14. Mama Untuk Gama

651 137 23
                                    


Sabtu datang, dan tidak seperti biasanya Gama tetap diam di dalam rumah tanpa berniat melakukan apapun-- padahal sejak tadi ponselnya sudah berisik karena ajakan teman-temannya untuk pergi keluar.

Bu Airin yang sadar dengan tingkah putranya jadi khawatir. Sebab bukan rahasia umum lagi kalau hubungan Gama dan Reina masih bisa berjalan baik-baik saja sampai sekarang karena Kiara.

Sebetulnya sebagai seorang Ibu, Airin juga sedih kalau Gama harus melakukan hal-hal yang tidak ia inginkan. Namun Reina bersikeras kalau Kiara adalah pendamping yang baik untuk anak seperti Gama.

Setelah mengetuk pintu kamar dua kali, suara Gama menyahut dari dalam kamar akhirnya membuat bu Airin segera membuka pintu. Dia langsung dihadapkan dengan pemandangan Gama sedang rebahan di kasur.

"Gam, kamu nggak malam mingguan?"

"Males."

"Dih, tumben?"

Gama meletakkan ponselnya, lalu memperhatikan Airin yang kini mulai duduk di tepi kasur. "Kenapa Ma?"

"Nggak nanya aja. Biasanya kan keluyuran,"

"Anaknya keluyuran di marahin, anaknya di rumah aja di tanyain."

Bu Airin berdecak. "Nggak gitu. Tadi Mama dapet telpon dari kakak, katanya whatsapp Ara nggak kamu ba--"

"Kiara lagi-Kiara lagi." Potong Gama kesal. Bu Airin langsung tertegun, lantas meringis sebab tanpa sadar ia baru saja membuat mood anaknya semakin buruk.

"Kamu jadi di rumah aja?" Tanya Bu Airin mengalihkan topik. Namun Gama yang sudah terlanjur menatapnya serius sepertinya tidak bisa di ajak berbincang mengenai hal lain lagi.

"Ma... Sampe kapan Gama harus sama Ara?"

Bu Airin menelan ludahnya, lalu semakin dibuat gelisah karena Gama kini tidak rebahan lagi-- melainkan duduk di sebelahnya sambil bersila.

"Gama se-enggak suka itu sama Ara? Bukannya kemaren udah baik-baik aja?"

"Cuma pura-pura." Gama tersenyum pahit.

"Apa yang salah dari Ara, Gam?"

"Nggak ada." Gama menggeleng pelan. "Gama cuma nggak bisa aja suka sama Ara, Ma. Susah meskipun aku udah usaha."

Jika Gama sudah berani berkata begini kepadanya, Bu Airin tidak punya pilihan lain untuk memikirkan dua kali apakah hubungan ini harus ia dukung atau tidak.

Gama jarang bercerita kepadanya. Paling sering anak itu mengigau saat demam karena terlalu sibuk menyimpan masalahnya sendiri. Jadi jika Gama sudah sampai berterus terang begini, berarti dia benar-benar putus asa.

"Gama suka sama orang lain?"

"Iya Ma."

"Suka beneran? Bukan mainan lagi?"

"Beneran Ma." Mata Gama menatap Mamanya serius. "Tapi nggak akan Gama perjuangin."

"Kenapa??"

"Gama nggak mau dia dapat masalah dari kak Reina. Gama cuma.... cuma penasaran apa Gama boleh pisah sama Ara atau nggak."

"......"

"Tapi kalau kak Reina tetap mau Gama sama Ara... nggak papa. Tapi tolong biarin Gama putus sama Ara kalau Gama udah pergi ke Malaysia."

"Kalau bisa putus sekarang, kenapa nggak?"

Gama langsung melebarkan matanya begitu Bu Airin berkata begitu. Tatapan putus asanya terganti jadi binar penuh harap.

GAMANIA | Jeno ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang