"Kak?" cicit Minho, tapi Juyeon tak menjawab. Ia masih terus pada posisinya; memeluk si adik dengan dagu ditumpukan di atas bahu kecil tersebut.
"Kak?" panggil Minho lagi, pasalnya ia merasa khawatir dengan kakaknya ini yang tiba-tiba datang ke kamar dan menariknya ke dalam rengkuhan.
"Sebentar," akhirnya suara itu terdengar, walau tak seberapa kencang. "Aku masih ingin memastikan jika ini memang kamu, bukannya cuma mimpi," tuturnya kemudian.
Ah, Minho tak tahu apa yang dilalui Juyeon saat ia tak ada. Tapi dibanding itu, Minho merasa amat bersyukur karena ia punya kakak sebaik dan pengertian sepertinya, walau mereka tak lahir dari rahim yang sama.
Tangan kecil itu terangkat, membalas pelukan yang lebih tua sebelum membenamkan wajahnya di bahu bidang sang kakak dan berbisik pelan, "Aku kangen Kakak," lirihnya.
Tanpa diketahui jika di sisi pintu yang sedikit terbuka ada Chan yang diam-diam memerhatikan.
'Mereka itu saudara satu ayah, tapi beda ibu. Juyeon dilahirkan dari rahim Sang Dewi, berbeda dengan Minho yang justru lahir dari rahim seorang nelayan wanita. Itu sebabnya kenapa Minho tak bisa dikatakan duyung yang sempurna, sebab ia tak bisa merubah dirinya seperti yang Juyeon lakukan. Ia hanya bisa menunjukan taringnya saja, selebihnya tidak ada.'
Suara Calypso terdengar kembali saat Chan dan ia bertemu di ruang khusus prakteknya; untuk melakukan pemeriksaan perihal ekor barunya.
'Jadi Minho itu apa?'
'Dia duyung, sama sepertimu. Hanya saja tak sempurna karena memiliki darah manusia.'
'Tapi dia bisa merubah ekornya menjadi kaki, aku tidak bisa seperti itu.'
'Tentu, karena walau separuh manusia, Minho juga masih memiliki darah yang diturunkan dari Sang Dewa. Dia itu unik, Chan. Sebab hanya ada beberapa ekor duyung saja yang sepertinya di lautan. Berbeda denganmu, kamu takkan bisa merubah ekormu menjadi kaki semula karena kamu sudah mengikrar janji pada Sang Dewa untuk menjadi duyung selamanya.'
'Ah, aku mengerti sekarang.'
Chan tersenyum simpul sebelum berenang menjauh, pergi ke luar kastil dan duduk di ujung tebing tempat favorit Minho—yang juga menjadi tempat favoritnya saat ini—memandang pantulan cahaya matahari yang masuk ke dalam air. Indah sekali.
Cukup lama ia di sana, merasakan desir gelombang air laut yang menerpa wajah tampannya, hingga seseorang membuatnya nyaris mengumpat karena muncul secara tiba-tiba.
"Apa kau sedang menunggu seseorang?"
"Ha—oh, Yang Mulia," Chan segera membungkuk mana kala tahu bila saat ini yang berada di depannya adalah Juyeon.
"Gak perlu resmi, cuma ada kita berdua di sini," cakap Raja muda tersebut.
Chan tersenyum canggung, ia melirik ke belakang Jueyon; mencari apakah ada duyung lain selain keduanya di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Water ✓ [Banginho ft. Juyeon]
Fiksi PenggemarJujur saja, Chan tak percaya dengan yang namanya mitologi. Cerita tentang para peri, kurcaci, naga, unicorn, pegasus atau mahkluk lainnya itu hanya ada dalam dongeng belaka. Mereka tidaklah nyata; pikirnya. Tapi semuanya berubah setelah badai itu me...