Kepala berambut ikal itu menoleh, celingukan ke segala arah mencari apakah di sana ada orang lain selain dirinya.
Sepi.
Kapal itu sudah kosong dan ia rasa sang ayah juga sudah kembali ke rumah. Tinggalah ia yang kini diam-diam menyusup ke belakang buritan dan membuka salah satu drum yang tadi disusupkan olehnya. Harap-harap tak ada kejadian buruk setelah ini.
Fajar perlahan mulai menyingsing seiring dengan terbukanya penutup besi itu. Dan memunculkan sesuatu di dalam tabung besar tersebut.
Sesosok makhluk aneh dengan separuh tubuh manusia sedangkan bagian bawah menyerupai ikan jelasnya, ia terlihat tengah meringkuk, memeluk erat tubuhnya sendiri yang terbungkus jaring di sekujurnya. Sedang kedua manik indah cemerlang seperti bola kristal yang tertutup tersebut perlahan berkedip sebelum bergulir ke arah si nelayan yang juga tengah menatap ke arahnya.
"Ya, Tuhan.. maafkan aku," bisik Chan. Ia kemudian mengulurkan tangannya untuk membantu sosok itu keluar dari sana.
Lemas, ia terkulai tanpa tenaga kala Chan membaringkannya di atas buritan. Sedang tangan kokoh pria muda itu mulai merobek paksa jaring yang melilit di tubuh sosok tersebut hingga seluruhnya terlepas. Namun ujung runcing dari kail yang menancap pada ekornya masih tersangkut di sana, membuat luka memanjang karenanya.
"Kau terluka. Biarkan aku mengobatinya," ucap Chan lembut pada makhluk tersebut, sebelum tangannya dengan perlahan menarik kail itu dan menyebabkan suara ringisan dan mengerang sakit terdengar seketika dari si empunya ekor.
"Eeergghh..."
Tapi kail tajam tetap menyangkut di sana, sulit sekali dilepaskan dan malah semakin menusuk ke dalam dagingnya. Darah kental mulai meleleh dari luka tersebut.
"Ini sulit dilepaskan, aku harus mencari bantuan," gumamnya pelan dengan raut cemas memandang pada wajah mungil yang sejak tadi terus menatap ke arahnya. Chan jadi semakin merasa bersalah.
"Maaf, aku tak sengaja melukaimu," cakap si nelayan lagi. Ia kemudian mengulurkan tangannya berusaha menyentuh bahu sosok di depannya. Tapi seketika itu juga tangannya ditepis, dan gelengan kepala yang ribut menyambut pandangan.
Ia ketakutan.
Kedua tangannya bersilang di depan dada dengan tubuh bergetar. Sedang manik-manik indahnya terlihat memerah, seolah menahan tangisan. Bahunya pun ikut naik-turun, memompa udara ke dalam paru-paru, meskipun sebenarnya ia juga dapat bernapas dengan insang.
"Tidak apa, aku takan menyakitimu. Biarkan aku mengobati lukamu ini," ujar Chan berusaha meyakinkan.
Sosok itu terlihat cemas, ia menoleh ke kanan dan kiri berusaha mencari celah agar bisa melarikan diri. Tapi urung sebab ia tahu jika kapal ini telah berlabuh di pantai dengan titik kedalaman air yang rendah. Ia tak mungkin melompat jika tak mau kepalanya terbentur batu karang.
"Kumohon, aku berjanji takan menyakitimu. Aku hanya ingin mengobatimu. Dan kau boleh pergi setelah ini," ikrar Chan.
Yang diajak bicara memandangnya takut, tapi juga sadar jika tak ada yang bisa dilakukannya selain menurut. Maka dengan gerakan ragu, kepala bersurai hitam kelam itupun mengangguk dengan lemah, dan segera dihadiahi senyuman luas dari sang nelayan kepadanya.
"Kau bisa memegang ucapanku," kata Chan sambil membungkuk untuk menggendong tubuh kecil itu. "Omong-omong, kau punya ekor yang bagus," pujinya kemudian.
Sosok dalam gendongannya hanya diam, menyembunyikan wajahnya di dada bidang si pria yang kini membawanya turun dari kapal dan berjalan ke pesisir pantai, menuju sebuah bangunan kecil di mana ia biasa menyimpan ikan-ikan hasil tangkapannya di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Water ✓ [Banginho ft. Juyeon]
FanfictionJujur saja, Chan tak percaya dengan yang namanya mitologi. Cerita tentang para peri, kurcaci, naga, unicorn, pegasus atau mahkluk lainnya itu hanya ada dalam dongeng belaka. Mereka tidaklah nyata; pikirnya. Tapi semuanya berubah setelah badai itu me...