[24] Our Enemy

1.2K 289 53
                                    

"Kamu senyum-senyum terus, stress ya?" cibir Juyeon yang melihat adiknya tengah berada di tepian jendela dengan sebelah tangan menopang dagu.

"Enak aja!" bentak Minho seketika.

Lautan itu terlihat amatlah jernih pagi ini. Gelombang arus yang tak seberapa kuat seolah seperti hembusan angin sepoi-sepoi di padang rumput. Membuat rambut-rambut dari keduanya bergoyang tak ayal tengah menari riang.

"Kalo gak stress pasti gila," celetuk Juyeon lagi.

Plak!

Minho memukul lengan Juyeon dan membuat sosok si kakak tertawa gemas disertai senyuman yang luas sebelum menjawab, "Becanda ih, ya ampun kamu tuh baperan banget ternyata," celotehnya.

"Ngeselin!" katanya.

Lantas tangan besar Juyeon terangkat dan mengusak-ngusak rambut si adik dengan gerakan cepat, sungguh barbar. Membuat untaian surai sekelam malam itu berantakan dan tiara yang ia kenakan jadi miring ke samping.

"Kakaaakkk.." rengek si duyung muda karenanya.

"Ha ha ha... ih, ngambekan banget sih kamu tuh. Aku kan jadi gemes!" tapi Juyeon malah semakin iseng lagi setelahnya.

Si kecil mendengus sebal, ekor putih bersihnya itu meliuk indah di bawah tubuh jenjang berkulit mulus tersebut sebelum ia berenang keluar dari jendela dan bergerak menuju ujung tebing yang berada tak jauh dari kastil. Tak disangka jika ternyata Juyeon ikut serta mengekori di belakangnya.

"Kakak ngapain?" tanya si manis sembari mendudukkan dirinya pada salah satu batu yang menjorok di ujung tebing, menunjuk lautan lepas di depannya.

"Ngikut aja, bosen di kamar," jawab yang dewasa sembari mengambil posisi tepat di sebelah adik kecilnya.

Kini kedua duyung muda itu tengah asyik merasakan lembutnya arus laut dan sinar matahari yang masuk ke dalam air, menerpa wajah manis mereka.

Ekor Juyeon yang berukuran lebih panjang dan berkilau keemasan itu seolah memancarkan cahaya terang yang cukup menyilaukan mata. Pun serupa dengan ekor Minho. Meskipun ukurannya lebih kecil dan lebih ramping, namun gemerlap dari sisik-sisik silver itu amatlah indah bila diterpa cahaya.

"Kakak pernah jatuh cinta gak?" tanya si adik tiba-tiba. Entah kenapa ia justru membuka dialog di antara mereka dengan topik itu.

Si kakak yang semula hanya diam memejamkan mata dan merasakan lembutnya arus laut kini pun seketika menoleh ke arahnya.

"Enggak, kenapa?" sahutnya kemudian.

"Nanya aja. Kali gitu Kak Yeon pernah suka sama duyung lain di kastil?" cakap Minho, memandang pernik-pernik indah dari netra Juyeon.

"Yeji cantik, baik, pintar, tapi aku gak nganggap dia lebih dari adik aja. Kak Mina juga sama, dia sosok yang lemah lembut sama siapa aja, tapi aku gak naruh lebih rasa ke dia. Lagian juga mereka berlaku (baik) begitu sama aku ataupun kamu karena memang sudah diprogram, bukan?" Juyeon menyebutkan beberapa duyung muda yang juga tinggal di kastil bersama mereka.

Ya, benar. Para duyung lain akan berperilaku sebaik mungkin pada Juyeon ataupun Minho karena keduanya adalah seorang Putera Mahkota, duyung yang menurunkan darah dari seorang Raja sekaligus Dewa lautan tersebut.

Minho mengangguk paham seketika, lalu bertanya lagi, "Bagaimana dengan manusia? Kak Yeon pernah bertemu sama mereka gak?"

Juyeon mengernyit, alisnya menukik jelas sebelum menjawab, "Apa kau sedang dekat dengan manusia?" selidiknya.

Sial! Kenapa ia peka sekali dalam membaca perasaan adiknya ini? Ataukah memang Minho saja yang tidak mampu menutupinya?

Dan tentu saja ucapannya barusan mengundang gelagat aneh serta mencurigakan dari si adik. Duyung muda dengan tiara berwarna senada ekor cantiknya itu terlihat gugup sendiri. Tapi kemudian ia menjawab, "E-enggak.. kan tadi aku udah bilang cuma nanya aja gitu," kelakarnya.

Manik Juyeon memincing tajam, lantas wajahnya ia dekatkan pada wajah si adik yang terlihat salah tingkah sendiri kini. Lalu ia berucap lagi, "Kamu gak naik ke permukaan lagi 'kan?!" tundingnya seketika.

Habislah. Minho semakin takut sendiri saat ini, ia tak mengira jika kakaknya bisa sejeli itu. Tapi sebisa mungkin ia berusaha untuk bersikap normal dan menutupi rasa gugupnya yang semakin membuncah kini.

"Ha ha ha.. mana ada!" tawanya sumbang.

"Dengar, Minho. Kakak gak suka denger kamu keluyuran malem-malem lagi cuma buat liat bulan di permukaan. Harusnya kejadian kemarin itu kamu jadiin pelajaran dan juga pengingat jika hal buruk bisa saja menimpamu lebih dari itu," si kakak mulai memberikannya nasihat yang cukup panjang. Bahkan Minho yakin panjangnya bisa melebihi tujuh tumpuk kamus bahasa ikan yang dihapalkannya.

"Katakan saja kamu sedang beruntung karena nelayan itu melepaskanmu secara baik-baik. Coba bayangkan justru hal buruk sebaliknya 'lah yang terjadi?"

"Hal buruk? Hal buruk macam apa yang Kak Yeon maksud?" entah kenapa rasanya Minho mulai keringat dingin mendengar ucapan Juyeon kini.

Dan buruknya lagi si kakak justru mendekatkan wajahnya, mengikis jarak di antara mereka hingga dua hidung runcing itu nyaris bersentuhan. Bahkan Minho sendiri bisa merasakan seberapa tajamnya tatapan yang diberikan Juyeon kini, membuatnya grogi dan ketakutan setengah mati.

"Mereka akan membuahimu!"

"HAH!?"

Minho terkejut bukan main karena kalimat si kakak barusan. Benar-benar tak menyangka dengan apa yang didengarnya hingga refleks ia menyilangkan kedua tangan kecilnya ke depan dada dan bergidik ngeri seketika.

"D-dibuahi?" bibirnya membeo kecil dengan nada cemas dan takut.

Juyeon mengangguk pelan, "Kau akan dibuahi," katanya lagi.

"Apa perutku akan jadi besar nanti?" cicit si bungsu.

"Bokongmu akan membesar nanti," celetuk si sulung.

"Bokongku? Kenapa jadi bokongku?" ada kernyitan jelas di alis yang muda kini. Mulai merasa aneh dengan ucapan si kakak padanya.

"Kamu akan bertelur!" tandas Juyeon.

"Apa!!?" mata adiknya melotot seketika.

"Dan kamu akan mengerami telur-telurmu," ada senyuman usil yang terkembang di wajah tampan itu.

"Engaaaaakkk.." jerit si bungsu dramatis disertai wajah horor dan tangan meremat rambutnya, sungguh lucu.

"Selama dua puluh satu hari!"

"Gak ma—" kalimatnya terputus, dan wajah penuh dramatis itu berubah menjadi datar tatkala ia menangkap sesuatu. Lalu tiba-tiba saja...

Plak!

Mendadak ia memukul lengan kakaknya lagi seperti tadi dan tertawa renyah setelahnya, karena ia sadar benar dengan kalimat Juyeon ternyata maksudnya apa.

"Mana ada! Becanda ah!" tukasnya kemudian, "Emangnya aku ayam!? Aku 'kan ikan! Ha ha.."

Juyeon lantas ikut tertawa. Tapi itu hanya sesaat sebelum ia menangkup kedua pipi adiknya dan kembali menautkan pandangan serius pada sepasang jelaga indah itu. Lalu bibir ranum itu kembali berkalimat dengan amatlah tegas.

"Dengar, Minho! Manusia itu bukan mahluk yang pantas untuk dijadikan teman oleh kaum kita. Mereka itu licik, dan jahat! Mereka musuh kita selain kaum Siren," katanya lalu dilanjutkan rangkaian kata lain yang menjelaskan jika memang pertemanan antara manusia dengan mermaid seperti mereka bukanlah hal baik untuk dijalin.

Dan Minho sadar dengan amatlah baik bila hubungannya bersama Chan takan berjalan semudah yang ia pikirkan.




















Dan Minho sadar dengan amatlah baik bila hubungannya bersama Chan takan berjalan semudah yang ia pikirkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Under Water ✓ [Banginho ft. Juyeon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang