"Kenapa tidak bilang sejak awal bahwa kau adalah adik dari Hyunbin?" Yunho menatap lekat Jaejoong dan menunggu jawaban dari sang kekasih.
Saat ini mereka sedang disebuah coffee shop, menikmati secangkir kopi dan juga sepotong kue. Yunho, bingung harus mengajak Jaejoong kemana, ia blank karena fakta yang begitu sangat luar biasa untuk diketahuinya. Jadi, ketika melihat coffee shop ini, ia langsung menghentikan mobil dan mengajak Jaejoong kemari.
"Bukan sesuatu yang patut aku katakan kepada semua orang. Kenapa uumh?" Jaejoong meletakan garpu kecilnya, ia mengurungkan niat memotong kue yang dipesannya dan menatap Yunho.
Mendesah, bagaimana Yunho harus mengatakannya. Wanita ini terlalu di atasnya, wanita ini terlalu luar biasa untuknya yang masih biasa-biasa saja, wanita ini adalah impian semua pria untuk bersama dengannya. Entah, perasaan ini muncul begitu saja, rasa tidak pantas itu membuat ia terluka. Mengapa Jaejoong harus seluar biasa itu? Membuat ia merasa kecil sebagai seorang pria. Apa yang bisa ia berikan kepada Jaejoong agar wanita itu merasa bahagia? Semua yang diinginkan Jaejoong pasti bisa terpenuhi dengan sangat baik, keliling dunia pun, Jaejoong sangat mampu.
"Je, aku tidak tahu harus berkata apa, tapi kau terlalu luar biasa bagiku yang seperti ini, aku bahkan belum bisa mencapai kata sukses. Aku baru membangun karirku kembali, aku—"
"Hentikan!" Jaejoong merengek dengan pandangan kesal yang telak terarah kepada Yunho. "Aku tidak suka mendengar kau yang seperti ini. Aku tidak suka menilai orang dari segi materi, apa kau memandang orang karena materi?"
Menggeleng, tentu Yunho bukan orang yang demikian. Ia menghargai semua orang. Tapi kasusnya berbeda, ia tidak mau di cap sedang memanfaatkan Jaejoong untuk kesuksesannya nanti. "Bukan begitu, aku hanya merasa bahwa kau begitu sangat—"
"Hon dengar!" Jaejoong menyela, ia menyentuh tangan Yunho di atas meja. Menggenggamnya dan tersenyum manis. "Ketika kau berkencan denganku, apa kah kau mengencani diriku sebenarnya atau kau sedang berkencan dengan uangku?"
Mengernyitkan kening, Yunho sedikit tersinggung. "Tentu saja aku mengencanimu, aku bahkan tidak ingin meminta uangmu sepeserpun!"
Nada suara Yunho sedikit meninggi, Jaejoong paham mungkin pertanyaannya menyinggung harga diri pria itu. Well, karena Irene mengajarkannya tentang harga diri pria yang tinggi terutama kekasihnya, ia mengerti sekali. "Jangan marah, aku hanya membuatmu sadar bahwa kita berkencan bukan karena alasan itu. Jadi, mengapa kau harus merasa tidak nyaman? Aku tidak pernah masalah siapa dirimu, latar belakangmu dan juga apa kah kau nanti akan memberiku uang atau tidak ketika kita menikah, aku tidak mempedulikan semua itu, bagiku asalkan itu kau, aku akan menerimamu. Kau tahu betapa susahnya aku suka pada pria? Kau yang pertama!"
Sejujurnya Jaejoong ingin mengatakan bahwa Yunho pria pertama dalam ratusan tahun. Ia hanya tertarik pada pria itu dari sekian banyaknya pria yang ia jumpai. Mau bagaimana lagi, ia susah sekali memang jatuh cinta.
Yunho mendesah pelan, ucapan Jaejoong benar. Selama ini Jaejoong tidak pernah bertanya mengenai bagaimana dirinya, orang tuanya sebelum ia kenalkan, saudara dan pendidikannya. Wanita itu hanya mengikuti arus yang dibawanya. Semestinya ia juga begitu. Namun, rasanya susah tetapi juga membuat ia termotivasi untuk sukses agar Jaejoong tidak malu dengannya.
"Ya, kau benar. Aku hanya terlalu khawatir, apakah kakakmu akan menerimaku atau tidak, keluargamu dan lain sebagainya," Yunho tersenyum tipis, ia menusap punggung tangan Jaejoong dengan lembut.
"Jangan khawatir, Oppa tahu aku berkencan denganmu, tidak ada masalah. Baginya asalkan kau tidak menyakitiku, itu sudah cukup!" benar, Jaejoong tidak berbohong. Hyunbin hanya mengkhawatirkan tentang hal itu.