The Great Husband (Telah Terbit)

23

Assalamu'alaikum ^^

Selamat membaca 💕

_____

Langkahku gontai menuju pemakaman.

Setelah berjalan kaki sejauh 1 km aku berbelok ke taman pusara yang terletak di perbatasan antara lahan Adiwisastra Estate dan lahan warga. Kudengar pemakaman ini juga merupakan hibah dari pihak Adiwisastra jaman dulu.

Di depan makam ayah aku berjongkok. Sejak di bangun bertahun-tahun lalu makam ayah tetap polos tanpa nisan dan tanpa keramik apapun. Hanya gundukan tanah yang sudah hampir rata dengan tanah sekitar. Cukup batu dan pohon kamboja kecil lah yang menjadi penanda bahwa di bawah tanah ini terkubur jasad ayah. Aku sudah sangat menghapalnya.

Dengan bismillah kubacakan do'a. Semoga Allah tak menyiksa Ayah, semoga Allah memberikan cahaya di kubur Ayah.. Aamiin ..

Selesai berdo'a aku mulai mencabuti rumput-rumput kecil yang tak seberapa. Aku yakin Raya dan Ibu pasti sudah ke sini beberapa waktu lalu. Mereka juga telah terbiasa membersihkan rumput di atas makam ayah sepertiku ini.

Ayah ... Dia selalu mengajarkan aku agar jangan pernah merasa rendah hati terhadap kekayaan orang lain, kecantikan, kepintaran, nasib baik dan apapun yang orang lain miliki di dunia. Ayah memintaku agar aku hanya boleh merasa rendah diri atau minder pada apa yang orang lain miliki untuk bekal di akhirat. Seperti misalnya pada seorang hafidzah, seorang ahli ibadah, dan lain-lain. Dengan begitu aku akan termotifasi untuk bisa menjadi seperti mereka.

Kata Ayah, soal urusan di dunia, kita tetaplah sama, yaitu akan berakhir di kematian. Sedangkan soal urusan akhirat, kita semua berbeda. Ada yang akan berakhir di surga, ataupun berakhir di neraka. Semua tergantung amalan kita di dunia.

Dan mengingat kata-kata Ayah itu, perlahan rasa minderku pada kekayaan Kak Ryan berkurang dengan sendirinya ...

*Sebagian teks dihapus untuk kepentingan penerbitan*

Jangan lupa miliki bukunya yaa, untuk menikmati kisah Ryan dan Ara yang mulai uwu 😊

🌺🌺🌺

Terimakasih

Tetap jadikan Al-Quran sebagai bacaan utama

🌺🌺🌺