saat ini. Kalian emang sahabat terbaik gue," ucap Aratasha sambil memeluk ketiga sahabatnya.

Matanya berkaca-kaca membuat ketiga sahabatnya ikut terharu. "Jangan nangis, sayang make up-nya," celetuk Nugi membuat yang lain tertawa.

"Cha," panggil seseorang dengan lirih.

Mereka menoleh ke asal suara. Ternyata seseorang yang memanggil Aratasha adalah Gentala. Dengan spontan, ketiga sahabat Aratasha meninggalkan mereka berdua di tempat itu. Mereka tau Aratasha dan Gentala butuh bicara.

"Kamu cantik banget," celetuk Gentala sambil melangkah mendekat.

"Jangankan Genta, Tacha aja nggak percaya kalo Tacha bisa jadi seperti ini," jawab Aratasha sambil terkikik.

Gentala duduk di sofa dengan kagok. Bagaimana tidak? Dalam rangka ikut serta mendukung pernikahan Aratasha, ia juga harus mengenakan setelan beskap dan bawahan jarik tak lupa blangkon. Dan dia sangat tidak nyaman dengan kain jariknya.

ARATASHA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang