Tiba di sebuah restoran bergaya Eropa, Jaejoong tersenyum tipis kala Yunho menarikkan sebuah kursi untuknya dan memajukan kembali dengan penuh kehati-hatian. Ia benar-benar merasa berdebar. Dan ia juga tidak tahu bahwa hal ini bisa dirasakan olehnya. Ah, jadi semua bermula dari ia memuji wajah tampan Yunho.
Ya, saat pertama pria itu ada di ruang tamu mansion mewahnya, ia merasa Yunho menarik atensinya. Tetapi sebagai seorang yang realistis, Jaejoong memang ingin menolak pinjaman Yunho. Ia yakin sekali pinjaman pria itu akan besar. Dan, ia sudah melakukan sesuai intuisinya, menolak pinjaman pria itu. Tapi, ia berbelok arus saat tahu tujuan Yunho selanjutnya adalah succubus, ia merasa tiba-tiba tidak rela jika Yunho menjadi budak seks wanita itu. Yakin sekali bahwa Dahyun akan gemar sekali bergumul dengan Yunho.
Oh ayolah, pria ini tampan. Wajahnya tampan. Meski Changmin juga tampan, tapi andai pria itu yang meminta pinjaman ia tidak peduli dengan dia ingin kemana. Tapi, permasalahannya wajah Yunho sulit untuk ia biarkan bergumul panas dengan succubus. Tidak! Hal itu membuat ia marah sekali. Meski menampik sesering mungkin bahwa Yunho sekedar tampan, tapi perdebatannya dengan Irene ketika asistennya itu mengatakan bahwa perusahaan Tohoshinki besar dan pinjaman yang diberikannya sudah pasti akan besar dan meminta ia untuk mundur, namun yang ada ia malah berdebat dengan ahli keuangan dan juga managemennya.
Ia mengatakan alasan sebenarnya, bahwa Yunho tampan dan akan ke tempat succubus. Tapi, Irene terlalu pintar, wanita itu seolah membuat ia gagap dengan pertanyaan apakah ia menyukai Yunho.
Tadinya, Jaejoong berkelit habis-habisan. Namun, sekarang ia tahu berkelit dari Irene percuma. Jadi ia membiarkan wanita itu berkomentar, dan well komentar itu memang benar.
"Tadinya aku tidak percaya bahwa cinta pada pandangan pertama itu ada!"
"Hah? Apa yang kau bicarakan?"
Jaejoong tersentak ketika pertanyaan itu keluar dari bibir Yunho. Ia segera menutup bibirnya dan mengumpat dalam diam. Sialnya, ia sampai terhipnotis wajah tampan Yunho, ya sedari tadi ia memandangi wajah pria itu. Dan gumaman itu tercetus sendiri tanpa bisa ia kontrol.
"Tidak apa-apa, aku hanya teringat sesuatu," ia tersenyum kaku, malu. Ya, tentu saja malu. Ini membuktikan bahwa ucapan Irene di ruangan pria itu benar, bahwa ia khawatir pada Yunho, bahwa ia suka pria itu dengan gumaman barusan. Benar, kan?
"Teringat apa?" Yunho tertawa pelan, menurutnya kesan kali ini Jaejoong tidak sedingin ketika bertemu pertama kali.
Entah, mengapa ia bisa menyimpulkan secepat ini padahal pertemuan mereka selalu singkat. Hanya saja sekarang wajah Jaejoong terlihat memerah dan membuat ia bisa dengan santai membahas apa saja dengan Jaejoong. Ya, bagaikan kenalan atau teman yang bisa membahas banyak hal.
"Kau tidak perlu tahu, ini hanya tentang aku yang lupa caranya menjaga sikap," Jaejoong menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, ia kemudian menunduk dengan wajah yang semakin memerah.
"Kenapa? Kau sangat sopan, bahkan kau benar-benar sopan sekali, aku saja sedikit merasa canggung jika berbicara nonformal denganmu," ya tadinya begitu, ia harus bisa membiasakan diri dengan panggilan akrab kepada Jaejoong.
Jaejoong sadar bahwa sikapnya tidak seperti biasanya. Dalam bisnis ia tidak pernah bersikap begini, mengunjungi untuk kedua kalinya mitranya. Tapi berbeda dengan Yunho, ia ingin bertemu setiap hari. Memandang wajah pria itu bagaikan menemukan lautan ditengah padang sahara. Menenangkan dan membuat ia merasa nyaman.
