24. Bir dan Kita

751 138 8
                                    

"Gama, Papa tau kamu udah nggak sabar, tapi Tania jangan dilihatin kayak gitu... Takutnya jadi nggak selera makan."

Bukan cuma Gama, tapi Tania yang namanya diikut sertakan langsung tersedak sampai terbatuk-batuk.

"Nggak sabar apanya?!"

"Ngobrol berdua lah, emangnya apa?"

Gama mendengus. "Gama nggak liatin siapa-siapa."

"Coba ngelaknya dari awal, pasti lebih meyakinkan."

"Pa!"

"Sudah, sudah, kasihan Tania mau makan jadi nggak bisa." Bu Airin buru-buru melerai. Wanita itu mengisi ulang gelas minuman Tania. "Makan yang banyak ya cantik."

"I-iya Tante..."

"Aku kira kamu yang suka sama Gama, tapi nggak taunya Gama yang suka sama kamu. Soalnya waktu itu kamu belain dia banget."

Tania melebarkan matanya sewaktu Reina tiba-tiba bicara begitu. Sedangkan Gama hanya mampu menghela napas pelan. Dia sebetulnya lapar, tapi buat menelan makanannya jadi agak sulit karena kejutan yang malam ini mesti ia terima.

".... Atau jangan-jangan kalian saling suka? Pacaran, kah?"

"NGGAK!" Tania dengan sigap berseru, namun ketika sadar kalau suaranya terlalu nyaring, ia buru-buru menunduk. "E-enggak..."

"Gam, ini namanya kamu ditolak sebelum nembak."

Pak Dimas menggeleng pelan. "Akhirnya ada yang nolak kamu."

"Bu-bukan gitu..."

"Jadi? Emangnya kamu mau pacaran sama Gama?"

Gama sebetulnya tahu kalau keluarganya memang jahil kepada satu sama lain, namun buat Tania yang jelas baru saja merasakan semua ini, dan harus terpaksa duduk satu meja untuk makan bersama, Gama paham kalau Tania pasti jadi kepikiran.

Gama mengelap bibirnya dengan tissu, kemudian menggeleng sambil menghadap Papanya.

"Nggak ada yang bakal pacaran, Pa."

"Kenapa gitu?" Bu Airin bertanya, namun Gama tidak mau repot-repot untuk menjelaskan.

"Tania, kalo makannya udah, ayo ngobrol."

"Udah kok. Gue udah kenyang."

***

Tania nggak pernah berpikir kalau dia bakal berdiri di balkon kamar Gama pada jam setengah sembilan malam sambil mengunyah potongan melon yang disiapkan oleh Bu Airin.

Angin malam ini sepoi-sepoi, membuat beberapa helai rambut Tania yang keluar dari kuncirannya jadi terbang mengikuti arah angin. Sedangkan Gama ikut berdiri di sebelahnya, sambil memegang kaleng bir dingin.

"Sejak kapan lo tau?"

"Kalo lo suka sama gue?" Jawaban Tania terdengar begitu gampang diucapkan. Padahal wajah Gama sudah memerah karena malu.

"Iya."

"Udah lama. Sebulanan."

"....."

"Tanyain aja semuanya. Bakal gue jawab jujur."

"Alasan lo bantu gue apa? Sampai segitunya ke kak Rei?"

Tania hampir saja menyesali kata-katanya yang sebelumnya. Namun karena ia sudah terlanjur bilang akan menjawab semua pertanyaan Gama dengan jujur, maka akan ia lakukan.

GAMANIA | Jeno ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang