"Hiks.. hu hu hu.. aku harus gimana?" Jisung sedang menangis di sisi terumbu karang dekat anemon, rumahnya sendiri berada. Tapi bersamaan dengan itu seekor ikan laut kecil lewat dan tak sengaja mendengar suara isakan tangisnya.
"Loh? Kakak kok nangis di sini? Ngapain?" ya, tentu saja itu Jeongin yang bertanya. Dengan tanpa permisi ia duduk di salah satu terumbu karang.
"Aku lagi sedih," jawab si ikan badut sedikit ketus.
"Oohh.. ini pasti gegara anemonnya mau digusur ya," terka Jeongin mendadak.
"Bukaaaaann.. emangnya siapa yang mau ngegusur rumahku," rengek Jisung berteriak.
"Loh? Bukannl ya?" dan si kecil Jeongin malah balik bertanya. Anehnya yang malah membuat Jisung semakin menangis meraung-raung tak ayalnya ikan teri yang kehilangan ekornya.
"Hu hu hu.. aku harus gimanaaa.. udah hampir sehari semaleman tapi dia belum juga pulang. Gimana kalo nanti dia dimakan? Atau dipres ke dalem pengepakan kaleng tunaaa," tangisnya.
"Dia? Dia siapa?" kernyit di dahi si kuda laut menjelas dengan raut bingungnya. Sempat berpikir jika mungkin saja si ikan badut temannya ini jadi meracau tak jelas karena habis terkena sengatan ubur-ubur nakal yang sering berkeliaran.
Tapi kemudian, mendadak kedua sirip Jisung meraih bagian bahu si kuda laut kecil itu dan mengguncang-guncangkannya dengan barbar sebelum kembali berteriak lantang.
"Aaaa... Lepasin Jeje!!" bentak yang muda karena kepalanya berguncang kesana-kemari seperti sedang dikocok di dalam sebuah botol rasanya.
"Jeje.. Kak Minho ditangkep sama nelayan semalem!"
Pun sontak membuat Jeongin ikut berteriak tak kalah kencang, "APA!!?"
Panas!
Minho menggeliat tak nyaman di atas kasur tempatnya berbaring. Wajahnya memerah, keringat bercucuran, dan bibirnya memucat, kering serta nyaris pecah-pecah.
Tangan kecil itu menyibak selimut yang menutupi separuh tubuhnya, menunjukan sepasang kaki jenjang yang kini menggantikan ekor sebelumnya.
Ia meringis saat berusaha menggerakkan satu demi satu tungkai itu, berusaha menapaki lantai dan berjalan dengan berpegangan ke dinding. Tapi baru dua langkah ia sudah jatuh lagi dan suara erangan itu terdengar lagi.
Sungguh! Minho benci kaki, karena benar-benar tidak praktis untuk dipakai berjalan. Berbeda dengan ekor yang hanya tinggal digoyangkan saya sudah bisa membuatnya berenang jauh. Dan lebih dari itu Minho sungguh benci jika ia harus keluar dari air berlama-lama.
Dengan menahan suara ringisan dan juga rasa sakit yang menjalar dari lukanya, ia pun akhirnya nekat keluar kamar dengan menyeret-nyeret kaki itu. Bergerak menuju belakang rumah di mana kamar mandi berada.
Susah payah tangannya menggapai di udara hanya agar bisa memutar knop pintu dan membukanya. Tapi setelah beberapa waktu akhirnya ia pun berhasil keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Water ✓ [Banginho ft. Juyeon]
Fiksi PenggemarJujur saja, Chan tak percaya dengan yang namanya mitologi. Cerita tentang para peri, kurcaci, naga, unicorn, pegasus atau mahkluk lainnya itu hanya ada dalam dongeng belaka. Mereka tidaklah nyata; pikirnya. Tapi semuanya berubah setelah badai itu me...