"Happy Reading"
"Kepo!" Malvin pun pergi kekamarnya dengan santay. Sesampai dikamar, dia langsung duduk disofanya dan menelpon gadis itu. Gadis itu pun dengan cepat langsung mengangkat.
"Halo pacarnya Friska!" teriak diserbang sana.
"Lo udah makan?"
"Belum sih, lo udah makan belum?"
"Belum, lo makan sana."
"Yudah, gue masakin ya, by, lopyou," teriak di sebrang sana. Friska pun mematikannya secara sepihak. Hal itu membuat Malvin kesal, bukanya menjawab malah matikan!
Pria itu langsung menuju ke kasur nya, lalu berbaring disana, dia menatap langit-langit dengan senyuman tipisnya. "Kok gue bisa pacaran?" tanya Malvin terkekeh pelan.
Ya, baru kali ini Malvin berpacaran dengan seorang gadis, apalagi kelakuannya seperti gadisnya saat ini. Biasanya dia hanya sering bermain hubungan sex dengan banyak wanita. Tenang saja, dia tidak pernah kelewatan dalam hubungan itu, tetapi setelah itu dia langsung membunuhnya. Entahlah, apakah Friska akan marah padanya ketika mengetahui jika dia sering bermain dengan wanita dan membunuhnya secara sadis.
"Mudahan tu cewek bisa ngertiin," ucapnya. Lalu perlahan kedua matanya tertutup. Menandakan bahwa dia sudah memasuki alam mimpinya.
***
Friska saat ini sedang berada didepan gerbang rumah Malvin. Dia sebelumnya menanyakan alamat rumah Malvin dengan temannya Risky. Dia saat ini sedang bercekcokan dengan pak satpam dan bodyguard dirumah Malvin. Mereka tidak mengizinkan Friska masuk.
"Saya mau ketemu Malvin!" teriak Friska saat tangannya ditarik keluar oleh salah satu bodyguard yang bernama
"Maaf, anda tidak bisa masuk!" ucap Juna.
"Anda tidak bisa bertemu dengan tuan Malvin," ucap Pak Satpam yang bernama Herman.
"Saya kan udah bilang, saya udah ada janji sama diaa!" teriak Friska saat kedua tangannya dipaksa keluar dari halaman rumah Malvin.
"Ada apa ini?" tanya seseorang yang baru saja membuka pintu, dia yang tak lain dan tak bukan adalah Malvin. Malvin kaget saat gadisnya di pegang-pegang oleh Bodyguardnya.
"Malvin!" teriak Friska dengan wajah sedihnya.
"Lepas!" bentak Malvin. Hal itu membuat semuanya melepaskan tangan Friska, Friska langsung memegang pergelangan tangannya yang merah akibat semua bodyguard itu. Malvin dengan cepat menuju Friska lalu memegang pergelangan tangan gadis itu yang memerah.
"Apa kalian tidak punya rasa kasian!" teriak Malvin. "Saya tau kalian ingin menjaga saya, tapi kalian harus cari tau atau bertanya dengan saya! Bukanya malah berbuat seperti dengan seorang gadis!" tegasnya. "Dia pacar saya! Minta maaf sekarang!"
"Maaf tuan, maaf nyonya," ucap Maid dan pak satpam itu dengan rasa khawatir dan bersalah.
"Iya gpp," balas Friska tersenyum tipis. Dia memaklumi karna baru pertama kali dia datang kerumah Malvin. Lagian, penjagaan ini juga baik buat Malvin, agar dia tidak celaka dan didatangi oleh orang yang berbahaya.
'Akan gue urus kalian nanti,' batinnya sembari menatap mereka dengan tajam, sedangkan yang ditatap hanya diam sembari menunduk. "Kita masuk," ucap Malvin sambil mengengam tangan Friska dan menariknya masuk kedalam.
Sesampai didalam, Malvin segera mendudukan Friska disofa, dia memanggil pembantu disana untuk mengambil salep. Pembantu itu pun mengambilkannya dan memberikannya kepada Malvin. Malvin langsung mengoleskannya dipergelangan tangan Friska.
"Ini harus dibawa kerumah sakit," ucap Malvin ditengah-tengah mengobati. "Kayak memar ini, kalau di amputasi gimana!"
"Lebay banget sih," ketus Friska.
"Lagian kalau lo mau datang bilang dong sama gue, bukan cuman bilang masuk masakin guru!" ucap Malvin ngegas. "Lagian Saka sama Dafa pulang nggak bilang-bilang lagi, jadi kan nggak tau kalau lo ada!"
"Ya maap, namanya gue lupa," ucap Friska membela diri.
"Terserah lo!"
Setelah beberapa menit, akhirnya Malvin selesai mngolesin salep dipergelangan Friska. Para pembantu melongo saat melihat itu, jangankan mengolesin orang lain, disedangkan mengolesin tangan sendiri saja dia ogah-ogahan, entah kenapa ini terjadi. Tetapi, semuanya bahagia saat melihat ada kepedulian di diri Malvin, dan bahagia karna Malvin seperti sudah bisa mencintai seseorang.
Sudah cukup mereka melihat keterpurukan dan kesedihan yang sulit diperlihatkan di wajah Malvin, dia selalu tetap tegar walaupun kurang mendapatkan sebuah kasih sayang dari orang tuanya, dia juga selalu saja membunuh orang yang tidak berdosa. Hal itu membuat Malvin makin menggila, untung saja ada kedua temannya yang bisa memberikan nasehat, walaupun terkadang ngacok dan tidak masuk akal.
Selama menjadi psyco, dia hanya berbicara sedikit, dia irit sekali dalam bicara, dia menjadi cuek dan dingin, entahlah, dia tidak pernah memikirkan masalah cinta ataupun sebagainya, tetapi semenjak ada Friska, dia sering tersenyum dan berbicara pun tidak irit.
Friska langsung memberikan sebuah rantang yang berisi makanan.
"Apa?" tanya Malvin dingin.
"Ini gue bawain makanan! Lo makan ya!" teriaknya antusias lalu membuka rantang itu satu persatu. Malvin yang melihat itu tersenyum lebar.
"Ada piring?" tanya Friska sambil menoleh keMalvin.
Malvin segera merubah ekspresinya menjadi datar. "Ada, ambil aja, tapi kalau capek biar bi_"
"Gue aja," potongnya sambil tersenyum, lalu pergi dari sana.
"Nggak salah pilih gue," gumam Malvin sembari tersenyum manis.
Beberapa menit kemudian, Friska pun datang membawa satu piring dengan senyuman manisnya, dia segera duduk disebelah Malvin.
"Kenapa nggak ada nasinya?""Gue ada bawa, nasi dirumah gue lebih enak," bangganya.
"Emang bisa beda?"
"Apasih yang nggak bisa," jawabnya, sedangkan tangannya sibuk mengambil lauknya.
"Dirumah gue banyak makanan loh, dan lo malah bawain."
"Emang nggak mau?" tanya Friska dengan wajah yang sedih yang dibuat-buat. Malvin yang ingin melihat itu langsung tidak tega.
"Mau kok mau, lagian gue belum makan juga," ucapnya. Friska pun tersenyum manis, tangannya kembali memilih lauk-lauk itu. Malvin pun bernafas lega.
"Ini, ayam buatan gue, dan yang ini buatan Mami gue," ucapnya sambil menyodorkan piring itu sembari menunjuk yang ia sebutkan. "Sebenernya sih gue mau masakin punya aku aja, eh karna Mami banyak banget masaknya, yaudah gue masukin aja, sekalian sama yang gue buat."
Malvin mangguk-mangguk mengerti. "Emang dirumah lo ada acara apa?"
Friska tidak ingin menjawab, dia terdiam, detik berikutnya diapun mengalihkan pembicaraannya. "Yaudah ini dimakan," ucap Friska sambil mengambil satu sendok nasi beserta lauknya.
"Gue bisa makan sendiri," ucap Malvin datar.
"Biar gue aja yang suapin ya?" Malvin pun mengangguk kepalanya pelan. Percuma jika dia menolak, gadis ini akan tetap keukeuh dengan pendiriannya.
Friska langsung menyuapi Malvin, sedangkan Malvin menerimanya dengan sepenuh hati. Hingga akhirnya suapan terakhir, Malvin punya selesai makan, ia senang bisa bertemu gadis seperti Friska. Yang tau jika dia psikopat, tetapi tidak merasa jijik maupun takut.
______________________________________.
DITUNGGU YA KELANJUTAN CERITANYAAAA^^
TETAP SEMANGAT BACA PART SELANJUTNYA^^
JANGAN LUPA FOLLOW, KOMEN DAN VOTE, KARENA ITU YANG AUTHOR TUNGGU DARI KALIAN^^
JANGAN LUPA JUGA BUAT SHARE KE TEMAN KALIAN, BIAR MEREKA JUGA BISA BACA CERITA INI^^
salam dari author,
Anggi rhyu❤
KAMU SEDANG MEMBACA
P. Sycho [TAHAP REVISI]
Teen Fiction[Follow dulu sebelum baca ya] [Update tiap hari Jum'at, kalau gak Update berarti lagi galau] BELUM DIREVISI SEJAK 2020. Malvin tersenyum miring. "Lo mau gue bunuh?" "Kalo diganti sama ciuman?" "Diterima. Gue bakalan buat bibir lo memerah alami." **...