"Itu benar, tapi tidak begitu juga. Aku bukan orang yang selalu bersikap formal."
"Ah benarkah, aku bersyukur sehingga aku tidak terlalu tegang jika salah bicara denganmu," mengangguk pelan, Yunho kemudian sedikit mendongak dan menatap seorang waitress yang membawa buku menu.
Jaejoong melihat menu yang ada ia tidak tahu harus makan apa. Ia ingin steak, tapi ia tidak ingin Yunho melihatnya sebagai wanita yang tidak anggun. Jadi ia menunggu pria itu memilih dahulu dan menyamakan pesanan mereka.
"Spageti carbonara, dan vanilla latte, untuk dessert waffle yang ini," Yunho menunjuk sebuah dessert menarik, yaitu gelato dengan waffle yang disajikan.
Jaejoong berdeham, ia tidak terlalu suka spageti, ia memandang menu dan mencebilkan bibirnya. Ia tidak mau menu yang sama dengan Yunho.
"Je, kau mau pesan apa?"
Jaejoong mendongak spontan dan mengerjap, ia bingung apa harus menyamakan dengan Yunho atau tidak. "Aku tidak suka spageti," ujar Jaejoong dengan polos.
Tersenyum, Yunho menjawab dengan santai, "Ada menu yang lain dan banyak menu yang bisa kau pesan. Bagaimana jika steak tuna atau beef lasagna, dan banyak lagi."
Steak daging, Jaejoong ingin itu. Tapi, ia sedikit sangsi dan gengsi. "Beef lasagna saja dan selebihnya samakan denganmu saja."
"Kau serius? Ada strawberry juice dengan ice cream dan—"
"Aku mau itu!" Jaejoong tidak tahan mendengar ice cream. "Rasa vanilla."
Mengangguk Yunho meminta waitress mencatatnya. Kemudian, wanita itu segera membungkuk dan menjauh dari meja mereka.
"Kau seperti suka sekali dengan ice cream," Yunho menebak karena ia baru menawarkan, dan Jaejoong langsung menyambarnya.
"Sangat suka, yang rasa vanilla."
Nah, ini sisi lain Jaejoong yang kaya raya. Wanita ini menyukai ice cream layaknya anak-anak yang tidak bisa menahan mungkin jika ditawarkan ice cream. Ya, ia berkata begitu karena Jaejoong langsung menyambar kalimatnya tadi.
"Aku sedang mengurus pengakuisisian kembali peternakan dan juga pabrik yang diakui sebagai milik pribadi oleh seorang pelaku penggelepan dana. Kurasa, jika aku berhasil melakukannya, aku akan membawakanmu satu drum kecil ice cream rasa vanilla kesukaanmu," ia tiba-tiba merasa bersemangat sekali untuk merebut peternakan itu, agar Jaejoong merasa senang karena kesuksesannya.
"Benarkah? Kau akan membawakam aku satu drum ice cream vanilla?" Jaejoong bertanya dengan penuh semangat, ia persis seperti anak kecil yang berbinar mendengar ice cream yang banyak. Tapi, dibandingkan antara ice cream dan Yunho. Ia lebih suka mendengar bagian Yunho akan datang ke mansionnya. Itu jauh lebih menyenangkan. "Kapan kau akan mengurus pembalikan akuisisi?"
"Aku meminta Changmin mengurusnya, mungkin sedikit perdebatan akan terjadi, dan memberikan beberapa bukti agar semua berjalan jauh lebih cepat!"
Sebenarnya, Jaejoong bisa saja membantu dengan nyanyian siren yang melenakan. Tapi, ia tidak ingin melakukan itu. Ia ingin Yunho berhasil atas kerja kerasnya sendiri. "Aku berharap kau akan menyelesaikannya."
"Aku juga, aku tidak ingin membuat kau kecewa kepadaku. Aku ingin membuktikan bahwa uangmu tidak kuhamburkan dengan percuma. Aku pasti akan membayar uangmu dan juga aku akan sangat berterima kasih atas bantuanmu!"
Jaejoong tersenyum lebar, ia lebih senang mendengar itu sebagai janji pria itu agar tidak membuat dirinya kecewa dengan alasan lain bukan karena uangnya. "Aku senang, aku senang dengan melihatmu sukses, tapi jika kau sudah tidak berhutang padaku lagi, akankah kau melupakanku?"
.
.
.Eyd ga beraturan, typo dimana" no edit.
Ayo yang silent reader muncullah kalian 😁😁😁 .
.
.
.