Rumah Changbin yang di mulmed.
"Chan, kita gak bisa ngebiarin dia terus di sini. Ayahmu pasti akan tau kalo kamu nyembunyiin sesuatu darinya," ucap Changbin sambil mengusap wajahnya yang penuh dengan keringat. Ia baru selesai melilitkan perban pada luka di ekor duyung mungil itu. Sedang si empunya sudah terlihat tak bergerak sama sekali.
"Lalu aku harus gimana?" Chan malah melempar pertanyaan.
"Sebaiknya kita bawa ke tempat lain," usul Changbin.
"Ya kemana?"
Tapi pertanyaan Chan sukses membuatnya kembali diam dan bertanya akan hal yang sama pada dirinya sendiri; kemana? Benar, kemana memangnya mereka bisa menyembunyikan sosok tersebut agar orang lain tak melihatnya?
"Rumahku?" tapi jawaban itu mendadak ia dapatkan. Tak begitu yakin sebenarnya.
"Rumahmu?" dan Chan seketika membeo dengan alis terangkat sebelah. "Kenapa ke rumahmu?" tanyanya kemudian.
"Kau tentu tahu, bukan? Ayahku berlayar, ia jarang pulang ke rumah dan paling hanya sesekali memberi kabar lewat telepon. Aku sendirian setiap harinya, dan kurasa tak buruk untuk menyembunyikan ia di sana. Lagipula bak mandi rumahku ukurannya lebih besar dari yang ini," urainya kemudian.
Ah, benar. Changbin memang selalu sendirian di rumahnya, terlebih setelah ibunya meninggal beberapa bulan lalu akibat sakit. Membuatnya mau tak mau harus lebih mandiri dan kuat untuk menghadapi hidupnya. Setidaknya sampai ayahnya kembali.
"Ehm.. lalu, caranya? Kamu tentu gak akan mau aku memasukannya ke dalam drum lagi 'kan?" selidik Chan.
"Tentu saja tidak, dasar bodoh! Kau bisa saja membuatnya mati di dalam sana!" hujat Changbin seketika.
"Ya terus gimana?" Chan mungkin akan memukul kepala kawannya itu dengan martil yang ada di dekat kakinya kini, tapi Changbin malah terlihat kembali diam dengan raut bingungnya.
"Menggendongnya?" Ia mencicit ragu.
Bagus, sekarang Chan ada alasan lain untuk memukul kepala Changbin dengan martil karena idenya sendiri; menggendong si duyung, dan membiarkan orang-orang melihatnya? Yang benar saja!
Mercusuar itu berdiri kokoh di ujung pesisir pantai, dengan gagahnya menghadap ke lautan luas tak peduli jika pada bagian kakinya ombak terus berusaha menghempas. Sedang pada bagian puncak menara terlihat sebuah lampu besar khalayaknya senter, yang apabila malam telah datang, ia akan bersinar terang sebagai upaya agar setiap pelaut yang melewati tepi daratan itu takan menabrak karang karena sinarnya.
Felix, seorang remaja yang mulai menginjak dewasa itu sedang duduk di tepian balkon pada puncak mercusuar. Kakinya terayun-ayun ke bawah dengan sengaja. Ia membiarkan hembusan angin laut kencang menerpa wajah mungilnya, membuat surai berwarna pirang kecoklatan itu bergoyang-goyang tak ayalnya sedang menari dengan riang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Water ✓ [Banginho ft. Juyeon]
FanficJujur saja, Chan tak percaya dengan yang namanya mitologi. Cerita tentang para peri, kurcaci, naga, unicorn, pegasus atau mahkluk lainnya itu hanya ada dalam dongeng belaka. Mereka tidaklah nyata; pikirnya. Tapi semuanya berubah setelah badai itu me...