Bab 19

660 166 43
                                    


"Rasa ice cream vanilla, iya kan?" Yunho memeluk Jaejoong seraya menonton televisi, tapi entahlah nampaknya televisilah yang sedang menonton romance pasangan kekasih yang berbagi kecupan beberapa saat lalu.

"Ice cream vanilla? Tidak, rasa tembakau!" protes Jaejoong dan mengerucutkan bibirnya yang bengkak. Ya, bibir bengkak karena praktek ciuman mereka, namun Jaejoong senang karena itu.

Saat ini mereka sedang membahas rasa dari ciuman barusan. Yunho menggoda Jaejoong dengan mengatakan ciuman mereka rasa ice cream vanilla. Ia tertawa karena nampaknya kekasihnya tidak setuju dengan gagasannya.

"Bagiku rasa ice cream vanilla, aah rasa permen karet juga, dan—"

"Tembakau, rasanya tembakau!" sela Jaejoong dan ia menyamankan kepalanya yang ada di dada Yunho, dan wajahnya berseri karena senang.

"Tapi kau suka, kenapa tidak menolak kalau itu rasa tembakau? Aku pasti akan memakan ice cream vanilla agar kau suka," Yunho menahan tawanya, ia membelai lengan Jaejoong dengan penuh sayang.

"Karena itu kau, aku takut kau tidak mau menciumku lagi jika aku menolak," Jaejoong mendongak dan ia tersenyum manis.

"Jika aku tidak menciummu lebih dahulu, kau bisa menciumku lebih dahulu, sekarang kau kah sudah ahli dalam hal berciuman," lagi, ia menggoda Jaejoong dan wanita itu mencubit pinggangnya. Ia sedikit mengaduh dan terkekeh.

"Menyebalkan sekali, aku belajar untukmu. Lagi pula, aku ingin dicium olehmu, uugh," gumam Jaejoong, namun jelas ini terdengar dengan baik oleh Yunho.

Yunho menggeleng pelan, ia mendapatkan kekasih yang polos bagai remaja. Tapi, ia juga tidak akan bertindak jauh. Ia masih memegang teguh bahwa tidak akan melakukan seks sebelum menikah. Jadi, ia tidak akan ke arah sana dengan Jaejoong atau siapapun.

"Kau manis sekali, seperti lolipop," bisik Yunho dan seketika Jaejoong tersenyum malu. Ia memeluk erat Jaejoong dan mengecup puncak kepalanya.

Kekesalannya kepada sang kakek, rasanya sudah menguap dengan baik karena wanita ini. Jaejoong bahkan tidak menyalahkan dan menasihatinya. Ia merasa beruntung memiliki Jaejoong sebagai kekasih serta mitra.

.
.
.

Yunho terperangah melihat lusinan jas, kemeja, celana serta dasi yang ada di depannya sekarang. Ia menatap Jaejoong yang berpakain sudah rapi dan tercengang kembali kala melihat hanger yang ada di depannya. Ia menggaruk kepalanya sejenak, kemudian bertanya kepada kekasihnya.

"Mengapa ada banyak lusinan stelan suit? Ini milik siapa?" jujur ia curiga, mengapa ada sebanyak ini Jaejoong menyimpan stelan suit.

"Aku meminta Irene membeli semua pakaian ini kemarin, semua sesuai ukuranmu, aku meminta asisten rumah tangga mengecek ukurannya saat mereka memungut pakaian kotormu," Jaejoong tersenyum, ia mendekat pada sang kekasih yang hanya memakai bathrobe. "Di dalam walk in closer ada singlet serta pakaian dalam lainnya. Aku meminta agar Irene mengurus semuanya dan pihak toko mengira-ngiranya."

Mulut Yunho terbuka lebar, jujur ini memalukan. Mereka baru berkencan dan hal seperti itu sudah terjadi. Ia malu sekali, tapi bagaimana ia bisa marah pada wajah secantik dan semanis serta sepolos kekasihnya ini? Ia hanya berdecak dan menarik tangan Jaejoong sedikit menjauh dari para asisten rumah tangganya.

"Baby, kau tidak perlu melakukan semua ini? Kau tahu ini membuatku malu."

Suara Yunho rendah dan pelan, Jaejoong nyaris terkikik ketika bisikan terjadi di telinga. Ia menggeleng, Yunho tidak perlu malu. Lagi pula dari berkencan mereka akan menuju ke pernikahan, iya kan? Ini semua bukan apa-apa menurutnya. "Kenapa malu? Aku hanya mempersiapkan sebisaku, kau harus ke kantor, tidak mungkin memakai pakaian yang sama."

SirenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang