Chapter 13

349 33 1
                                    


Mendapat hukuman dari guru sudah menjadi hal biasa untuk Erlangga, yang notabene nya murid yang sering melanggar aturan sekolah. Setiap hukuman yang guru berikan untuknya Erlangga selalu menjalankan hukuman tersebut dengan senang hati, seperti saat ini cowok yang memiliki paras wajah putih berseri alami, bak iklan sabun wajah itu sedang berdiri di lapangan menjalankan hukumannya. Banyak siswi-siswi yang keluar kelas hanya untuk melihat wajah Erlangga ketika dihukum. Siswi-siswi itu menjerit histeris saat melihat Erlangga mengusap keringatnya dengan bajunya.
Erlangga hanya bisa menangapinya dengan senyuman tipis dan gelengan kepala.

"Gak papa deh gua berjemur di tengah lapangan kek ikan asin gini, yang penting gua gak ikut pelajar Fisika," gumam Erlangga.

"Erlangga kok tiap hari makin ganteng sih!!!"

"Gila keringetan aja ganteng banget oy!"

"Astaga gue rela di hukum berdiri di lapangan panas-panas asalkan sama Erlangga,"

"Gue juga mau, asal di temenin cogan kek Erlangga."

Teriakan histeris dari lantai atas sekolahnya terdengar sampai ke telinga Erlangga, hal itu membuat Erlangga merasa bangga akan ketampanan yang Tuhan berikan padanya.

Erlangga bergumam pelan, "Gak sia-siakan Papi sama Mami lahirin gue ke dunia yang kejam ini, meski gue sering di hujat ama temen-temen gue, tapi ternyata banyak juga demen ama gua," ucapnya sambil terkekeh sendiri.

Kring......kring...

Erlangga mengembuskan nafas lega ketika mendengar bel istirahat berbunyi. Sebelum siswi-siswi itu turun mengampiri dirinya, Erlangga harus cepat-cepat pergi dari lapangan. Tujuannya hanya satu, yaitu ke Kantin, namun saat dirinya berjalan santai matanya tak sengaja menangkap sosok seorang gadis yang beberapa hari ini menarik perhatiannya. Gadis bertubuh pendek dengan rambut yang terikat itu sendang kebingungan mencari ruangan, Erlangga yang merasa penasaran ia pun menghampiri Amanda.

"Eh, ada Bidadari!" Seru Erlangga membuat Amanda keget akan kehadirannya di sampingnya.

Amanda bersikap acuh terhadap cowok yang ada di sampingnya itu.

"Ngapain bidadari cantik berdiri di sini? Pasti nungguin pangerang tamvan kan?" Ujar Erlangga dengan pedenya.

"Geer," desis Amanda melirik ke Erlangga sinis, "ngapain juga gue nungguin manusia kayak lo."

"Sabar Erlangga, mulutnya emang pedes kek bon cabe," batin Erlangga.

Amanda bergumam pelan sambil celingukan. "Mana sih perpustakaannya," Erlangga yang mendengar itu tersenyum tipis.

"Lo nyari perpustakaan sekolah?" Tanyanya.

Amanda menoleh ke Erlangga, Gadis itu menganguk. "Hmm."

"Bilang dong dari tadi, gue kan bisa anterin lo. Yok gue anter ke perpus," ajak Erlangga ke Amanda.

"Gak usah. Lo gak perlu pakai nganterin gue, cukup lo kasih tau aja dimana perpustakaan nya," cegah Amanda dengan nada yang ketus.

Erlangga mengehela nafas kasar, sangat susah untuk mendekati Amanda. Responnya terhadap dirinya selalu saja kasar, tapi hal itu tidak membuat Erlangga putus asa, ia semakin tertantang untuk mendapatkan hati Amanda.

"Di deket lab. Ipa. Yakin gak mau gua anter?"

Amanda mengeleng. "Makasih," jawabnya lalu pergi begitu saja.

"Woy! Juki lo ngapain berdiri di sini?" Seru Joan yang baru keluar kelas bersama Genk-nya.

"Lihatin calon istri gue," gumam Erlangga tanpa sadar.

Erlangga (INI CERITA MAU DI ROBAK DIKIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang