Chapter 7

511 36 2
                                    

Erlangga dibuat bingung dengan tatapan orang yang menatapnya dengan tatapan aneh, di sepanjang koridor sekolah banyak orang yang tertawa melihat dirinya berjalan. Apa yang salah? Wajah Erlangga memang lucu, namun tidak biasanya mereka tertawa melihat wajahnya. Apakah ketampanannya mulai berkurang?

"Bang ada uang gak?" Tanya salah satu siswa yang lewat di koridor.

"Hah?!" Erlangga mengerutkan keningnya bingung.

"Nih," siswa itu mengeluarkan uang berwarna cokelat ke arah Erlangga.

"Hah?!"

"Ambil bang," suruhnya, Erlangga diam masih loading dengan pikiraanya.

Siswa tersebut menruh selembar uang lima ribu ke tanggan Erlangga. "Buat beli rokok bang," ucapnya.

"What?! Lo pikir gue kere?!" Sentak Erlangga.

"Gak usah malu-malu bang, santai aja lah sama gua," ujar siswa itu sambil tertawa menepuk pundak Erlangga. "Duluan ya bang," pamit cowok itu, berikan meninggalkan Erlangga yang masih termenung, menatap uang lima ribu di tangannya.

Lima detik kemudian Erlangga berteriak. "Woy! Gue bukan pengemis! Enak aja ngasih gue uang! Lo pikir gue kere?! Mana cuma goceng lagi?!"

"Gila tuh bocah, dia pikir gua miskin apa?! Harga diri gua udah ternodai dengan uang goceng ini," gerutu Erlangga sebal.

Dari kejauhan Akbar—Sahabat Erlangga melihat temanya sedang mencak-mencak tak jelas, cowok itu mengampiri sahabatnya.

"Ada apa?" Tanya Akbar to the poin.

Erlangga menoleh, "Lo tau enggak?"

Akbar mengeleng cepat. "Enggak."

Erlangga mendesah berat. "Hari ini harga diri gue sebagi cowok tampan nan tajir udah gak ada artinya lagi, Bar," ucap Erlangga memasang raut wajah sedih.

"Lebay," timpal Akbar.

"Gue tanya sama lo, penampilan gue ada yang salah ya?" Tanya Erlangga pada temannya itu. "Masa gua dikasih uang lima ribu sama bocah jelek itu, di kira gua miskin apa?!"

Akbar mengamati penampilan Erlangga dari atas sampai bawah, tidak ada yang aneh dari penampilan temanya itu. Penampilannya masih sama seperti biasanya, baju seragam tidak di masukan, kacing atas di buka, sepatu sekolahnya sudah berwana kuning lusuh. Bagaimana bisa Erlangga dengan pedenya mengatakan, dirinya memiliki tampang kaya? Dari penampilannya aja sudah tidak meyakinkan bahwa dirinya adalah seorang anak pemilik sekolah ini.

"Gak ada yang aneh, penampilan lo masih tetep sama. Kek gembel," ucap Akbar pedas.

Erlangga memasang raut wajah datar, menatap temanya itu. "Gua tau lo iri sama gue Bar, tapi jangan ngatain gua gembel napa," ucapnya sok sedih.

Akbar hanya menanggapi dengan mengelengkan kepalanya, temannya yang satu ini benar-banar dramaking, harus Extra sabar jika bicara dengannya.

Akbar mengerutkan dahinya, ketika melihat beberapa siswa tertawa tanpa alasan melihat Erlangga. Merasa ada yang aneh, Akbar langsung membalikan badan Erlangga, Akbar menatap punggung Erlangga. Ternyata ini penyebab para siswi tadi tertawa.

"Apaan sih Bar," protes Erlangga.

Akbar mengambil kertas yang menempel di punggungnya. Cowok itu mengasikan kepada temanya.

"Pantesan mereka ngetawain lo," ucap Akbar.

Erlangga melotot kaget membaca tulisan di kertas itu, yang merusak harga dirinya sebagai orang tampan dan kaya.

"Orang Kaya butuh sumbangan!" Celetuk Joan tiba-tiba datang, cowok itu membaca tulisan yang ada di kertas hvs yang di pegang oleh Erlangga.

"Anjay, siapa yang nempelin kertas bangke ini ke punggung gue?!" Erlangga menatap Akbar dan Joan bergantian.

Erlangga (INI CERITA MAU DI ROBAK DIKIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang