Chapter 3

855 66 1
                                    


Pagi-pagi Erlangga dibuat kesal oleh papinya, karena Arsen benar-benar memotong uang saku Erlangga, yang seharusnya 10 ribu jadi 5ribu. Bayangkan seorang anak Sulton hanya dapat jatah uang saku 10 ribu per-hari, itupun kalau tidak dipotong.

"Pi, Jang gini dong. Masa cuma lima ribu sih?! Nanti jajan ku gimana? Uang bensin-nya gimana?" Rengek Erlangga.

"Hukuman tetepa hukaman Er," ucap Arsen. "Papi yakin kamu pasti punya uang simpanan kan? Pakai uang kamu dulu, nanti papi kasih lagi."

Arsene mengeluarkan dompetnya, ia menarik lembaran uang berwarna cokelat dan abu-abu 2 lembar, ia berikan ke dua anak kembarnya. "Nih, buat Arlan sama Aila," ucap Arsen menyodorkan uang senilai 14 ribu untuk dibagi dua dengan Arakan dan Aila

Arlan menerima uang itu. "Tuju ribu doang nih pi?"

"Tambahin tiga ribu lagi pi buat Arlan sama Aila, kan itung-itung buat hadiah karena kita berusaha dapet nilai ulangan bagus," bujuk Aila.

Arsen mengangguk, ia memberikan 6 ribu ke Aila, membuat gadis itu tersenyum senang. Erlangga yang melihat itu ia protes tak terima.

"Wahh papi pilih kasih! Masa duo Kurcil jatah jajannya lebih banyak dari aku Pi?! Gak adil ini namanya!"

Arsen mengehela nafas. Ia menatap putra sulungnya. "Papi kasih banyak karena adik-adik kamu itu pintar di sekolah, jadi apa salahnya papi kasih uang lebih ke Arlan sama Aila?"

"Orang bodoh gak boleh iri sama orang pinter," ucap Arlan kepada Erlangga.

"Diem lo bayi platipus!" Hardik Erlangga.

"Pi, Aila sama Arlan berangkat sekolah dulu ya," pamit Aila menyalami tangan Arsen, diikuti oleh Arlan.

Arsen mengusap kepala Arlan dan Aila lembut. "Hati-hati ya sayang, belajar yang pinter biar bisa jadi..."

"Biar bisa jadi ketua Genk kayak gue," potong Erlangga cepat sambil tersenyum jahil ke arah sang papi.

"Gak usah dengerin kata Abang mu yang aneh itu, sana berangkat sama Mang Jupri," suruh Arsen diangguki Arlan dan Aila. "Pamit sama Mami dulu di dapur," ujarnya.

Setelah kepergian Arlan dan Aila, Arsen hendak melangkah mengampiri Dania yang sibuk di dapur, namun di tahan oleh anak sulungnya itu.

"Pi," rengek Erlangga.

''Tambahin dikit napa, kere banget sih papi sekarang, jangan bilang papi bangkrut ya? Astaga papi," ucap Erlangga heboh.

Arsen mendesah pelan, pagi-pagi sudah harus meladeni drama yang dibuat anaknya itu. Arsen menepuk pundak Erlangga pelan. "Berbagai sekolah sekarang atau motor papi sita," ancamnya. "Papi tu capek Er lihat drama kamu pagi-pagi, gak mengenakan suasana tau gak? Jangan ganggu papi deh, sana pergi," usirnya.

Erlangga mengelus dadanya dramatis. "Astaghfirullah kit ati orang ganteng di usir," ujar Erlangga sembari geleng-geleng menatap punggung Arsen yang menjauh darinya.

°^°^°^°

Sambil menunggu bel masuk, Erlangga menunggu temanya yang belum datang di parkiran motor, cowok itu duduk di atas motor sambil satu kakinya di angkat, tak lupa cowok itu mengunakan kaca mata hitam sembari bersiul untuk mengoda cewek-cewek yang lewat di depannya.

"Dari mana aja lo! Buat orang ganteng nunggu itu berdosa tau gak?!" Sembur Erlangga kesal pada teman-temannya yang baru datang.

"Kita gak nyuruh lo buat nungguin kita ya!" Jawab Keenan tak terima, cowok itu baru saja turun dari montor Samuel.

Eralngga melepaskan kacamata nya, ia menaruh kaca matanya di celah kerah bajunya. Cowok menyipitkana merasa seperti ada yang kurang ketika melihat temannya menakutkan motor di sampingnya. "Keenan masih hidup, Joan masih hidup, Samuel juga masih hidup," Erlangga menunjuk satu-satu temannya. "Wahhh... Temen gue satunya mana? Masih hidup juga kan? Masih bernafas kan?" Tanya Erlangga heboh.

Erlangga (INI CERITA MAU DI ROBAK DIKIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang