"Chan!"
"Chan!"
"Chan, bangunlah!"
"Chan, kamu udah sadar?"
Suara-suara itu tak henti memanggil namanya berkali-kali. Rungunya pun menangkap jelas siapa orang di balik suara familiar itu. Tapi matanya sulit untuk dibuka, sedan kepalanya berdenyut luar biasa.
"Chan, Ayah mohon bukalah matamu jika kamu mendengar suara Ayah," lagi terdengar seseorang memintanya untuk segera menyadarkan diri segera.
Bolehkah Chan mengatakan jika ia malas? Rasanya tidur seharian adalah yang ia butuhkan saat ini. Lagipula badannya terasa sakit sekali. Tapi lagi-lagi suara itu kembali memintanya membuka mata. Dan akhirnya mau tak mau ia pun menuruti. Hingga saat semuanya menjelas dalam pandangannya, saat itulah ia tahu jika ini bukan lagi di lautan.
"Ibu," panggilnya pelan dan disaat itu juga seorang wanita segera menariknya ke dalam pelukan.
"Ya Tuhan, Chan.." suaranya yang lembut terisak pedih tatkala tangan anaknya melingkar membalas pelukannya. "Ibu takut sekali kamu hilang di lautan," lirihnya.
Ayahnya yang ada di sana juga segera melakukan hal yang sama pada anaknya itu. Ia amatlah bersyukur karena meski ditemukan dalam keadaan tak sadarkan diri namun Chan akhirnya bangun lagi. Entah bagaimana jalannya ia bisa berakhir di dermaga pada malam naas itu.
-----
"Astaga, Chan. Ayahmu benar-benar histeris saat kembali ke pelabuhan dan membawa kabar jika kau hilang ditelan badai," cakap Changbin yang duduk di sebelah bangsal tempatnya berbaring.
Rumah sakit itu tak sepi seperti hal semestinya, sebab tepat di balik dinding ruangan yang Chan tempati kini berhadapan langsung dengan sebuah tebing di mana ombak akan selalu menabrak karangnya setiap waktu. Serta suara-suara dari bunyi kapal air yang melintas pastilah dapat didengarkan dengan begitu jelas.
"Bagaimana aku bisa ada di sini?" Chan menyahuti dengan ragu.
"Harusnya itu yang kutanyakan padamu. Bagaimana kau bisa kembali ke dermaga saat orang-orang ribut mencari dirimu ke lautan?!" balas Changbin. Tangannya kini sibuk mengupas sebutir jeruk yang kemudian disodorkan pada temannya itu, "Makanlah, perutmu belum dimasukan apa-apa selain cairan infus dari dokter," katanya.
"Terima kasih," Chan mengambil jeruk itu, tapi tak lantas memakannya. Ia justru melirik ke arah jendela di mana tirainya terhempas dengan lembut karena ditiup oleh angin laut.
"Aku tak begitu yakin dengan apa yang kurasakan saat itu," gumamnya kemudian.
"Apa? Kau ingat sesuatu?" Changbin menoleh ke arahnya seketika.
"Entah.. terasa samar-samar," balas kawannya.
Chan kemudian berusaha kembali mengulang ingatan yang tersimpan dalam memorinya. Sekilas bayangan nampak melintas tatkala ia berusaha memejamkan mata. Berkelebat di antara riuhnya ingatan tentang seberapa ganas badai yang telah menelannya ke dalam lautan lepas.
"Coba kau ingat-ingat lagi," cakap Changbin.
Seperti ada seseorang di sana, di dalam air yang menarik dirinya. Chan tak bisa mengingat dengan baik bagaimana rupa wajah itu, namun sepintas seperti sepasang manik bulat sekelam jelaga yang seketika menyapa benaknya. Dan sebuah ekor panjang yang bergerak dengan gemulai membawanya berenang ke permukaan. Hanya itu, sisanya terasa mengabur. Samar-samar.
"Ada yang menarikku di dalam air," kata Chan pelan. Namun sukses membuat Changbin mengernyit dengan begitu jelas.
"Maksudmu? Ada orang lain yang ikut ditelan badai itu?" terkanya seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Water ✓ [Banginho ft. Juyeon]
FanfictionJujur saja, Chan tak percaya dengan yang namanya mitologi. Cerita tentang para peri, kurcaci, naga, unicorn, pegasus atau mahkluk lainnya itu hanya ada dalam dongeng belaka. Mereka tidaklah nyata; pikirnya. Tapi semuanya berubah setelah badai itu me...