16. Memulai Momen

659 129 8
                                    

Nana tahu kita nggak boleh memperlakukan orang dengan buruk-- apalagi mengingat kata ibun, sebagai sesama manusia seharusnya kita saling menghargai. Namun sejak datang ke kamar rawat inap Kiara, cowok-- yang oke, Nana akui ganteng sehingga tidak heran lagi Kiara bisa jadi sebucin itu, terus menatapnya dengan sinis.

Maksud Arkana, kenapa gitu Gama menatapnya seperti mengajak berantem? Apalagi waktu tadi Arkana memasangkan helm ke kepala Tania, samar-samar dia mendengar kalau Gama mengumpatinya.

Lalu sekarang ketika Arkana mengupaskan apel untuk Kiara, laki-laki itu tetap tak berhenti memandanginya.

"Gam, kenapa?" Pertanyaan itu dari Kiara, yang ternyata juga sadar kalau aura di dalam ruangan jadi super menyeramkan karena Gama.

"Daritadi gue di sini lo diamin, gue tanya mau makan apa lo nggak mau, giliran di tanya sama dia lo mau-mau aja?"

Arkana langsung berhenti mengupas kulit apel, lantas memilin bibir. Dengan begitu saja ia jadi tidak enak sebab tanpa sengaja dirinya telah menjadi batu loncatan untuk kesalahpahaman pasangan ini.

"Emm bro--"

"Gue nggak ngomong sama lo."

Arkana menelan ludahnya.

Gama betulan menyeramkan, padahal dia hanya duduk di sofa yang terletak di sudut ruangan. Jaraknya dari Arkana tidak jauh, jadi untuk beberapa alasan dia jadi sedikit was-was.

Tapi Arkana akan mencoba tenang. Pasalnya, jika sewaktu-waktu Gama menyerang, dia masih punya pisau buah di tangannya.

"Jangan gitu sama temanku." Kiara membela, namun makin membuat Arkana dalam posisi sulit.

"Gue mau balik."

"Nggak boleh!"

Gama mengeryit. "Perasaan kondisi lo udah membaik. Lagian gue tau sebentar lagi Kak Reina ke sini, kan? Lo mau buat gue ketemu sama dia?"

"Kamu harus ngomong sama kak Rei."

"Ra... kita udah putus." Gama mengingatkan, membuat mata Kiara jadi berkaca-kaca, sedangkan Arkana di serang keterkejutan. "Hubungan lo sama gue, mau sampai kapan di atur kak Reina?"

"Kamu nggak mau dengarin aku. Kamu selalu denger kak Rei."

"Iya, memang. Tapi sekarang gue nggak bisa lagi. Lo mau sampai kapan tutup mata kalau gue cuma terpaksa?"

"KAMU CUMA BELUM TERBIASA, GAM!"

Diteriaki begitu membuat Gama semakin tersulut emosi. Cowok yang masih mengenakan seragam sekolah itu menghampiri Kiara di atas bed rumah sakitnya, dan berdiri di sebelahnya, hingga membuat Arkana jadi berada di tengah-tengah.

"Ra, sama kayak gue yang selalu dengerin kak Reina, dia juga selalu dengarin lo. Jadi tolong bilang ke dia kalau kita nggak bisa bareng lagi!"

"NGGAK, AKU NGGAK MAU!"

Arkana segera berdiri, suasana akan sangat canggung kalau dia terus berada di dalam ruangan. Jadi dengan cepat cowok itu meletakkan apel dan pisau buah di tangannya ke atas meja.

"Gue pergi dulu,"

Tidak ada yang menghiraukan Arkana sebab dua orang itu sudah terlanjur perang batin dan tatap. Salah-salah, Arkana takut jadi korban kekerasan. Setelah menggendong tas ranselnya ia membuka pintu ruangan, namun dibuat terkaku-kaku karena kedatangan seseorang.

Biar Arkana tebak, pasti perempuan itu Reina. Sebab ketika Arkana berhasil keluar dari ruangan dan kembali menutup pintu, suara teriakan dari dalam kamar terdengar saling menyahut, beriringan dengan isakan tangis Kiara.

GAMANIA | Jeno ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang