18. My returned happiness

35 7 4
                                    

"Aku ingin berbagi rahasiaku pada kali⎯"

"Woah... kok jadi tegang gini?" Jeno yang baru saja memasuki ruangan bersama dengan tiga orang dibelakangnya, tak lain adalah Jaemin, Renjun, dan Jisung.

Mark yang melihatnya refleks menelan ludah bersama kalimat yang sempat terpotong itu dalam-dalam. Memang seharusnya tetap ia lanjutkan. Tetapi entahlah, semakin terasa berat bagi Mark untuk mengucapkan itu.

"Jadi⎯"
"Apa rahasiamu Mark?" Doyoung bertanya karena rasa penasarannya yang dipermainkan oleh waktu.

"Emm.."
"Sejujurnya..."
"A-aku sulit mengasah vokalku. Ya, apa kalian bisa membantuku untuk itu?"
"Aku belum siap mengatakannya.."
Raut wajah datar dari semua orang yang sedari tadi fokus pada Mark terpampang dimana-mana. Beberapa dari mereka menghela pendek dan kembali dengan aktifitas masing-masing.

Terkecuali empat orang yang baru saja memasuki ruangan. Mereka hanya melihat sekeliling bingung dengan suasana hening.

"Yak!!" Haechan yang memecah keheningan itu.
"Apa kau melupakan suara emasku hyung?, Kau bisa meminta bantuanku untuk itu!." Mark beralih menatap Haechan. Sorot matanya mengucapkan banyak terimakasih. Haechan bisa merasakan itu.

"Ku kira kau akan mengucapkan suatu hal besar mark!" Celetuk Taeyong yang segera merebut stik ps dari tangan Haechan dan mengambil duduk disamping Jaehyun.


---

Aira melipat handuk kecil dikepala. Rambutnya basah karena baru saja selesai keramas. Aira membuka pintu kamar mandi dan keluar dari ruangan lembab itu.

Ia berjalan keluar kamar dan mulai berkutik dengan bumbu-bumbu didapur. Menyiapkan makan malam untuknya nanti.

Ditengah kegiatannya memotong bawang ponselnya berdering sekaligus mengagetkannya hingga tak sengaja pisau yang dipegangnya mengenai jari telunjuk kiri.

"Agh!" Segera Aira berlari ke kamar mandi dan membasuh jarinya yang berlumuran darah diwastafel. Aira kembali berlari menuju ponselnya dan mengangkat panggilan yang entah keberapa dari penelfon.

"Aira?" Seseorang membuka pembicaraan dari ujung sana.

Belum sempat Aira menjawab ia sudah lebih dulu menangkap bau aneh dari arah dapur.

Sedetik kemudian ia teringat sesuatu. Aira berlari kearah dapur. Ia dikejutkan dengan wajan tak berdosa yang sudah dipenuhi asap diatasnya. Ya, Aira melupakan telor dadarnya yang sekarang sudah tak patut disebut telor dadar, karena warnanya yang berubah hitam pekat.

Tangan Aira menghampiri kompor dan mematikan kompor itu cepat.

Tapi...

"Arghh.." jeritnya menahan sakit.

"Ada apa?" Saut si penelfon.

Punggung tangan Aira tak sengaja menyentuh wajan yang tentu saja terlampau panas.

"Arghh, sial!."
Dia sibuk menatap punggung tangannya yang melepuh.

"Yak! Ada apa disana?"
"Apa yang sedang terjadi!"

Orang diujung sana sudah beberapa kali berteriak panik karena Aira yang tak kunjung menjawab pertanyaannya. Melainkan berteriak histeris.

Itu karena Aira melihat kondisi dapur kecilnya yang saat ini dipenuhi asap. Juga rintihannya karena baru saja menyentuh wajan panas.

"Argh... telorku!!"

"Uhukk uhuk.."

"Telor?-"
"HEY, ADA KEKACAUAN APA DISANA?"

Forever With You "Mark Lee" ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang