18. Maaf, Na

659 118 11
                                    

Mark pusing.

Seumur-umur ia hidup, baru kali ini ia bertemu dengan orang semenyebalkan Eiyad Ilham Najib. Rasanya Mark mau menyiram Ilham dengan air suci, tapi dia keburu ingat kalau anak itu beda aliran.

Sepertinya, setan di badan Ilham terlalu banyak-- atau bahkan Ilham sudah berteman dengan setan-setan itu sendiri, makanya anak itu nggak bisa kalau nggak berbuat dosa, meski hanya sebentar.

Sewaktu Mark di telepon untuk menjemput ketiga temannya di salah satu klub— Mark yang sedang mengurus Gama karena anak itu juga mabuk di apartemen, di buat bingung karena seingatnya tiga orang itu sedang tidak bersama.

Usut punya usut, ternyata Ilham mengajak mereka bertemu tanpa Mark dan Gama, namun ketika dia mabuk seperti sekarang, maunya pulang bersama Mark.

"Minggiran lo." 

"Nggak bisa, sempit." Ilham malah semakin memepetkan diri ke Mark, membuat laki-laki itu mesti menarik napas panjang agar diberi kesabaran.

"Gimana nggak sempit kalau lo aja duduk bersila??"

"Jangan banyak omong."

"ELO YANG BANYAK OMONG!"

Mark sebenarnya orang yang sabar. Tapi entah Ilham ketika sadar atau mabuk, keduanya benar-benar menguji kesabaran. Namun meski begitu apakah ia mendorong Ilham agar berhenti bersandar padanya? Tidak juga.

Biar mulutnya sesampah itu, Mark tetap sayang sama Ilham. Habisnya kalau nggak ada anak itu, dia mungkin nggak bisa sering-sering ketawa ngakak.

"Maaark."

Candra dan Jansen tertawa. Sebagai yang paling sadar, Jansen mengemudi mobil, sedangkan Candra duduk di sebelahnya.

"Ngegay aja lah lo berdua." Celetuk Candra, mengundang tatapan tajam Mark.

"Maaark." Ilham memanggil laki-laki itu lagi.

"Apa sih?!"

Matanya boleh tertutup, tapi mulutnya tidak juga berhenti bergerak. Seriusan, teman-temannya saja bingung bagaimana bisa Ilham tetap tidak mau diam padahal sudah hangover.

"Maaark, kenapa sih Gama nggak mau cerita ke kita-kita?"

Mark diam saja sewaktu ditanya begitu. Namun biarpun mabuk, Ilham tetap jadi manusia kepo yang tidak akan membiarkan pertanyaannya di abaikan.

"Kenapa ceritanya ke lo doang? Gama nggak percaya kita??"

"Bukan, bego." Mark menghela napasnya. "Dia sebetulnya takut cerita Kiara kalo ada lo. Meskipun lo bilang udah nggak suka, tetap aja lo pernah suka."

Keadaan mobil jadi hening.

"Gama tuh.... Mirip lo lah bangsat-bangsatnya. Pusing gue sama kalian,"

***

Pagi-pagi sekali, ibun sudah berisik di kamar Nana padahal anaknya masih nyaman bermimpi di dalam selimut tebalnya.

Sebagai ibu rumah tangga yang rajin, tepat pukul 5 pagi Bu Yuna sudah bangun dan membersihkan rumah— berhubung keluarga mereka tidak mempekerjakan pembantu rumah tangga.

Saat sedang menyirami bunga-bunga cantiknya di taman depan rumah mereka, Bu Yuna di buat bersemangat saat melihat calon menantunya sudah bangun sepagi itu untuk melakukan pemanasan di depan rumah.

Sok ngide, bu Yuna akhirnya segera pergi ke kamar putranya yang masih tidur. Selain untuk menguji keseriusan Arkana, dia juga mau melihat apakah anaknya mampu bangun sepagi ini.

GAMANIA | Jeno ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang