Hal. 20 | Desa Makmuran Bag. 3

93 13 0
                                    

Eyang Pur berencana memakai mode itu lagi, tetapi nampak tubuhnya menolak.

Plaash! Mulutnya memuntahkan darah. Mungkin itu salah satu dari dampak menggunakan mode Aware.

Biasanya menahan mode Open-eyes tidak begitu berat. Lain halnya jika sudah memasuki mode Aware. Beban tubuh sangat berat dan sulit untuk menahannya.

Mode itu baru pertama kali digunakan dalam pertarungan. Tentu saja, ia belum terbiasa dengan dampaknya. Apalagi eyang Pur berumur sudah tua.

"Ya, Suryono akulah orangnya ...."

"Siapa yang telah melakukan semua ini?"

"Kalau orangnya aku ... apa yang ingin kau lakukan?"

Eyang Pur berpikir keras dalam situasi sekarang. Ia berusaha untuk menghindari pertarungan. Pasalnya ia menerima dampak negatif dari mode Aware yang baru saja digunakannya.

Sementara itu, bu Yeni sedang menuju ke arah barat untuk pergi ke lokasi itu. Bu Yeni tidak datang sendiri, melainkan ia bersama Sakar. Sebelumnya Sakar sempat tidak percaya. Namun karena khawatir dengan eyang Pur, akhirnya ia menyusul bu Yeni.

"Kita harus cepat ... kita harus cepat ..." gelisah bu Yeni.

"Memangnya ada apa?"

"Pelakunya ... pelakunya ...! Akhirnya kita menemukan pelaku dibalik wabah penyakit itu."

Bu Yeni dan Sakar terburu-buru berlari menuju rumah pak Wayan.

Dan eyang Pur masih terjebak dalam situasi tidak menguntungkan. Dimana ia tidak bisa bertarung disaat kondisi yang mengharuskannya bertarung.

Pak Suryono yang sekarang masih menjabat sebagai kepala desa, ternyata ingin memenangkan pemilihan lagi dengan cara kotor.

"Aku akan membunuhmu!" teriaknya. Lalu ia mengayunkan goloknya ke arah pak Wayan. Braak! Golok tersebut mengenai pintu hingga hancur.

Untungnya eyang Pur berhasil menghindari serangan itu, walaupun tubuhnya dalam mode sleep.

Mode Sleep adalah perwujudan efek negatif dari penggunaan Open-eyes dan Aware. Dalam keadaan ini, eyang Pur mengalami Sleep setelah menerima efek positif mode Aware.

Bisa dibilang Open-eyes dan Aware adalah perwujudan manusia yang kurang nyenyak tertidur. Apabila mata dipaksa membuka maka mata akan mudah tertutup kembali.

Melompat kesana kemari, mengelak dan menghindar. Hanya itu saja yang bisa dilakukan eyang Pur. Begitu pula dengan pak Suryono, ia menghantam golok ke arah eyang Pur dan terus menghancurkan barang-barang di sekitarnya.

"Kenapa kau tidak melawan, pak tua?"

Whuush! Serangan golok hampir mengenai eyang Pur, tetapi malah membuatnya terpleset.

"Pak tua ..., tempat ini akan menjadi kuburanmu!"

" ...."

Tok, tok, tok! Bu Yeni dan Sakar telah sampai di rumah pak Wayan. Sudah pasti mereka berdua akan kebingungan dengan pintu rumahnya yang terkunci.

Di dalam rumah itu, nyawa eyang Pur sangat terancam.

Saat ayunan golok ayunkan ke arahnya, eyang Pur berhasil menangkisnya. Ia menangkisnya sama seperti menangkis kerambit Sunem. Tangannya langsung menggenggam bagian depan golok.

Luka yang ditahannya tidak begitu sakit jika ia dalam keadaan normal. Sekarang sakitnya tidak bisa ditahannya. Permukaan kulitnya membocorkan darah seperti ember bocor.

Bersambung ....

Catatan Penulis: "Jangan cuma baca ya, tapi dukung juga dengan cara vote dan komentar. Biar tidak ketinggalan halaman terbarunya, pastikan kalian sudah follow!"

Dukung dengan donasi: https://trakteer.id/aprizaprasetio

Tanggal publikasi: 19 November 2020

Karya JAWARA adalah karya orisinil dari Apriza Prasetio yang terinspirasi dari budaya-budaya Indonesia, khususnya silat dan kepercayaan masyarakat.

JAWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang