Chapter 11

385 26 2
                                    

"Mami denger kalian habis jadiin Abang kalian tumbal lagj ya?" Tanya Dania sambil menyiapkan makan malam untuk Arsen suaminya.

"Hush! Sayang kamu kok bilangnya gitu sih, bikin ngeri aja. Di kira anak kita tumbal persugihan apa?" Ujar Arsen.

Dania mengehela nafas kasar. "Bukan gitu maksud aku Sen, emang kebiasaan dua jagoan kamu itu selalu jadiin Abangnya tumbal dalam konten youtube nya," jelas Dania.

"Ya mau gimana lagi Mi, Abang orang paling cocok buat di manfaatin," jawab Arlan tanpa dosa.

"Tapi kalian jangan kelewatan, sengeselin-ngeselinnya itu Abang kalian. Mami jadi kasian sama Erlangga, kalau kalian jadiin Abang kalian tumbal terus," ucap Dania.

Arsen bergidik ngeri mendengakan kalimat 'tumbal' yang keluar dari mulut istinya itu. Apa tidak ada kata lain yang pantas untuk di ucapkan? "Sayang, udah gak usah dipikirin, anak-anak kan cuma bercanda," jelas Arsen.

"Betul Pi, kita cuma bercanda kok Mi sama Bang Er. Gini-gini kita juga punya rasa belas kasihan ke Abang kita sendiri," sahut Aila.

"Emang kalian bikin konten apa? Gak nge-prank yang aneh-aneh kan?" Tanya Arsen penasaran.

"Enggak kok Pi, kita cuma nempelin ketras yang kita tulisi 'orang kaya butuh sumbangan' gak aneh-aneh kok Pi,"

Arsen tersedak mendengar ucapan putrinya itu, ia langsung meminum air putih yang ada di hadapannya.

"Eh, Sen kamu gak papa?" Tanya Dania cemas.

Arsen mengeleng, ia menatap kedua anaknya secara bergantian.

"Besok-besok jangan nge-prank gitu lagi ke Abang kalian. Meski Abang kalian nyebelin, kalian gak harus balas dengan kayak gitu, papi gak bisa bayangin deh gimana malunya Abang mu waktu tau kalau itu ulah kalian," ujar Arsen menasehati anaknya.

"Ya maaf Pi, Arlan pikir itu bakalan seru, lagian Arlan gedek banget Pi sama tingkahnya Bang Er yang selalu sok!", sungut Arlan sebal.

"Iri bilang bos!" Seru Erlangga yang baru datang dari kamarnya.

"Nah mumpung ada orangnya, hujat sekalian aja Lan!" Ujar Aila mengompori Arlan.

Dania hanya bisa geleng-geleng heran dengan tingkah anaknya itu.

"Gue gak punya waktu buat ngeladeni Hetters oke. Gue ini orang sibuk, banyak orang-orang diluar sana yang harus gue urusin," ucap Erlangga.

"Mau kemana kamu? Gak ikut makan malam sama kita nak?" Tanya Dania.

Erlangga mengeleng. "Maaf Mami ku tercinta, anak mu ini harus melaksanakan tugas negara," ucapnya dramatis. "Erlangga harus bertempur melawan penjajah di negara ini, Mi."

"Mau tawuran lagi?" Tanya Arsen memperjelas ucapan anaknya.

Erlang menyengir, lalu menganguk. "Tau aja sih papi nih," jawab Erlangga.

Arsen geleng-geleng. "Papi beri kebebasan kamu, bukan berarti kamu bebas gitu aja ya. Jam segini tawuran bukan waktu yang tepat, kamu malah ngangu warga sekitar."

"Enggak bakalan gangu Pi, orang kita tawurannya di dekat kuburan. Biar gampang Pi kalau musuh mati tinggal lempar aja ke kuburan, gak usah pakai manggil ambulance segala kan?"

"Astaghfirullah kamu ini Erlangga, siapa yang ngajarin kayak gitu?" Sahut Dania kaget mendengar ucapan putranya itu.

"Papi," jawab Erlangga menatap Papinya, sedangkan Arsen membelakkan matanya kaget. Bisa-bisanya anakanya itu menuduh dirinya mengajari hal yang tidak bermanusiawi.

"Sen," panggil Dania dengan tatapan penuh curiga.

Arsen mengeleng cepat. "B-bukan aku sayang gak mungkinlah aku ngajarin anak yang gak bener," jawab Arsen, kemudian ia menatap Erlangga yang tengah menahan tawa. "Erlangga! Kamu ini udah berani ya nuduh papi kamu?! Papi potong uang jajan kamu,"

Erlangga (INI CERITA MAU DI ROBAK DIKIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang