Malam sebelum hari H

211 11 0
                                    

Malam ini adalah malam yang ditunggu oleh banyak orang. Malam ini Aratasha akan menjalankan salah satu tata cara adat pernikahan Jogjakarta yang disebut dengan Midodareni.

Midodareni berasal dari kata bidadari-widodari-widodaren yang artinya adalah putri yang sangat cantik. Di malam ini calon mempelai pria wajib hadir untuk menghadap calon mertua dengan membawa seserahan. Sebenarnya fungsi acara ini adalah untuk memastikan mempelai pria tidak kabur saat ijab kabul nanti.

Selain menyerahkan seserahan, ada juga acara makan kenduri yang biasa disebut majemukan. Ini adalah sebagai bentuk tasyakuran agar acara esok hari dapat berjalan lancar.

Acara ini sudah direncanakan dengan matang oleh keluarga Aratasha. Acara dilakukan di ruang tamu kediaman Nilam dan dihadiri oleh beberapa sanak saudara serta beberapa tetangga. Tak terlalu banyak orang karena ini bukanlah acara inti pernikahan.

Aratasha melihat pantulan wajahnya di cermin kamarnya. Ia masih menggunakan make up natural. Tak terlalu mencolok. Kebaya polos yang ia pakai membuatnya terlihat bersahaja dipadukan sanggulan sederhana.

"Udah, Cha. Udah cantik, nggak usah ngaca mulu," Nugi berdiri di belakang Aratasha.

Seperti yang diminta Nilam, ketiga teman Aratasha malam ini akan menginap di kediaman Nilam untuk menemani Aratasha dalam acara Midodareni. Masing-masing mereka mengenakan dress batik couple untuk malam ini.

"Gue nggak lagi liat gue cantik apa enggak kok," jawab Aratasha masih dengan melihat kaca.

"Terus?,"

"Lagi ngira-ngira gue udah pantes belum jadi istri dan jadi ibu, kan sebentar lagi gue married,"

"Pantes nggak pantes lo harus jalani, itu udah konsekuensi," sambar Winda.

"Lagipula lo nggak usah mikirin itu, jiwa seorang istri dan ibu itu bakalan muncul dengan sendirinya kalo lo udah nikah nanti," Ayana ikut menyambung.

"Kalo gue nggak bisa?," Tanya Aratasha sambil menaikkan alisnya.

Ketiga temannya kompak menggedikkan bahu. Sebenarnya mereka belum rela Aratasha menikah sedini ini. Apalagi dengan seseorang yang belum terlalu gadis itu kenal. Tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa karena ini sudah menjadi keputusan Aratasha.

"Keluarga mempelai pria udah hadir, kalian jangan berisik ya, dengerin suaranya aja dari speaker," Nilam tiba-tiba masuk dan memberi tahu bahwa calon mempelai pria sudah hadir.

Mereka memperhatikan speaker yang sengaja dipasang di kamar yang mereka tempati. Speaker itu sudah terhubung dengan mikrofon untuk acara di luar.

"Emang kita nggak boleh liat keluar, Tante?," Tanya Ayana.

"Boleh kecuali Aratasha. Dia kan masih dipingit. Tapi kalian kalau mau lihat gantian ya, tetep harus ada yang nungguin Tacha di sini," jawab Nilam lalu segera keluar untuk menyambut keluarga Naufal.

"Gue keluar duluan ya, nanti gantian," celetuk Nugi.

Ia keluar untuk melihat keadaan di luar. Seperti perkiraannya, di ruang tamu suasana sudah ramai. Walaupun hanya beberapa orang yang diundang dalam acara ini, tetap saja suasana terlihat ramai.

Nugi melihat ke arah pintu di mana keluarga Naufal sedang bergantian masuk sambil membawa beberapa seserahan yang dihias sangat cantik dalam parcel dan tampah dari anyaman bambu. Tapi ada sesuatu yang membuat Nugi celingukan. Ia sama sekali tak melihat batang hidung calon mempelai pria yang seharusnya hadir dalam acara ini. Bahkan sampai barisan keluarga Naufal semuanya masuk, ia belum melihat laki-laki yang akan jadi suami sahabatnya itu.

"Naufalnya kok nggak ada?," Pekik Nugi ketika kembali ke kamar.

Ayana, Winda, dan Aratasha sontak menoleh ke arah Nugi dengan tatapan serius.

"Yakin?," Tanya Ayana tak percaya.

"Bener, gue udah tanya sama orang di sana juga. Mereka nggak tau Naufal di mana,"

Masih tak yakin, Ayana memilih untuk keluar dan memastikannya. Dan benar apa yang dikatakan Nugi. Naufal memang tak menampakkan batang hidungnya.

"Iya bener nggak ada," ucap Ayana setelah kembali dari ruang tamu.

"Terus gimana nasib gue??," Rengek Aratasha dengan cemas. "Please, cek lagi. Pasti Kak Naufal dateng kok,"

Aratasha berjalan mondar-mandir karena cemas. Apakah benar dugaannya bahwa Naufal memang tak akan hadir di acara pernikahannya?. Apakah ini alasannya kenapa Naufal tak pernah memberinya kabar?.

"Tenang, Cha. Gue cek lagi," putus Winda.

Ketiga sahabat Aratasha tak menampik bahwa mereka ikut khawatir. Seberapa tak sukanya mereka dengan calon suami Aratasha, mereka tidak akan tega melihat pernikahan sahabatnya gagal begitu saja.

Winda memutuskan melihat ke ruang tamu. Awalnya ia celingukan dan memang tak menemukan Naufal. Tapi ia menghela nafas lega saat sosok laki-laki masuk sambil mengucapkan maaf karena terlambat.

Tapi tetap ada yang aneh. Pakaian Naufal terlihat lusuh. Ia datang dengan kemeja putih yang lengannya dilipat sampai siku. Celana bahan berwarna hitam tapi tanpa jas. Rambutnya terlihat acak-acakan.

"Baru aja dateng, telat katanya,"

Aratasha menghela nafas lega. Ternyata ia telah berburuk sangka pada Naufal.

"Tapi penampilannya aneh," lanjut Winda dengan ragu.

"Aneh gimana?," Tanya Ayana mewakili Nugi dan Aratasha.

"Berantakan gitu pokoknya," Winda hanya bisa mengatakan itu. Ia tak bisa menjabarkan penampilan Naufal yang jauh dari kata rapi.

"Nggak papa deh, yang penting dia dateng gue udah bersyukur," kata Aratasha.

Aratasha mencoba tersenyum walau lamat-lamat. Sebenarnya ia agak kecewa dengan Naufal.

Acara sudah dimulai. Mereka berempat duduk berdampingan di atas ranjang walau hanya bisa mendengar rangkaian acara melalui speaker tanpa bisa melihat langsung.

Acara berjalan lancar tanpa ada halangan. Sampailah mereka di acara majemukan atau makan-makan. Aratasha dan ketiga sahabatnya menghela nafas lega setelah acara berakhir.

"Cuma gini aja nih? Jadi kita dandan cantik gini cuma buat mendekam dalam kamar aja?," Protes Nugi.

"Udah ngikut aja deh, jangan kebanyakan protes," jawab Winda.

Tok tok tok

Tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Ayana dengan cekatan membuka pintu. Mereka agak cengo ketika dua orang perempuan tak dikenal ada di depan kamar.

"Mohon maaf, ada apa ya?," Tanya Ayana.

"Perkenalkan saya Seruni dan ini Gina. Kami saudaranya Naufal," salah satu dari mereka yang menggunakan kerudung memperkenalkan diri.

Mendengar kata Naufal, Aratasha segera berdiri dan menemui kedua perempuan yang mengaku sebagai saudara Naufal itu.

"Ada apa ya?," Tanya Aratasha dengan nada lembut.

"Ndak ada apa-apa, Mbak. Kita cuma diminta untuk mengecek kondisi Mbak Aratasha apakah besok benar-benar siap untuk menikah atau tidak," jelas perempuan bernama Gina. Yang menggunakan terusan batik.

"Ohhh yaudah masuk yuk," ajak Aratasha.

"Terima kasih, Mbak," ucap Seruni.

Mereka pun masuk ke dalam kamar Aratasha. Walaupun awalnya canggung, ternyata mereka kompak dan cocok. Yang awalnya hanya diminta untuk mengecek keadaan Aratasha malah jadi ngobrol kemana-mana.

Ternyata Seruni adalah kakak sepupu Naufal yang merupakan anak dari rekan kerja Pramana. Sedangkan Gina adalah keponakan Naufal dari kakak pertamanya.

Aratasha bersyukur, ternyata ia dan saudara-saudara Naufal bisa akrab. Itu sedikit membuat rasa ragunya berkurang.

*****

Siapa hayo yang jadi pengen cepet-cepet nikah? Hahaha

Jangan lupa vote and comment ☺️

ARATASHA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang