19. Tentang Emma, Rei dan Gama

597 122 8
                                    

"Sebagai ketua kelas, tolong langsung kamu antarkan saja ke Candra ya."

Gara-gara perintah wali kelasnya yang tetap kekeuh menyuruh Rehan untuk mengantarkan surat undangan orang tua ke Candra, dia jadi harus menghubungi anak itu untuk melaksanakan amanah- berhubung hari ini Candra tidak masuk sekolah, lagi.

Rehan heran, kok bisa menjelang ujian begini Candra tetap santai bolos sekolah- padahal semalam, Rehan melihat story Instagramnya sedang bersama teman-temannya di klub.

Rehan sebetulnya tidak kenal-kenal betul dengan Candra. Mereka sekelas, dan kebetulan karena latar belakang anak itu sangat kuat hingga semua orang menaruh perhatian padanya, Rehan selaku ketua kelas otomatis juga ikut terlibat.

Dibandingkan Candra, bisa di bilang Rehan lebih sering berkomunikasi dengan Ilham- meski tidak sekelas. Mereka satu eskul catur, dan sering berdebat- mengenai hal apapun.

Untungnya tidak seperti Gama yang hobi kekerasan, Ilham dan Rehan lebih suka adu bacotan.

Kembali ke masalah Candra, padahal Rehan yakin undangan rapat orang tua bisa saja Bu Yanti sampaikan kepada orang tua Candra secara langsung.

Namun kembali lagi, karena ini Tuan Muda Candra, menghubungi orang tuanya untuk hal sesepele itu terasa cukup menegangkan.

"Gue udah sampe. Hah? Kok gue yang ke atas? Lo turun lah. Gak usah alesan. Ck, yaudah."

Rehan menatap sebal ponselnya yang baru saja dipakai untuk menelpon Candra. Sudah dia rela menghampiri ke gedung apartemen di mana anak itu berada, kini ia juga harus pergi ke depan pintunya.

Katanya saja masih pengar, padahal Rehan tahu itu cuma akal-akalan Candra saja karena males gerak.

Namun karena ia sudah terlatih sabar selama tiga tahun menjabat sebagai ketua kelas yang mengurusi anak-anak orang kaya, Rehan akhirnya pergi ke lift untuk naik ke lantai 7.

Beruntungnya lift datang dengan cepat hingga Rehan tidak butuh waktu lama untuk masuk. Keadaan di dalam lift sama sepinya seperti gedung apartemen.

Rehan jadi curiga kalau tempat yang akan ia tuju adalah sarang berbuat dosanya Candra. Serius, kalau berhubungan dengan hal-hal mengenai Candra, dia tidak bisa kalau tidak berburuk sangka.

"Bentar!"

Dengan spontan pintu lift yang sudah hampir menutup segera Rehan tahan dengan kakinya- meski kemudian ia tersadar kalau ada tombol otomatis untuk menahannya.

Ketika pintu lift terbuka dan sosok yang tadi berteriak masuk kedua mata Rehan melebar dengan sendirinya. Mereka kemudian saling pandang, dengan tatapan yang sama kagetnya.

"Tania?"

Saat Rehan menyebut namanya, Tania langsung memutuskan kontak mata mereka, kemudian tangannya terulur untuk memencet tombol- namun urung karena ternyata tombol angka 7 sudah di tekan.

"Tan, lo kok di sini?"

Tania menelan ludahnya. "Ke apartemen tante gue."

Rehan mengangguk, sedangkan Tania meringis pelan. Tante apanya? Tania bahkan ragu kalau saudari-saudari Mamanya mengakui dirinya sebagai keponakan.

Entah kenapa, waktu rasanya berjalan lebih lambat dari biasanya. Tania bahkan sibuk menetralkan kegugupannya daripada berpikir untuk apa Rehan kemari.

Ketika mereka sampai di lantai 7, Tania membiarkan Rehan keluar deluan dari lift. Sengaja, ia ingin tahu ke lorong sebelah mana laki-laki itu pergi.

"Nggak keluar?" Rehan bertanya, membuat Tania semakin gugup.

"Ha- iya, ini keluar."

"Lo ke mana?"

GAMANIA | Jeno ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang