Hari 14, Aku yang Tidak Berguna

175 80 72
                                    

Aku sebenarnya enggan menjadikan kaku obrolan hangat yang kita biasakan. Namun gelisahmu memaksa aku melakukannya.

"Bagaimana hari ini?"
Lagi-lagi kamu lontarkan pertanyaan itu.

Tanganmu terentang bermaksud memelukku. Aku menjauh, masih berusaha memberikan senyum terbaikku – meski malah terlihat miris.

"Tidak pernah lebih buruk dari ini."

Kamu berusaha mendekat, "ceritakan padaku."

Bukankah seharusnya kalimat itu milikku?

Kuberanikan melawan ragu, menatap matamu yang tak pernah segelap ini. Diam, aku berharap kamu mengerti tanpa aku bicara.

"Apa ini tentang," katamu menjeda sebelum melanjutkan, "..aku?"

Sungguh, jangan bertanya. Kamu seharusnya sudah tau jawabku.

Aku tidak ingin menangis (setidaknya jangan ada air mataku yang jatuh di depanmu). Tidak mengangguk, tidak menggeleng, tidak pula menjawab.

"Apa kamu terluka karena aku lagi?" Tidak banyak, aku hanya berharap kali ini kamu jujur, sekalipun itu menyakitkan.

Matamu mengerjap dua kali, ya katanya. Namun bibirmu mengucap sebaliknya.

Tidak, kamu tidak perlu berbohong demi aku. Lagipula cerita ini memang membosankan. Lagipula memang aku yang selalu merusak cerita kita.

Senyum yang kamu tampakkan, menampar aku dalam detik yang sama ketika aku sadar,

aku memang yang terburuk.

"Maaf."

Sejak awal memang dipertanyakan, siapa yang mampu menemani aku yang malang ini? Tidak ada. Kecuali aku sendiri.

KLM #2: Lintang | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang