"Saya capek.""Istirahat bu kalau capek."
Bu Rossa mengehela nafas panjang. Pagi-pagi sudah di suruh mengurus murid paling kalem di sekolah ini.
"Kamu bisa serius?"
Erlangga mengeleng. "Bu, maaf kalau ibu nyuruh saya serius saya nggak bisa. Saya pikir hubungan kita cuma main-main bu, saya nggak pernah seirus sama hubungan kita bu. Kalau ibu keberatan jadi gebetan saya, ibu bisa mundur kok. Lagian saya udah nemenin calon istri yang cocok dengan saya."
Bu Rossa memijat pangkal hidungnya. "Kamu mau lihat saya cosplay jadi psikopat?"
Erlangga melotot. "Kalau boleh, saya mau bu lihat ibu cosplay jadi psikopat. Kebetulan saya agak tertarik sama karakter psikopat sih bu, cara mereka membunuh orang tanpa gemetar bikin saya kepo bu."
Bu Rossa mengebrak meja. Tak tahan dengan kelakuan murid kesayangannya itu yang terus-menerus menguji kesabarannya.
"Erlangga. Kamu ini kapan mau berubah? Bisa tidak sehari saja kamu tidak bikin ulah? Ngelangar aturan, berkelahi dengan siswa kelas lain, bolos sekolah. Kamu nggak mau apa jadi anak kalem, baik-baik di sekolah?"
"Jadi anak kalem nggak buat saya ganteng bu," jawab Erlangga dengan entengnya.
"Terus kalau kamu bikin ulah gini kamu pikir kamu ganteng?" Balas Bu Rossa sewot.
Erlangga mengedikan bahu. "Mungkin gitu bu, saya ngerasa kelihatan keren bisa gelut sama anak kelas sebelah."
"Astaghfirullah Erlangga...." Bu Rossa menyenderkan punggungnya ke senderan kursinya, sambil memejamkan matanya. "Ibu percaya kamu itu ganteng, keren, nggak ada murid SMA Tribuana yang bisa ngalahin ketampanannya kamu."
Erlangga tersenyum sumringah mendengar bu Rossa memujinya. Akhirnya guru itu mau mengakui bahwa dirinya adalah murid paling ganteng di SMA Tribuana, astaga Erlangga senang sekali mendapatkan pujian seperti itu.
"Akhirnya bu Rossa ngakuin juga kalau saya murid paling ganteng di SMA ini," ucap Erlangga bersyukur.
Bu Rossa geleng-geleng prihatin. "Tapi semuanya percuma kalau kamu nggak bisa ubah sikap kamu." Senyum Erlangga memudar kala bu Rossa berkata seperti itu.
"Ibu pengen kamu fokus belajar Erlangga, sayang otak kamu kalau nggak kamu asah."
"Otak saya emang kenapa ya bu?" Karena setau Erlangga otaknya baik-baik saja, tidak ada masalah.
"Kamu itu sebenarnya pintar lho. Seandainya aja kamu bisa lebih serius dalam pelajaran, pasti nilai kamu bagus. Kamu bisa jadi murid berprestasi seperti Akbar."
"Saya nggak mau jadi murid kayak Akbar bu. Apa istimewahnya coba jadi anak pinter? Tiap hari yang di lihat buku pelajaran terus, hidupnya terlalu serius nggak bisa di ajak bercanda. Mending jadi orang bodoh gini, sangat menyenangkan. Bisa bikin orang-orang dekat saya ketawa karena lihat kebodohan saya," ucap Erlangga dengan bangga memamerkan kebodohannya.
Bu Rossa mendengus. "Kamu tidak bodoh Erlangga, cuma kamu nggak ngunanin otak kamu aja. Coba pikir deh, kalau kamu mencoba berubah jadi lebih baik. Kamu bisa buat orang tua kamu bangga."
Erlangga terkekeh sinis. "Saya nggak bisa ngerubah apa yang sudah menjadi kebiasaan saya bu. Buat siapa saya berubah? Buat orang lain yang ingin saya jadi pintar, jadi anak kalem? Percuma bu kalau dalam diri saya menolak perubahan itu, karena berubah itu bukan semata-mata agar orang tua saya merasa bangga pada saya, tapi berubah itu seharusnya demi diri kita sendiri."
Bu Rossa menatap Erlangga serius. "Kamu beneran nggak mau jadi siswa berprestasi? Padahal ibu yakin dengan kemampuan kamu."
"Saya lebih suka jadi murid yang suka cari sensasi bu dari pada jadi murid yang berprestasi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Erlangga (INI CERITA MAU DI ROBAK DIKIT)
Ficção AdolescenteErlangga seorang ketua Genk di sekolahnya. Sifatnya seperti bunglon, bisa berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya. Ia sosok yang asik, suka bercanda dalam setiap hal. Suka tebar pesona, memiliki paras yang tampan membuat dirinya sangat beruntung...