Pintu itu berderit kala tangan Chan membukanya dengan perlahan. Ruangan dari sepetak bangunan itu terasa sepi, hanya ada beberapa box ikan yang terlihat menyapa pandangan juga beberapa alat dan bahan untuk melaut seperti umumnya.
"Apaan sih?" Changbin yang berdiri di sampingnya dengan tangan masih memegangi kotak medicine itu hanya menggerutu kala Chan bilang ada sesuatu di rumah penyimpanan ikan milik ayahnya.
Chan tak menyahuti, ia malah berjalan mendahului ke arah belakang, menuju sebuah kamar mandi kecil sebelum mengeluarkan kunci dan memasukkannya ke dalam lubang.
"Berjanjilah untuk tak menjerit saat melihatnya," ucap Chan pada Changbin. Tapi temannya itu hanya menatap dengan raut bingung, tak mengerti apa yang diucapkannya. Memangnya ada apa di dalam kamar mandi hingga mampu membuatnya menjerit? Tapi saat Chan memutar kunci dan membuka pintunya, saat itulah Changbin menganga lebar.
"ASTAGA!! JARI BENERAN NYATA!!?"
Padahal tadi sudah diingatkan untuk tak menjerit, tapi lelaki bertubuh mungil itu malah melakukannya. Alhasil tak hanya Chan yang kaget karena mendengar suara lantangnya itu, tapi juga sosok di sudut ruangan yang tengah meringkuk dengan wajah ketakutan.
"Kau menyekapnya di dalam kamar mandi?!" pekik Changbin lagi.
"Tidak ada tempat lain, aku tak mungkin terus membiarkannya meringkuk di dalam drum," jawab Chan.
"APA!? KAU MEMASUKKANNYA KE DALAM DRUM!? KEMANA OTAKMU!!?" bentaknya lagi.
"Maafkan aku, aku kepaksa masukin dia ke dalam drum supaya ayahku gak ngeliat dia," kelakar Chan.
Changbin mendengus sebal, tapi kemudian ia bergerak mendahului ke depan, berjongkok di depan sosok yang tadi mereka perdebatkan.
"Astaga.. jadi kalian benar-benar nyata?" gumamnya pelan, tapi sesaat kemudian tatapan mata itu beralih ke arah luka di pangkal ekornya, di mana kail tajam itu masih tersangkut di sana.
"Bin, tolong bantu aku mengobati lukanya," ucap Chan yang segera diangguki oleh temannya itu.
Tapi saat mereka hendak mendekat sosok itu mendadak mendesis seperti ular dengan menunjukan gigi taringnya yang tajam. Berusaha memberikan peringatan pada keduanya dengan serta tangan yang kembali bersilang di depan dada. Membuat Chan serta Changbin sama-sama terkejut dan kembali mundur. Namun meski demikian, raut ketakutan serta putus asa itu masih terlihat jelas di wajah manisnya.
"Tenanglah, kami gak akan menyakitimu, kamu gak usah takut," ucap Chan kemudian, berusaha menyakinkan ucapannya. Namun sosok itu menggeleng ribut, kian merasa takut dan terancam dengan posisinya yang kini tersudutkan dengan dua manusia asing yang mungkin saja akan mencelakainya.
"Kami hanya ingin membantumu, melepaskan kail tajam itu dari ekormu," kali ini Changbin yang berucap. Ia kemudian mengangkat barang bawaannya untuk sekedar meyakinkan jika ucapannya bukanlah bualan semata. "Kami juga takan memberitahukan keberadaanmu pada orang lain," ikrarnya tiba-tiba. Namun Chan segera mengangguk, membenarkan kalimat itu.
"Percayalah, kamu bisa memegang ucapan kami," katanya. Setelahnya kaki tersebut kembali maju dan mendekat pada sosok manis yang memandangnya dengan netra berkaca-kaca, nyaris menangis jika saja tak berusaha menahannya.
"Bolehkah?" Chan bertanya, ia meminta ijin untuk menggendong tubuh ringkih tersebut untuk mengembalikannya ke dalam bak mandi seperti semula.
Ragu, terlihat jelas dari raut dan tatapannya. Tapi kemudian kepala itu mengangguk lemah dan membiarkan si pria meraup tubuhnya, mengangkatnya seperti beberapa saat lalu kala mereka turun dari kapal.
"Hati-hati, Chan. Usahakan agar luka itu tak kembali masuk ke dalam air," titah Changbin yang segera mendapat anggukan dari Chan. Kawannya itu kemudian memasukan kembali si duyung kecil ke dalam bak mandi, namun membiarkan ujung ekornya tak masuk ke dalam air.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Water ✓ [Banginho ft. Juyeon]
FanfictionJujur saja, Chan tak percaya dengan yang namanya mitologi. Cerita tentang para peri, kurcaci, naga, unicorn, pegasus atau mahkluk lainnya itu hanya ada dalam dongeng belaka. Mereka tidaklah nyata; pikirnya. Tapi semuanya berubah setelah badai itu me...