★ Princess Arrogant 27 ★

144 14 0
                                    

-Happy Reading! 💋

Kalau ada typo harap di komen ya, biar aku gampang memperbaikinya 👉👈

“Dan tanpa Gue duga, pertemuan itu adalah pertemuan terakhir Gue sama Alfin. Jika tahu kalau saat itu adalah saat terakhir bagi Alfin, mungkin Gue nggak akan ngomong hal buruk sama Alfin. Bodohnya Gue karena kalimat terakhir yang Gue ucapkan adalah kebencian hiks...” tumbang sudah air mataku. Rasa sakit dan rasa bersalah kembali menyelimuti hatiku. Ingin sekali aku menarik semua kata kata buruk yang pernah aku ucapkan pada Alfin.

“Lis...” usapan lembut di punggungku membuatku menoleh pada Arra.

“Gue nyesel, Ra...” akuhku, “Gue nyesel hiks ... Teman terbaik Gue, Cinta pertama Gue” aku mengusap pipiku, membersihkan air mataku, “Tapi hal utama yang buat Gue semakin benci Leka adalah... Alfin mendonorkan jantungnya untuk Leka. Dia tahu jika Leka mengalami kelainan jantung sejak lahir, dan dia juga tahu jika hidupnya sudah tidak akan lama lagi. Itu sebabnya Alfin segera melakukan obrasi pendonoran jantung kepada Leka. Dan kini, jantung Alfin tengah berdetak dalam tubuh Leka. Berkat Alfin saja Leka saat ini masih bisa hidup” kejadian itu benar benar masih teringat di otakku. Apalagi ketika Mama Alfin memeberiku surat pemberian dari Alfin. Di mana Alfin menuliskan tentang permintaan maafnya kepadaku, dia juga memintaku untuk berteman dengan Leka. Hancur sudah seluruh perasaanku. Melihat orang yang kita Cinta meninggal demi cewek lain, bahkan salah satu anggota tubuh Alfin tengah besegama di dalam tubuh Leka. Bayang bayang kematian Alfin selalu teringat kala aku melihat Leka. Bagiku Leka adalah penyebab utama meninggalnya Alfin.

Sejak saat itu aku menjadi gadis kecil yang pendiam. Aku tidak pernah berbaur dengan siapapun kecuali Kakaku. Karena Mama selalu bersama dengn Leka, aku tudak menyukainya itu. Tapi Mama selaku membela Lek. Dan Papaku, Papa selalu sibuk dengan urusan kantornya. Namun aku sama sekali tidak pernah mempermasalahkan soal Papaku. Karena aku tahu, sesibuk apapun Papaku, itu semua beliau lakukan untuk keluarganya.

“Tapi Lis, meskipun begitu kenapa Leka juga membencimu? Bukankah keluargamu sudah bersikap baik kepadanya” tanya Arra setelah terdiam lama.

“Mungkin dia merasa iri dan marah sama Gue. Sebab Gue selalu mengejeknya sebagai anak babu. Sebenarnya Gue mengatakan jika dia anak babu juga bukan tanpa alasan, Gue mau dia tahu akan posisinya. Karena semakin hari dia semakin menempel pada Mama, dan Gue nggak suka kedekatan di antara mereka. Sejak kecil Gue memusuhinya, mungkin sebab itulah dia juga ikut memusuhiku” jawabku. Sebenarnya ini adalah kali pertama dimana aku menumpahkan seluruh uneg uneg yang ada di hatiku. Aku rasa Arra adalah orang yang tepat untuk berbagi cerita.

“Maaf sebelumnya, apa aku boleh memberi saran?” ujsr Arra takut takut.

“Hm, ngomong aja” kataku mempersilahkan.

“Aku rasa kamu belum ikhkas sama semua hal yang terjadi. Masih ada dendam di hatimu untuk Leka... Aku tahu semua pasti terasa sulit. Tapi, jika dendam itu berkelanjutan, aku rasa hidup kamu tidak akan pernah damai. Masa depan kamu juga akan berantakan hanya karena rasa bencimu itu. Aku berharap kamu mau berdamai dengan dirimu sendiri, baru setelah itu berdamai dengan Leka. Mungkin perasaan dendam itu seiring dengan waktu akan menghilang dengan sendirinya. Dan jangan lupa untuk berdoa kepada Allah untuk memudahkan jalan kamu” nasehat Arra dengan penuh hati hati. Jujur, aku merasa lebih baik setelah mendengar nasehat dari Arra.

Berdamai dengan diri sendiri?. Tanyaku berbatin.

★★★

Aku berdiam diri menatap Leka yang tengah duduk di brankar Rumah Sakit. Arah pandangku tertuju pada paha Leka yang terluka akibat menolongku. Aku tahu, rasa sakit itu pasti masih sangat berbekas di sana. Tapi coba aku lihat, wajah Leka bahkan tersenyum seakan dia tidak merasakan sakit sama sekali.

“Senyum apa itu?” tanyaku.

“Senyuman karena Gue hari ini melihat raut khawatir di wajah Lo” balas Leka.

“Cih!” dengus ku dengan membuang muka, “Gue bukannya khawatir sama Lo. Tapi Gue iba sama Lo, yang Gue pikir Elo tuh orang yang licik. Tapi lihat sekarang... Otak Lo buntu, bukannya menghindar saat di tembak, Lo malah menyerahkan diri Lo sendiri” kataku angkuh dengan bersikap dada.

“Ahahaha...” suara tawa Leka memenuhi seisi ruangan, “Akhirnya Lo mengakui juga ya kalau Gue ini licik”

Aku mengabaikan ucapannya, aku melangkah mendekati Leka. Sebenarnya aku datang kemari untuk mengatakan terimakasih. Tapi setelah melihat wajah Leka yang menyebalkan, aku jadi merasa bete sendiri.

“Gue---“ kataku tergantung, “Terimakasih” ucapku.

“Apa?? Gue nggak denger lho” Leka mendekatkan telinganya kearahku. Lihat saja bagaimana wajah menyebalkannya itu.

“Selain punya otak bodoh ternyata Lo juga punya kuping yang budeg ya” sinisku. Tidak ada hal paling menyebalkan saat berbicara dengan cewek di depanku ini.

Senyum Leka mengembang, “Sama sama” balasnya, “Maafin Gue ya, Lis”

“Huh?”

“Maafin Gue, karena selama ini udah bikin hidup Lo menderita. Nggak seharusnya juga musuhi Elo, seharusnya Gue berterima kasih sama Lo dan keluarga Lo. Tapi Gue—“ Leka menghentikan ucapannya sembari menggelengkan kepalanya, “Gue lelah bermusuhan sama Lo selama ini... Gue mau menyudahi ini semua”

Sebenarnya aku juga akan mengatakan hal ini kepada Leka. Tp kini malah Le duluan yang mengatakan ini. Ada rasa terkejut sebetulnya, karena aku tidak menyangka jika Leka akan mengatakan hal ini. Karena aku sendiri saja merasa gengsi mau mengatakan ini. Tapi Leka? Dia berkata dengan tulus, sorot matanya juga mengatakan jika dia berkata tulus dari hatinya.

“Yang tertembak kaki Lo kan? Tapi kenapa dampak terbesarnya justru pada otak Lo ya” candaku, yang membuat Leka berdengus geli, “Karena Lo udah ngomong gitu... Baiklah, Gue terima ajakan untuk berbaikkan. Tapi sebelum itu ada syaratnya”

“Syarat?” ulang Leka, aku menganggukinya, “Apa syaratnya?”

“Syaratnya, Lo harus... Jadi teman Gue!”

“Tentu! Dengan senang hati” terima Leka dengan tertawa. Aku pun juga tertawa. Aku rasa ini sudah saatnya di mana aku harus menyiram api di dalam hatiku. Aku harus membuka lembaran baru untuk hidupku. Dengan berjabat tangan dengan Leka, aku resmikan jika saat ini sudah tak ada lagi rasa dendam di dalam hatiku untuknya. Aku sudah ikhkas dengan semua yang terjadi. Kini adalah saatnya, saat di mana aku harus menata ulang cara pandang dalam kehidupanku. Aku juga harus belajar tentang rasa ikhlas dan sabar. Aku juga mau kembali pada sifat asliku yang penuh dengan keceriaan. Dan mulai sekarang Aku juga mau memiliki banyak teman, banyak sekali teman. Jadi aku tidak akan pernah merasakan kesepian lagi.

TBC.

kalau suka sama ceritanya, tolong beri vote dan komen sebagai tanda dukungan kalian sama cerita ini🙂

-Regards

One Love [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang