Hal. 7 | Padepokan Bag. 3

232 20 2
                                    

Di tengah percakapan mereka dengan Bayuaji, datanglah Sakar menghampiri mereka. Ia menanyakan kegiatan yang dilakukan mereka.

"Kami sedang mengobrol dengan Bayuaji."

"Kau tidak mudah menyerah ya, bocah! Padahal eyang sudah mengusirmu." Bayuaji terdiam, lalu ia kembali memohon kepadanya.

"Tolonglah, tuan ... ajari aku silat!"

Sakar merasakan potensi di dalam diri Bayuaji. Karena itu, Sakar memikirkannya lagi.

"Baiklah ... aku menerimamu! Tapi kau harus tidur di kandang kerbau ... bisa gawat jika eyang tahu!" Mendengar itu, Bayuaji nampak senang dan berterima kasih kepadanya.

"Jangan panggil aku tuan terus, Ji ...! Panggil saja Sakar ...!"

"Sakar ... bimbinglah aku!"

Lari sambil mengangkut ember air dari sumur ke penyimpanan air. Latihan yang tak hanya menguntungkan fisik tetapi juga bermanfaat. Pertama kali mencoba memang berat rasanya. Namun, Bayuaji terus mencoba.

"Sudah cukup, ji ... waktunya istirahat!" ajak Sakar. Bayuaji menurutinya, lalu ia beristirahat.

Saat istirahat, Bayuaji melihat Hasta yang masih mengayunkan tongkat kayu.

"Sakar ... kenapa Hasta selalu berlatih seperti itu ...?"

"Oh Hasta ... dia memang orangnya seperti itu! Panjang ceritanya,  tapi dia berlatih untuk memperjuangkan sesuatu sama sepertimu, Ji!"

Mendengar itu, Bayuaji mencoba mendekati Hasta.

Bayuaji menyapanya dengan riang. Namun, Hasta mengabaikan dan lebih memilih melanjutkan latihan. Tentu saja, ia nampak marah karena itu.

"Percuma saja ... Hasta sifatnya memang seperti itu" sahut eyang Pur. Tiba-tiba eyang Pur menyahutnya.

"E— eyang ...! Sejak kapan?"

Ternyata, eyang Pur sudah lama tahu kalau Bayuaji sudah berlatih di sana. Kemudian, Bayuaji memohon untuk tidak mengusirnya.

"Lakukan sesukamu, bocah!" Mendengar itu, Bayuaji tambah semangat untuk berlatih.

Bayuaji melanjutkan latihannya. Ia terus memikirkan Hasta. Dan terus  memikirkan alasan bertarung sama sepertinya.

Hari-hari berlalu dihabiskannya latihan. Malamnya ia tidur di kandang kerbau, dan paginya ia lakukan latihan. Tidur di kandang kerbau memang tidak nyaman, tetapi lama-lama akan terbiasa.

Latihan yang Bayuaji lakukan hanyalah pelatihan fisik. Ia belum pernah diajarkan Sakar jurus-jurus silatnya.

"Ajarilah aku jurus silatmu, Sakar!" pintanya.

"Belum waktunya, Ji ...,"

Mendengar itu, Bayuaji malah tambah penasaran. Ia merencanakan sesuatu untuk mengintipnya berlatih. Ia harus diam-diam melihatnya, karena latihan itu sangat tertutup di dalam padepokan. Hanya Sakar yang boleh masuk, sementara eyang Pur yang menjadi gurunya.

Bayuaji biasa dilatih Sakar pada pagi hari, dan siangnya ia menyuruhnya untuk latihan sendiri. Sakar membagi jadwalnya untuk melatih murid-murid di pagi hari dan sorenya ia dilatih oleh gurunya, eyang Pur.

Hari telah berlalu, mereka melakukan pelatihan fisik seperti biasanya. Hingga waktu yang ditunggu Bayuaji tiba. Ia membuntuti hingga masuk ke dalam padepokan.

Saat Sakar masuk, eyang Pur langsung memberi pukulan kepadanya. Kemudian ditangkis keras oleh Sakar, tetapi tenaganya tidak cukup untuk menangkis serangan kuat darinya.

Anak kera memanglah lincah dan suka bergerak. Di balik kelincahan itu, pertahanannya sungguh lemah. Mudah bagi ibunya untuk memukul anaknya jika tidak mau diam.

Bayuaji melihat semua gerakan-gerakan yang eyang Pur dan Sakar lakukan tadi. Ia sangat kagum dengan kehebatan mereka berdua. Semangatnya untuk giat berlatih makin bertambah.

" ...."

Bersambung

Jangan lupa vote, comment, dan follow agar tidak ketinggalan halaman terbaru!

Donasi: https://trakteer.id/aprizaprasetio

Tanggal rilis: 30 Oktober 2020

Author: Apriza Prasetio

JAWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang