Jeno sudah berdiri menyandar di pinggir pintu flat Siyeon ketika Haechan baru saja pulang membeli obat. Semalam Siyeon langsung ambruk begitu turun dari motor, badannya sangat panas sepertinya ia langsung terkena demam. Jadi semalam Haechan menginap di flat Siyeon, tadi saat keluar belum ada Jeno mungkin ia datang saat Haechan masih ada di Apotek. Mata mereka kembali beradu sengit. Baik Haechan maupun Jeno sama-sama mengirim sinyal death glare.
"Semalem Siyeon sama lo?"
"Bukan urusan lo. Dan gue rasa lo gak perlu tau apapun tentang gue dan Siyeon."
"Gue harus tau, biar tau alesan kenapa semalem dia nangis minta jemput dan penyebab sekarang dia sakit."
"Siyeona sakit?"
"Menurut lo dengan pake baju tipis diem di pinggir jalan sendirian dia ga akan sakit?"
Jeno tidak menghiraukan Haechan, ia langsung membuka kenop pintu flat Siyeon. Namun detik itu juga Haechan langsung menahannya.
"Lo siapa berani masuk ke flat Siyeon?"
"Gue pacarnya. Udah berapa kali gue bilang ke lo."
"Oh ya? Pacar mana yang tega ninggalin ceweknya sendirian malem-malem?"
"Gue punya alesan dan gue bisa jelasin sama Siyeona bukan ke lo."
Prang.
Terdengar suara pecahan kaca dari dalam flat Siyeon.
Jeno langsung menepis tangan Haechan yang menahannya, "Gue harus masuk. Lo mau Siyeona kenapa-napa?"
"Cih, peduli apa lo sama dia?" Haechan mendengus, "Oke tapi sebelum masuk-"
BUG. Haechan memukul Jeno sekuat tenaga sehingga Jeno langsung terhuyung jatuh. Sejak kecil Haechan sudah menekuni seni bela diri, jadi tidak aneh jika ia sangat kuat.
Tidak puas sampai disitu, Haechan memukul lagi Jeno sebanyak 3 kali di wajahnya.
"Kalo lo cuma main-main sama Siyeon lebih baik lo pergi." Haechan beranjak dan sebelum benar-benar masuk ia menoleh lagi pada Jeno, "Gue peringatin kalo lo berani nyakitin Siyeon, lo berurusan sama gue."
Haechan langsung masuk dan mendapati Siyeon sedang berjongkok membereskan pecahan gelas.
"Di, kenapa?"
"Gpp, tadi gue cuma-Akhh." Siyeon meringis ketika salah satu pecahan gelas itu menggores jarinya.
Haechan langsung ikut berjongkok dan menyedot darah di jari Siyeon. Di belakang Jeno memperhatikan mereka.
"Kenapa lo beresin sendiri sih? Kan bisa nungguin gue."
"Gue pikir lo udah berangkat kerja."
"Lo pikir gue masih bisa berangkat kerja? Lo gak tau apa siapa yang semalem ngurusin lo?"
"Tau, siapa lagi yang bakal ngurusin gue pas lagi sakit kalo bukan lo."
"Itu tau. Yaudah sekarang lo istirahatin jangan dulu banyak gerak, gue yang repotnya." Haechan menuntun Siyeon untuk kembali ke kasurnya.
Setelah berhasil duduk di kasurnya, Siyeon baru menyadari keberadaan Jeno.
"Loh Jeno? Sejak kapan disitu?" Siyeon benar-benar terkejut karena tidak menyadari keberadaan Jeno sejak tadi, "Astaga itu muka lo kenapa?" Siyeon langsung melirik Haechan.
"Iya gue yang mukulin kenapa?"
"Chan.."
"Dia pantes di pukul, mening sekarang lo suruh dia pulang gue ga tahan ngeliat dia terus. "
"Emang lo nggak akan kerja?"
"Nggak, gue-" Belum sempat Haechan menyelesaikan kalimatnya ponselnya lebih dulu berdering.
"Astaga ko bisa? Iya iya tunggu, lo bisa nunggu bentar lagi kan?"
Setelah panggilan telepon terputus, Haechan langsung menatap Siyeon dengan penuh rasa bersalah.
"Gpp, gue tau itu penting. Pergi aja Chan, nanti kalo ada apa-apa gue pasti nelpon lo janji."
"Gue gak tega ninggalin lo sendiri pas sakit gini."
"Nggak sendiri, kan ada Jeno."
"Mana bisa gue percaya sama dia."
Siyeon menghela nafas, "Tapi seenggaknya lo percaya kan sama gue?"
Haechan dan Siyeon bertatapan untuk beberapa saat, akhirnya Haechan mengalah, "Yaudah tapi makan bubur sama obatnya, nanti kalo pas gue balik lagi lo masih belum mendingan lo tau apa yang bakal terjadi?"
"Iya iya udah sana pergi."
Sebelum benar-benar pergi Haechan menatap Jeno seolah mengirim sinyal peringatan.
Suara pintu tertutup menjadi awal mula keheningan diantara mereka berdua.
"Jen, sorry yaa."
"Kenapa lo yang minta maaf?"
"Haechan mukulin lo pasti gara-gara gue."
"..... Gue emang pantes di pukul."
Siyeon tersenyum tipis, "Sini." Siyeon menepuk-nepuk pinggiran kasurnya menyuruh Jeno untuk mendekat.
Jeno menurut dan langsung duduk berhadapan dengan Siyeon.
"Sakit yaa?" Siyeon mengusap pelan luka lebam di wajah Jeno, "Haechan kalo udah emosi suka ngga kontrol, maaf yaa."
Gerakan Siyeon terhenti karena tiba-tiba Jeno memegang tangannya, "Soal semalem sorry." Jeno menatap Siyeon dengan sorot yang tidak Siyeon ketahui, namun Siyeon bisa merasakan jika Jeno memang merasa bersalah. Sebenarnya jika mengingat lagi tentang semalam hati Siyeon terasa sakit.
"Gpp Jen, gua semalem ga nungguin lo kok. Gue langsung pulang naik taxi."
Melihat Siyeon berbohong agar Jeno tidak merasa bersalah justru membuat Jeno semakin merasa bersalah.
"Bayarnya gimana? Tas lo kan ada di mobil gue."
"Hng? Itu.. pas nyampe gue langsung gedor flat Haechan jadi dia yang bayarin."
"..... Lo ngga mau nanyain alesan gue semalem ninggalin lo?"
"Apapun alasan lo gue bisa maklumin, dan gue udah maafin lo. Jadi gak usah di bahas lagi yaa."
Sebenarnya Siyeon takut mendengar alasan yang akan Jeno katakan, jika Jeno berbohong padahal jelas-jelas semalam Siyeon melihat sendiri Jeno pergi bersama Yeji itu akan membuat Siyeon sakit hati. Tapi jika harus mendengar Jeno terang-terangan mengatakan semalaman ia menemani Yeji itu juga akan terasa sangat sakit walaupun Siyeon sudah tahu pasti seperti itu. Dari awal saat memutuskan untuk menerima ajakan Jeno, Siyeon sudah tahu hal-hal seperti ini akan sering terjadi. Walaupun sakit, tidak apa-apa asalkan itu untuk kebahagiaan Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless | Jeno Siyeon (✓)
Romance"Lo mau gak jadi pacar gue lagi?" Satu kalimat yang berhasil memporak-porandakan hati Siyeon.