08. Hari Pertama

857 149 4
                                    

Tania betulan memaki dirinya sendiri karena sudah berani membuat Gama menunggu.

Laki-laki itu tadi sudah mengiriminya alamat tempat mereka akan belajar. Namun Tania masih terjebak di koridor sekolah bersama Rehan.

Melihat bagaimana laki-laki itu menatapnya masih sama kasihan hanya membuat Tania semakin kesal. Rehan lalu menghela napasnya, lantas menaruh kedua tangannya di bahu Tania.

"Kita lapor ke sekolah, ya?"

Tania mengeryit, segera menjauhkan tangan Rehan dari dirinya. "Bukan urusan lo, Han."

"Tapi lo di bully, Tan. Lo nggak kepengen ini semua selesai? Lo mau terus-terusan di ganggu?"

Mata Tania yang mirip seperti mata kucing semakin galak menatap Rehan. Dia mungkin tahu kalau Rehan memang orang baik, namun Tania tidak pernah mengharapkan ini semua.

Hari di mana ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka dengan alasan yang egois, adalah hari terakhir di mana Tania bertekad untuk berhenti berhubungan mengenai apapun lagi dengan Rehan.

Sebab Tania cukup sadar diri kalau dia tidak akan pernah cukup baik untuk menerima kemurahan hati laki-laki itu.

"Tania, gue sebentar lagi lulus." Rehan menghela napas lagi, dari wajahnya Tania tahu kalau laki-laki itu betulan putus asa.

"Terus kenapa kalo lo lulus?"

"Lo harus berhenti bersikap kayak gini, Tan. Lo harus nyoba bersosialisasi. Semua hal bakal mudah kalo lo lakuin bareng-bareng, nggak sendirian."

Tania pikir... Rehan datang untuk membelanya.

"Lo manggil gue buat nyalahin gue juga kayak apa yang orang-orang lakuin?" Balas Tania sarkas.

"Nggak gitu!" Rehan mencoba membantah. "Pernah nggak lo mikir kalau orang-orang mungkin aja kesal sama lo karena lo selalu bersikap bisa ngelakuin semua hal sendirian?"

"Orang-orang atau lo yang kesal, Han?"

"Tania!"

Tania mengusap wajahnya gusar. Dibanding dengan Rehan yang putus asa bagaimana caranya membuat Tania mengerti, Tania lebih putus asa lagi sebab ia sudah nyaris tidak memiliki harapan apapun lagi.

Semua keterpaksaannya menjalani hidup begini... Yang awalnya tidak ingin ia lakukan, namun karena dorongan kasih sayangnya untuk Mama, Tania hanya berharap kalau Tuhan setidaknya mau memudahkan hidupnya sedikit saja.

Tania tidak berharap banyak. Sebab ia tahu harapan-harapannya tidak akan menjadi nyata.

Jadi jika Rehan dan kebanyakan orang memaksa Tania untuk berhenti bersikap egois dan jahat, Tania hanya bisa menertawakan mereka.

Hidupnya keras. Bersikap baik tidak akan memudahkan kehidupannya.

"Minggir lo." Tania mendorong laki-laki itu, namun Rehan malah menahan tangannya agar tidak beranjak pergi kemana pun.

"Tania, sebentar."

"Han, urus urusan lo sendiri bisa nggak sih?!"

"Tan..." Rehan memanggilnya dengan nada lirih. Laki-laki itu tidak akan munafik dan menyangkal saat di tanya apakah ia kasihan pada perempuan itu atau tidak. Jelas Rehan kasihan.

Untuk terakhir saja, Rehan ingin sekali Tania hidup dengan lebih baik.

"Hidup nggak melulu soal nilai, Tan."

"Di hidup lo emang nggak. Tapi di hidup gue iya."

"Kenapa??" Rehan bertanya. Sebuah pertanyaan yang sejak dulu selalu ia ajukan, namun berakhir dengan di abaikan.

GAMANIA | Jeno ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang