13. Tali Tak Kasat

625 134 2
                                    

Kalau ditanya apakah Tania pernah menyesali semua keputusannya, maka jawabannya adalah tidak. Untuk Tania, menyesali semua itu sama saja dengan menghakimi dirinya sendiri, sebab semua hal yang ia putuskan berasal dari dirinya.

Di dalam hidupnya, Tania menyadari kalau tidak ada yang menyayanginya, juga memperhatikan apa keinginannya. Karena ia sudah memberikan opsi kedua kepada Mama dengan suka rela, kini ia hanya punya rasa kasih sayang-- untuk dirinya sendiri, sebab dia memang tidak memiliki siapapun.

Semenjak Papa meninggal, Tania mulai belajar untuk mengambil keputusan-keputusan yang nantinya tidak boleh ia sesali-- apapun itu.

"Udah gue bilang, gue nggak mau."

Karena sekarang hari kamis, Tania tidak punya jadwal belajar bersama Gama. Sebagai gantinya ia tetap rutin membaca buku di depan kelasnya sepulang sekolah. Namun kehadiran Ilham beberapa kali sempat memecah fokusnya.

"Kenapa? Dari kemaren gue penasaran apa alasannya."

"Lo nggak punya kerjaan, ya?"

Ilham mengangguk santai. "Kalo gue pulang, alamat di lempar sendal sama Nyokap karena semalam gue lupa balik ke rumah. Terus kalo gue main sama anak-anak, alamat jadi obat nyamuk soalnya semalam gue baru aja putus."

"Gue nggak berniat dengarin keluh kesah lo."

"Jadi lo maunya dengarin apa?"

Tania menatapnya heran, lalu menggeser duduk karena tidak nyaman Ilham terlalu dekat dengannya. Dibandingkan Gama yang akan bertanya dulu jika ingin duduk di sebelahnya, laki-laki itu dengan santai langsung melakukannya tanpa permisi.

"Tan, lo seriusan nggak mau bantuin Gama?"

"Gama nggak pernah minta bantuan gue." Jawabnya. "Lagian gue gak suka ikut campur dalam hubungan orang lain."

"Emangnya lo nggak bakalan nyesal? Kita semua nawarin jadi guru lo sebagai gantinya, lho?"

"Gue udah les."

Ilham menghela napasnya, lalu memicingkan mata memperhatikan Tania dari samping. Dibandingkan mantan-mantan Gama atau Kiara, jelas Tania akan kalah jauh. Dia jadi bertanya-tanya apa yang istimewa dari perempuan itu.

Sebab sejauh ini, Ilham hanya melihat pribadi yang ambisius dan kasar dalam diri Tania.

"Tan, perasaan lo gimana waktu tau Gama suka sama lo?"

"Biasa aja."

Ilham terlihat kaget. "Masa?"

"Gue nggak pernah merasa dia betulan suka sama gue."

"Beneran anjir!" Seru Ilham, jadi gemas sendiri. "Lo tau nggak, dari semua cewek yang dia pacarin, Gama nggak pernah bilang suka sama mereka."

"Kalo itu gue percaya karena dia emang playboy."

"Iya sih... betul-betul. Tapi alasan lain, karena Gama emang nggak suka sama mereka semua. Biar kayak anjing begitu, Gama selalu jujur sama apa yang dia bilang."

"......"

"Makanya waktu dia bilang kalo sebetulnya dia suka sama lo.... kita semua langsung percaya. Karena kita tau dia jujur."

Gara-gara perkataan Ilham barusan, Tania yang tadinya tidak mau membuang-buang waktu untuk memikirkan masalah ini jadi dilema. Deretan abjad yang tadi mengalihkan atensinya kita tidak lagi menarik.

"Ilham.."

"Iya-iya kenapa?"

"Meskipun Gama suka sama gue, pilihannya untuk nggak ngungkapin perasaannya ke gue pasti ada alasannya-- atau karena gue emang nggak semenarik itu. Jadi lo nggak usah ribet-ribet bujuk gue buat ngejauhin Gama dari pacarnya."

GAMANIA | Jeno ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang